Jalanan siang ini tak terlalu padat seperti biasanya. Hal itu bisa dilihat dengan jelas dari lantai tiga restoran di mana ia berada. Penyebabnya karena kebanyakan orang mulai beralih menggunakan moda transportasi umum untuk mobilitas mereka daripada kendaraan pribadi yang membuat volume kendaraan di jalan berkurang.
Ia sendiri masih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena memang setiap hari ia bisa berkunjung ke beberapa tempat dalam waktu yang tak menentu.
Melihat pemandangan itu membuatnya sedikit bernostalgia ke jaman muda, ingin rasanya sesekali berpergian menggunakan transportasi seperti masa dulu yang tentunya di masa itu belum sebaik sekarang.
Mungkin nanti ia akan mengajak anak-anaknya untuk mencoba transportasi umum yang ada bersama-sama.
Tama sendiri sedang menunggu Vela yang sedang pergi ke toilet. Mereka berdua sengaja mengadakan makan siang bersama yang sebenarnya bukan suatu hal yang langka.
Seperti biasa yang menjadi topik pembahasan adalah seputar anak-anak dan juga bisnis yang masih mereka jalankan bersama. Padahal terkadang Tama ingin mereka sesekali berbicara tentang perasaan satu sama lain yang Tama tau Vela juga pasti masih memilikinya, namun sayangnya wanita yang masih sangat dicintainya itu selalu enggan untuk membahasnya.
Ketika Vela kembali dari toilet mereka tidak terlalu banyak bersuara, Tama kebanyakan hanya memperhatikan Vela yang sedang menikmati setiap suapan dari Chamomile Ice Cream yang masuk ke mulutnya.
Hampir 28 tahun Tama mengenalnya, tak ada yang berubah dari wanita itu. Vela masihlah menjadi wanita yang sama yang selalu berhasil memikat Tama dengan keanggunannya.
"Jangan ngeliatin aku aja mas, itu punya kamu udah mulai meleleh." Vela memberikan teguran pada Tama ketika dirasa pria itu terlalu banyak memperhatikannya sedari tadi.
Tama tidak mengindahkan teguran itu karena nyatanya hidangan manis untuknya itu masih kalah manis dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya.
Katakanlah Tama terlalu hiperbola untuk ukuran pria yang hampir berusia lima puluh tahun.Namun seketika wajah itu berubah muram ketika mengingat bahwa kenyataannya mereka bukanlah sepasang suami istri lagi. Mereka hanyalah mantan yang berusaha menjalankan peran sebagai orang tua yang baik untuk anak-anaknya.
"Vel apa benar-benar gak ada harapan lagi untuk kita kembali bersama?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Tama.
Selama ini ia selalu bertanya pada Vela yang tidak pernah bisa memberikan jawaban pasti.
"Apa kamu mau merusak ketenangan ini dengan pertanyaan yang sama mas? Kamu sudah melakukan kesalahan dan aku masih merasakan sakitnya karena itu." Lagi, wanita itu tak memberikan jawaban yang jelas.
Tama menghela nafasnya ia kali ini harus mendapatkan jawaban pasti.
"Aku bertanya untuk terakhir kalinya Vel, tolong berikan jawaban yang tidak menggantungkan perasaanku. Kamu tau di dalam sini seluruh perasaan itu masih untuk kamu." Ucap Tama sambil menujuk ke dadanya sendiri.
Vela meletakkan kembali sendoknya di atas piring, lalu menatap Tama dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kita bicara di mobil, aku gak mau kita sampai bertengkar dan menjadi tontonan orang-orang." Ucap Vela lalu bangkit dari duduknya yang juga diikuti Tama di belakangnya.
.
.Bugh!
Bugh!
Berkali-kali ia meninju langit-langit mobilnya dengan keras berusaha melampiaskan emosi yang membuncah dalam dada dengan tinjuan tersebut. Berusaha menetralkan kembali pikiran yang tengah berantakan rasanya masih saja percuma, tangannya bahkan sudah memerah karena sengaja dihantamkan dengan kerasnya atap besi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY (on going)
General Fiction"Di dunia ini, ada beberapa hal yang disebut takdir, sisanya adalah pilihan" ~unknow~