21. Dream

37 5 0
                                    

Entah kenapa beberapa hari ini hujan turun hampir setiap malam, membuat orang-orang yang sudah punya banyak rencana untuk berpergian harus mengurungkan niat mereka. Namun berbeda dengan seorang gadis yang tampaknya tak punya rencana untuk keluar sama sekali.

Rachel hanya berdiri memandangi tumpahan air yang turun membasahi bumi dari balik jendela kamarnya. Ini sudah lima hari berlalu sejak kedatangan Raffa bersama mamanya tempo hari.

Semua jendela tertutup rapat, namun hawa dingin tetap saja merebak, membuat gadis itu kembali merapatkan selimut tebal yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Ia melepaskan sepasang sandal rumahan yang dipakainya lalu duduk lesehan di atas karpet berbulu tebal yang terhampar di lantai.

Diambilnya laptop yang layarnya sudah menyala lalu membuka beberapa folder di sana.

Sampai saat ini Rachel masih bingung untuk menentukan pilihan yang akan ia ambil.

"Ihhh gue harus milih yang mana." Rachel mengacak rambutnya karena frustasi.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan mumunculkan Leandra yang membawa dua cangkir coklat hangat di kedua tangannya. Gadis berponi itu memang akan menginap di rumah Rachel malam ini.

"Lo kenapa deh misuh-misuh gitu?" Tanya Leandra sambil menyerahkan salah satu cangkir berisi coklat hangat pada sang sahabat. Ia juga ikut mengambil posisi di samping Rachel, mereka berdua otomatis berbagi selimut.

Rachel menerima coklat itu dan meletakkannya di atas meja kecil yang sudah ia siapkan, namun dia tidak menjawab pertanyaan Leandra. Rachel memberikan salah satu bagian earphone yang sudah ia sambungkan di laptopnya pada Leandra. Sama seperti Rachel, Leandra langsung memasangkan earphone itu di telinganya.

Mereka mendengarkan draf-draf lagu hasil ciptaan Rachel, Leandra sangat menyukai suara emas milik sahabatnya, suara itu seperti hembusan angin di tepi pantai yang selalu berhasil membuat jiwa tenang dan terbuai.

"Masih bingung hmm...?" Tanya Leandra di sela-sela mendengarkan lagu itu.

Rachel hanya bisa mengangguk. Jika saja itu bukan Rachel maka tawaran dari mama Raffa itu pasti akan diterima tanpa memikirkan banyak hal.

Rachel tidak mengerti, ibu dan anak yang baru dikenalnya belum lama ini ternyata suka sekali menempatkannya pada posisi sulit seperti ini. Kenapa juga ia baru menyadari saat itu kalau mama Raffa adalah Agni Marissa salah satu produser musik ternama.

Tujuan kedatangan Tante Agni beberapa hari yang lalu sangat mengejutkannya. Bagaimana tidak, tanpa aba-aba sama sekali wanita itu menawarkan kerja sama padanya. Membujuk gadis itu agar mau membuka saluran YouTube miliknya secara gamblang dan juga ia akan menaungi Rachel sebagai solois di bawah label rekamannya.

Selain itu ia juga memberikan opsi kedua jika memang Rachel tidak ingin bekerja di depan layar, yaitu terlibat sebagai salah satu penulis lagu di dapur rekam Tante Agni dan juga ikut memproduksi pembuatan lagu beberapa penyanyi di bawah naungan label miliknya.

Rachel sendiri awalnya heran darimana kedua orang ini tau perihal Rachel yang berbakat di bidang musik. Tapi hal itu tak berlangsung lama ketika ia mengetahui bahwa Jasmine lah yang menjadi biang kerok dari kebingungannya saat ini.

"Gue harus gimana Lei, gue gak mau terima dua-duanya. Gue udah nyaman banget dengan saluran yang gue punya sendiri, gue gak mau terlibat kontrak kerja dengan siapapun." 

Rachel yang memang merasa dengan bekerja sendiri ia bisa bekerja lebih fleksibel. Saluran itu miliknya dan ia bisa mengerjakan lagu baru kapanpun ia mau. Beda hal jika ia bekerja di sebuah label musik, ia akan bekerja sesuai tekanan dan standar mereka. Dan dengan begitu Rachel tidak akan bisa menyalurkan pikirannya secara bebas dan maksimal.

DESTINY (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang