31

300 34 9
                                    

Jaehan mengambil jaketnya. Lelah menangis dan merasa suntuk juga karena di rumah sendirian saja, ia pun memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Setidaknya ia ingin mencari udara segar agar sakit di kepalanya sedikit mereda.

Hanya saja, hal mengejutkan datang saat ia baru saja membuka pintu gerbang rumahnya.

"Kim Jaehan?"

Jaehan mendongak, bola matanya sedikit melebar. "Yang Hyuk-ssi? Apa yang kau lakukan di sini?"

Walau tentu saja ia tahu siapa yang berada di bahu pria besar itu.

Yechanie?

"Yechan minum terlalu banyak. Kukira ini rumah orang tuanya." Hyuk tampak menggaruk tengkuk.

Jaehan memahami. Cukup lama ia terdiam sampai gerbang terbuka lebih lebar dari sebelumnya.

"Bawa masuk saja dulu, aku akan menelpon paman dan bibi nanti."

Hyuk mengangguk. Langkahnya tampak ringan, walau Jaehan melihat ada sedikit keraguan. Saat Yechan sudah diletakkan, Jaehan pun menyunggingkan senyuman.

"Ngomong-omong, terima kasih ya, Hyuk-ah ..."

"Tidak masalah, tapi sejujurnya aku khawatir dia akan marah."

Jaehan mengerti. Akan tetapi, Jaehan meyakinkan Hyuk bahwa ia akan meminta keluarga Yechan untuk segera menjemput sebelum pria itu bangun.

Melihat kesungguhan Jaehan, Hyuk tampak sedikit merasakan ketenangan. Karena sudah malam, ia pun tak berlama-lama, dan segera pamit dari sana.

"Bawa saja mobilnya."

Hyuk langsung memberikan penolakan, "Area yang aku tinggali sedikit tidak ramah dan sulit tempat parkir, jadi kuharap kau tidak keberatan jika itu tetap di sini."

"Aku tidak keberatan, tapi bagaimana denganmu?"

Dengan santai Hyuk mengatakan jika ia bisa naik angkutan umum. Lagi pula, hal seperti ini jelas masalah sepele baginya. Bahkan lagi-lagi Hyuk memberikan penolakan saat Jaehan menawarinya untuk menginap barang semalam.

Tak ingin memaksa, Jaehan pun membiarkan.

"Hati-hati dan terima kasih sekali lagi."

Hyuk melambaikan tangan dan berjalan pelan sampai sosoknya ditelan oleh kegelapan di kejauhan.

Jaehan menghela, ia pun mengurungkan niat untuk pergi. Tak ada rasa kecewa, ia justru merasa senang karena Hyuk membawa Yechan kembali ke rumahnya.

Melihat mantan tunangannya itu tertidur dengan lelap, Jaehan pun duduk bersimpuh di bawah ranjang hanya agar bisa memandangi pria yang sudah ia sakiti berkali-kali ini.

"Yechanie ..."

Namun, tak ada jawaban sama sekali. Tentu saja, memang apa yang ia harapkan?

"Izinkan aku egois sekali lagi, Yechanie ..." Karena ia tak berniat menghubungi siapapun untuk menjemput pria ini. Jika bisa, Jaehan tak akan membiarkan siapapun untuk membawa Yechan pergi dan menjauh darinya lagi.

"Jika aku menguncimu di sini ... apa kemarahanmu padaku akan lebih besar lagi dari ini?"

Perasaan bersalah ini sangat menyiksa, Jaehan bahkan tak mampu memahami apakah yang hatinya rasa saat ini adalah cinta atau sebenarnya hanya obsesi semata.

Ia tak ingin disalahkan, ia juga tak ingin ditinggalkan. Yang Jaehan inginkan hanya Yechan tetap bertahan di sisinya. Apapun alasan yang ia punya, ia hanya ingin Yechan bersamanya dan tetap memilihnya.

"Jangan pergi dariku atau aku benar-benar akan mengurungmu ..." Mendekatkan wajah, kali ini Jaehan menyingkirkan keraguan dan benar-benar mencuri ciuman dari pria yang ia pikir tak akan terbangun karena tindakan yang ia lakukan.

Namun, itu adalah pembalasan yang indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namun, itu adalah pembalasan yang indah. Saat Jaehan masih menikmati kelancangannya, mencuri ciuman manis dari bibir yang sebenarnya pernah ia rasa, Jaehan merasakan tubuhnya ditarik dan berakhir mendarat cukup keras di atas ranjang.

Matanya menyipit, ia mengaduh hampir mengumpat jika ia tak ingat bahwa ia hanya berdua saja dengan Shin Yechan.

Perlahan membuka mata, kini dengan jelas ia melihat Yechan sudah berada di atasnya.

Tatapan pria itu tajam, namun tak dingin seperti sebelumnya.

Bau alkhol masih menguar, hanya saja Jaehan tak berniat melakukan  perlawanan. Sakit di pergelangan tangan ia acuhkan. Bibirnya terbuka, lembut memanggil sang tunangan.

"Yechanie?"

"Apa yang kau lakukan?"

Jaehan menggigit bibir, "Mian ... "

"Mian? Kau sungguh lancang dan tak tahu aturan. Kau menyakitiku dan sekarang kau berani mencuri ciuman dari ku?" Yechan berdecih, "Sungguh tak tahu malu."

"Aku-"

"Kau sangat suka kan saat para pria bajingan itu menggagahimu? Kau ... ingin merasakan itu juga dariku? Kau tak akan puas sebelum mendapatkan itu dariku?"

Jaehan menggeleng. Namun, Yechan tak peduli.

"Aku akan memberikannya padamu. Setelah itu, jangan muncul lagi di hadapanku."

Unwritten Destinies ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang