20

231 35 2
                                    

Jaehan menatap ponselnya lama, melihat isi pesan dari 'teman' barunya.

Jaehanie, kau sudah tidur?

Satu baris kalimat tanya yang tak terlalu panjang sebenarnya. Jaehan pikir ia akan merasakan kesenangan seperti tadi. Nyatanya, ia salah. Kini, Jaehan justru gelisah.

Tiga tahun bersama, tiba-tiba ada orang lain antara dirinya dan Yechan. Meski status mereka tak benar-benar menunjukkan keharmonisan seperti selayaknya pasangan, atau bahkan Jaehan yang seringkali bermain-main dengan orang lain selain sang tunangan, tapi tak pernah sekalipun ia melibatkan perasaan.

Lebih dari itu, mengapa harus kakak iparnya sendiri yang datang dengan tak wajar kali ini.

Jaehan mengacak-acak rambutnya, "Bisa saja ini hanya aku sendiri yang merasakannya, 'kan?"

Bisa saja Hangyeom tak ada perasaan apapun padanya.

Bisa saja, hanya Jaehan yang menyukainya ...


Sepertinya kau sudah tidur. Mari bertemu lagi besok.

Selamat tidur, Jaehanie ...

Jaehan yang masih kebingungan, kini mematikan layar ponsel, meletakkan di atas nakas, dan menaikkan selimut hingga sebatas leher.

Sesekali menatap ke arah pintu yang tak sepenuhnya tertutup. Dalam hati bertanya-tanya, apakah Yechan tidak akan tidur di sana? Tidak akan tidur bersamanya?

Saat kesal, Yechan akan menghabiskan waktunya penuh untuk pekerjaan. Di ruang kerja, sendirian, dan semalaman. Sudah pasti tidak tidur, karena Jaehan pernah melihat Yechan yang terus terjaga setiap kali mereka habis bertengkar.

Tidak mungkin juga kali ini akan berbeda.

**

Benar saja, hal yang beberapa waktu lalu terjadi,
kini terulang lagi. Pulang kuliah dan Yechan tak ada di mana-mana. Tak menjemputnya, walau tetap mengabari sesuai janjinya.

Aku masih ada pekerjaan. Pulanglah duluan ...

Sudah.

Tak ada tanya tentang bagaimana Jaehan akan pulang. Seolah tak ada kepedulian.

Jaehan mulai merasakan, namun kekesalan lebih mendominasi kali ini.

Namun, hal yang membuat kekesalannya seketika sirna adalah saat suara klakson diikuti suara familiar memanggil dari arah mobil yang terparkir.

"Hyung?"

Sama seperti sebelumnya, Jaehan diantar pulang olehnya.


**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Jaehan meringkuk dalam pelukan Yechan. Pria itu sudah memejamkan mata, entah kelelahan, mungkin karena efek alkohol juga.

Tak masalah, Jaehan bahkan tak berniat untuk membangunkan. Hanya begini saja, ia sudah merasakan ketenangan yang memang selalu ia dambakan.

Mungkin selain tak ingin mengganggu, Jaehan sebenarnya merasa bersalah karena kembali membuka luka yang mati-matian Yechan lupakan.

"Tidurlah ... besok kita masih harus bekerja, Jaehanie."

Bahkan meski sudah memiliki segalanya, Yechan masih tetap sama. Pekerjaan yang menurutnya memberatkan, bagi Yechan adalah hal yang tak boleh ditinggalkan. Ada banyak yang harus dipertanggungjawabkan selain Kim Jaehan yang kini pun sama sudah ia dapatkan.

Orang tua Jaehan sudah memilih untuk pensiun, sementara Jaehan meski tak semalas dulu, tapi tetap sulit untuk membagi waktu. Lebih tepatnya, tidak mau. Apalagi jika itu berurusan dengan turun langsung ke lapangan.

Mau tak mau Yechan satu-satunya yang akan membereskan. Tentu banyak pegawai yang akan membantunya. Termasuk Hyuk, salah satu yang menjadi kepercayaannya selama ini. Meski tak jarang berbeda pendapat hingga berujung pertengkaran. Namun, selama ada Jaehan, itu masih akan terselesaikan dengan cepat.

"Tidak bisakah kita libur? Aku ingin menghabiskan seharian denganmu. Di rumah saja, dan tak melakukan apa-apa selain-"

"Selain?"

Mata yang semula tertutup itu kembali terbuka, menerbitkan tawa di bibir Jaehan yang semula merasakan setitik kegalauan.

"Kau dulu sulit sekali didekati, sekarang dipancing sedikit saja sudah begini ..."

Yechan tak menanggapi apapun selain memiringkan tubuhnya, mendekap Jaehan lebih erat dari sebelumnya. Yang tentu saja tak berhenti sampai disitu saja.

"Seingatku, kau dulu menyukai hal-hal seperti ini, tapi kenapa sekarang jadi malu-malu begini?"

Tak sepenuhnya bisa dibilang malu, Jaehan hanya tak bisa mengontrol raut mukanya saat merasa salah tingkah karena perlakuan manis Shin Yechan.

Mau bagaimana lagi, dulu tak ada rasa, kini hatinya meluap dipenuhi oleh cinta. Tentu saja akan berbeda.

Namun, Jaehan tetap menyambutnya. Ciuman hangat yang selalu ia inginkan, ia rindukan ...





tbc

a.n : Sebenarnya pengen lanjut, tapi karena 🔞 jadi harus ditunda dulu :")

Unwritten Destinies ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang