28

209 33 3
                                    

Hari dimana Yechan akhirnya diizinkan pulang pun tiba. Beberapa luka luarnya sudah kering, namun ada juga yang masih harus terus diobati.

Yechan pulang sesuai keinginannya, hanya ditemani oleh keluarga, tanpa ada Jaehan yang mengikutinya.

Itu malam hari, Jaehan mungkin akan terkejut karena tak mendapati dirinya esok hari.

Tak apa-apa, kata Yechan pada dirinya sendiri.

Namun, meski sudah meyakinkan diri bahwa ini adalah yang terbaik, hatinya terus berkata sebaliknya. Ada harapan bahwa pria itu akan datang, ada harapan untuk melihat lagi sang mantan tunangan.

Memang, ia akui begitu berat hatinya untuk melupakan. Namun, setiap kali keyakinannya hampir goyah, saat itu pula bayangan akan apa yang sudah Jaehan dan hyungnya lakukan kembali datang.

Menggeleng pelan karena tak ingin sakit di kepalanya semakin terasa, Yechan dibantu oleh sang ibu kembali berjalan menuju mobil di mana ayahnya sudah menunggu.

"Eomma dan appa sudah menemui Tuan Kim?"

Ayahnya yang tengah mengemudi mengangguk sekali. "Meski begitu, saat kau sudah cukup sehat, datanglah untuk menjelaskan lagi. Sepertinya dia belum begitu rela kehilangan calon menantunya."

Yechan mendesah, "Sebenarnya aku sudah menyerahkan surat pengunduran diriku saat mereka berkunjung beberapa hari yang lalu. Kurasa tak ada lagi alasan bagiku dan mereka untuk kembali bertemu ..."

Melepaskan semua ikatan, tak terkecuali dengan hubungan pekerjaan. Yechan sungguh-sungguh saat berkata akan melepaskan.




**




Jaehan berlutut di depan kedua orang tuanya. Kekecewaan masih nampak, namun alih-alih memarahi seperti terakhir kali, mereka memilih untuk mendiamkan Jaehan saat ini.

Hidup terus berlanjut, Yechan juga tak banyak menuntut. Anak itu hanya menyerahkan surat pengunduran diri yang belum mereka buka sama sekali.

"Aku akan menganggapmu hanya mengambil cuti. Terlepas dari ikatan perjodohan ini, kau tetaplah seseorang yang berharga untuk perusahaan kami. Bagaimana pun, kembalilah kapanpun kau merasa siap, Yechanie ..."

Saat itu, Yechan tak mengatakan apa-apa dan hanya mengangguk saja di atas ranjang rumah sakit.

Tuan Kim jelas tahu bahwa anaknya adalah pihak yang salah di sini. Pikirnya, Yechan bisa mendisiplinkan, nyatanya anak itu pun tersakiti juga pada akhirnya. Tak hanya hati, namun juga fisik yang harus hancur karena kecelakaan itu.

Tak apa, mereka bisa memahami jika Yechan mungkin saja muak dengan keluarganya saat ini.

"Apa lagi yang kau inginkan, Kim Jaehan? Ayah dan ibu mertuamu datang, membatalkan perjodohan. Lalu, tunanganmu juga dengan lantang menyerahkan surat pengunduran diri. Benarkah ini yang kau inginkan?"

Jaehan menunduk dalam.

Benar. Ini adalah kebebasan yang selalu ia inginkan. Pikirnya, bebas dari Yechan akan menyenangkan, tapi kenyataannya berbeda, kini hanya gamang saja yang terasa di hatinya.

"Appa tak peduli lagi, sekarang lakukan apapun sesukamu ..."

Ayahnya menghela, lalu pergi meninggalkannya. Ibunya pun diam tak mengatakan apa-apa.

"Aku pasti akan membawanya kembali."

Setelah mengatakan itu Jaehan bisa mendengar suara langkah sang ayah berhenti.

"Aku tidak ingin berpisah dengannya, aku pasti akan membuatnya kembali padaku, Appa ..."

Hela napas terdengar, "Terserah kau saja."

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jaehan bukanlah orang yang bertanggung-jawab atau bahkan mau dibebani banyak pekerjaan seperti yang ia lakukan saat ini.

Akibat pengunduran diri Yechan, kini pekerjaan itu ia yang menangani. Pekerjaan yang sebenarnya tak begitu ia kuasai, namun setelah berusaha dan menguatkan hati, akhirnya ia bisa bekerja meski harus ditemani satu tangan kanan yang siap membantunya.

Ayah dan ibunya tak berkomentar apa-apa. Kalimat terserah kau saja, sungguh diterapkan oleh mereka. Jaehan diabaikan, hal yang belum pernah ia rasakan. Namun, karena hal ini, ia menyadari betapa berat hal-hal yang dilakukan Yechan setiap hari. Tak jarang pria itu hanya memiliki sedikit waktu untuk tidur. Tak heran jika pria itu tak memiliki banyak waktu untuk dirinya yang selalu menginginkan ini dan itu.

Tak hanya soal pekerjaan, karena absennya Yechan, Jaehan pun mulai serius dalam perkuliahan.

Ia dengar Yechan sudah kembali masuk kuliah, namun tak pernah sekalipun ia dapati sosoknya meski sengaja Jaehan mencari kesana kemari. Yechan jelas menghindari.

Tak apa, Jaehan tak berniat untuk menyerah juga.

Sekarang, biarkan ia yang berjuang. Tak peduli jika akan ditolak berkali-kali, Jaehan memutuskan untuk tidak menyerah sampai Yechan kembali.

"Tunggu aku, Yechanie ..."


Namun, sesuatu yang ia pikir sudah pergi, kini justru datang dan berdiri di hadapannya sekali lagi.

"Hangyeom Hyung?"

Hangyeom menegakkan punggung, dengan sorot mata datar pria itu menatapnya, "Kim Jaehan, aku ingin bicara."

Unwritten Destinies ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang