03

418 44 8
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

Disclaimer : setelah ini akan full menceritakan Yechan Jaehan di masa lalu.

🔞

HyukBin mungkin akan ada, tapi nanti akan aku tulis di sub bab-nya.

*

*

*


Kim Jaehan, tuan muda dari keluarga utama Kim itu terus mengerang seiring dengan desahan seorang pria yang sudah memenuhi seluruh ruangan.

Tak ia pedulikan bahkan jika pelacur ini sudah kesakitan, karena jelas tujuan ia mengundang jalang ini ke sini adalah untuk kepuasan. Lagi pula, tak ada hak bagi pria ataupun wanita bayaran untuk mengeluarkan protesan.

Nikmati saja, mendesah sekerasnya, dan uang akan mengalir tanpa perlu lagi bersusah payah.

Jaehan selalu seperti itu, memandang rendah para manusia yang ia anggap sampah. Yang aneh adalah ia justru berkubang dalam sesuatu yang selalu ia anggap kotoran.

Berulang kali melakukan penyangkalan, nyatanya kalimat tajam itu justru keluar dari lidah seseorang yang terpaksa mendekatinya karena perjodohan.

Setidaknya, itu adalah apa yang selalu Jaehan pikirkan.

Mengingatnya, Jaehan bahkan lebih parah. Ia merasakan kemarahan yang tak tahu bagaimana cara untuk meredamnya.

Di sela gerakan yang semakin membabi buta, seringainya terbit saat ia melihat sosok yang tengah menungging di depannya ini memanjakan diri sendiri.

Menyedihkan sekali.

Bukan kewajibannya, kilahnya.

Lama Jaehan terus menggerakkan pinggulnya, menikmati setiap menitnya. Sampai ia merasa akan ada yang keluar dari tubuhnya, semakin cepat dan kasar pula ia memperlakukan pria di bawahnya.

"Aahh-"

Jaehan mendongak, membiarkan spermanya menyembur dan memenuhi perut si jalang sialan yang cukup beruntung karena kali ini Jaehan sedang tak mood menggunakan pengaman.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jaehan duduk di bangku yang ada di balkon. Rokoknya masih setengah, namun ia memutuskan untuk mematikan saat merasa ada yang masuk ke dalam ruangannya.

Seharusnya itu terkunci, tapi laki-laki yang memegang kunci kamarnya ini juga benar-benar tak peduli dengan yang namanya privasi.

Berjalan pelan tanpa sapaan, Shin Yechan memang selalu arogan. Bagi Jaehan, itu tak mengherankan.

Pemuda itu bersandar pada balkon. Wajah tampannya sebenarnya cukup memanjakan, sayangnya yang Jaehan ingin hanyalah membuat pemuda ini segera enyah dari hadapan.

Tangannya bersidekap, menatap Jaehan dengan tatapan merendahkan, tak ada keramahan.

Sebenarnya Jaehan tahu bahwa itu adalah kemarahan.

"Bermain dengan jalang lain lagi? Kim Jaehan, kenapa kau selalu membawa sampah kemari? Bukan hanya kau yang tinggal di sini, ingat?"

Jaehan berdecih. "Bukan urusanmu, Sialan!"

"Begitu?" Yechan mendekat. Pemuda itu pun membungkuk, tanpa permisi langsung meraih dan menggenggam pergelangan tangan Jaehan yang berbau tembakau cukup pekat.

"Rokok, alkohol, atau bahkan jika kau mau mati karena obat-obatan yang kau konsumsi, aku tak peduli. Tapi, jika aku melihatmu bermain dengan pelacur sekali lagi, maafkan aku ... tapi, aku benar-benar harus membatalkan perjodohan ini."

Yechan melepas genggamannya dan berdiri, hampir pergi sebelum suara Jaehan menahan langkahnya kali ini.

"Aku tak peduli. Tidak bisakah kau tak mencampuri urusanku lagi?"

Yechan terkekeh, "Tak peduli? Benarkah? Lalu, bagaimana jika kau katakan itu pada ayahmu."




*

*

*


(Jaehan & Yechan - 20 tahun)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Jaehan & Yechan - 20 tahun)







Pertengkaran keduanya sudah  biasa. Itu adalah makanan sehari-hari.  Sebuah rutinitas yang mungkin akan keduanya rindukan suatu hari nanti.

Hubungan rumit yang mereka jalani adalah satu-satunya alasan mengapa bisa tinggal bersama.

Rumah ini bahkan terlalu besar untuk ditinggali berdua. Walau seringkali, Jaehan membawa teman-temannya datang untuk berpesta.

Jika sudah seperti itu, Yechan akan mengurung diri di dalam studionya. Satu-satunya tempat yang tak ada siapapun berani memasukinya.

Bahkan seorang Kim Jaehan pun memiliki batasan. Entah tidak berani, atau memang karena tidak peduli.

Yechan menghela saat melihat selimut dan sprei berantakan karena bekas pergumulan.

Tak peduli Jaehan akan marah, Yechan menggulung semua dan melemparnya keluar. Semua berserakan di halaman, bahkan ada yang masuk ke dalam kolam renang.

"Ya- Shin Yechan!!!"

Jaehan berdiri dan melihat dari arah balkon yang sedari tadi ia tempati.

"SHIN YECHAN! Kau pikir apa yang kau lakukan?!"

Yechan menunjukkan seringai menyebalkan, "Kau buta? Aku sedang membuang sampah. Ah, kau juga harus mandi, Jaehanie. Kau benar-benar bau seperti sampah saat ini."

Jaehan mendekat dan dengan sigap langsung menarik kerah kemeja yang Yechan kenakan. "Shin Yechan, bukankah kau sudah keterlaluan?"

"Keterlaluan atau tidak, tergantung dari pihak yang melakukan kesalahan. Jika kau cukup waktu untuk bercinta, tidakkah seharusnya kau juga mampu untuk berkaca?"

Tangan yang semula meremat kerahnya, kini dihentak paksa. Tanpa mengatakan apapun lagi, Yechan benar-benar pergi dari sana.

Pergi dengan iringan suara teriakan Jaehan yang terdengar tak terima.


Di luar kamar, Yechan berdiri sejenak, matanya terpejam sebelum hela napas panjang ia hembuskan.

Menunduk, siapa sangka ada satu kata yang sekali lagi ia gumamkan.


"Mian ..."

Unwritten Destinies ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang