16

280 38 2
                                    

Hangyeom serius saat mengatakan ingin mampir. Jujur saja, sejak adiknya itu bertunangan, belum pernah sekalipun ia datang. Sekedar menjenguk pun terasa enggan.

Bukannya tak sayang, tapi rasanya Hangyeom selalu sibuk dengan dunianya. Dunia yang dipilihnya.

Hangyeom tak menyukai bisnis, ia juga tak menyukai keterikatan. Ia adalah seniman yang menjunjung tinggi kebebasan.

Namun, saat Yechan datang karena pertengkaran, ia yang awalnya menganggap Jaehan hanya kenalan, kini sedikit penasaran.

Ingin tahu lebih dekat, mengapa adiknya berjuang mati-matian untuk mempertahankan padahal Yechan bisa dengan mudah meninggalkan. Paling tidak memberi sebuah pembalasan.

Adiknya banyak yang suka dan itu bukan rahasia. Mungkin hanya Jaehan yang tak mengetahui betapa berharganya seorang Shin Yechan.

Untuk membunuh rasa penasaran itu, di sinilah ia. Di depan rumah besar, hadiah pertunangan dari keluarga Jaehan.

Rumah ini sepi, ada penjaga tentunya. Ada pelayan juga. Namun, dari Yechan ia tahu bahwa semua pekerja akan pulang saat malam tiba.

Bisa dipastikan bahwa Yechan lah yang meminta.

Hangyeom masuk dengan mudah karena menunjukkan bukti bahwa ia adalah bagian dari keluarga.

Ia diantar ke ruang tamu, disuguhi teh dan juga kudapan oleh sang pelayan.

"Tuan muda belum kembali, apa baik-baik saja jika anda menunggu mereka tiba? Mungkin sebentar lagi."

"Tidak apa-apa. Aku akan menunggu di sini. Terima kasih karena sudah memberi tahu."

Hangyeom tersenyum, dibalas dengan ramah tentu.




Sore hari, para pelayan pulang tak lama setelahnya. Dan benar saja, Kim Jaehan pulang bersama Yechan yang berjalan di belakangnya.

Hangyeom berdiri, lalu terkekeh pelan karena disambut dengan raut terkejut. Tak hanya dari Yechan, namun juga Jaehan.

Tuan Muda satu-satunya dari keluarga Kim itu menoleh ke arah tunangannya.

"Hyung sudah lama menunggu?"

Tak ada kesan ramah, meski Yechan memberi balasan saat Hangyeom memeluknya.

"Sudah sekitar satu jam aku di sini."

Yechan mengangguk dan ketiganya pun duduk, Jaehan di sisi Yechan sementara Hangyeom berseberangan dengan keduanya.

Ketiganya berbincang ringan, Jaehan juga menunjukkan ketertarikan karena jelas terlihat dari ekspresinya yang dipenuhi rasa penasaran.

Hingga pada akhirnya, Yechan lebih banyak diam. Duduk bersidekap, mengamati sang kakak dan tunangan yang terus membicarakan beberapa pertemuan yang sempat terlupakan.

Terus seperti itu, hingga Hangyeom menyadari bahwa ia sudah harus kembali.

Yechan mengantar hingga Hangyeom masuk ke dalam mobil.

"Kau terlihat tak suka. Maafkan Hyung ya jika tak memberi tahu lebih dulu."

"Tak masalah. Lagi pula, bukankah Hyung memang selalu begitu? Dunia ini milikmu, jadi kau selalu bertingkah sesukamu."

Tak pernah Yechan bersikap sekasar ini pada kakaknya. Tak peduli dengan kehidupan Hangyeom, Yechan selalu menghormati, dan berlaku lembut pada kakaknya itu. Akan tetapi, melihat Jaehan yang tampak nyaman, rupanya itu sedikit menyulut kecemburuan.

Tak ada kepekaan. Tak dari Hangyeom maupun Jaehan. Nyatanya, selama ini memang hanya Yechan yang selalu terlalu dalam memikirkan segala hal.

Itu melelahkan.


"Lain kali, Hyung akan mengabari."

"Hyung akan ke sini lagi?"

Hangyeom tak menjawab, hanya tersenyum sebagai ganti. Pria itu bahkan mengemudikan mobilnya tanpa mengatakan apapun lagi.

Yechan masih berdiri. Melihat mobil kakaknya yang perlahan menghilang dari pandangan.

Menghela napas panjang, Yechan pun berbalik.




"Tak biasanya kakakmu datang, apa kau mengadukanku padanya?"

"Kalian sangat akrab, mengapa tidak bertanya sendiri saja?" jawab Yechan tanpa sedikit pun menghentikan langkah ataupun menatap ke arah Kim Jaehan.

Pria itu bahkan tak peduli dengan gerutuan sang tunangan, karena lebih memilih masuk ke dalam ruangan. Yechan merasa ia butuh ketenangan.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Unwritten Destinies ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang