15

270 41 1
                                    

"Kau sungguh tak memahami bagaimana perasaan Yechan bahkan setelah kalian berciuman?"

Jaehan mengangguk. Menyadari bahwa dirinya memang sebodoh itu dulu.

Rautnya berubah sedih dan Sebin jadi tak enak hati. "Hyung, mian ..."

"Tidak apa. Aku hanya teringat bahwa setelah hari itu, meski hubungan kami membaik, tapi tak lantas membuatku mencintainya. Aku memang berjanji akan berubah, tapi kenyataan berkata bahwa sulit juga untuk merealisasikannya. Kau tahu bagaimana aku. Bahkan orang tuaku sendiri kesusahan mengatur anaknya ini ..."

Jaehan tertawa.

Selain itu, dalam hubungannya dengan Yechan,  ya ... memang ada kecanggungan, namun suasana itu hanya berlangsung beberapa waktu dan setelahnya mereka kembali bersikap seperti dulu.

"Maksud Hyung seperti dulu?"

"Ya, sama saja seperti sebelumnya, hubungan itu membaik, tapi tak lantas ada kemajuan juga. Kami hanya dua orang pria yang tinggal bersama, tak ada ikatan, tak ada perasaan." Walau baru Jaehan sadari bahwa itu hanya ia rasakan sendiri.

Yechan mencintainya, sejak lama. Ia saja yang tak menyadarinya, atau mungkin sebenarnya Jaehan mengetahuinya, ia hanya menolak untuk percaya.

Sebin juga tampaknya mengerti. Tak ingin menghakimi, walau ada hal yang masih tak ia pahami, "Setidaknya rasa suka sebagai teman, apa itu tak pernah Hyung rasakan?"

"Aku ... tidak tahu. Hanya saja, tak lama setelahnya, ada orang lain masuk dalam hubungan kami berdua."

"Siapa?"

Jaehan tersenyum, namun itu bukan jenis senyum yang Sebin suka.

"Seseorang yang kukenal sebelum Yechan. Kebodohan terbesarku adalah saat aku justru membuka hati untuk orang itu, dan bukan tunanganku."

Jaehan mengkhianati Yechan dan itu membuat hubungan mereka semakin berantakan.

Saat ini pun Jaehan merasa bahwa di balik rasa cinta yang Yechan punya, pria itu masih sulit untuk menaruh kembali rasa percaya pada dirinya.

Salahnya tentu saja.

"Hyung-"

Jaehan tertawa, "Ya, aku memang sebrengsek itu di masa lalu, Sebinie ..."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Bahkan jika memang tak peka, setidaknya Yechan berharap Jaehan tak sebodoh ini untuk sekedar memahami apa arti ciuman yang ia berikan tadi.

Namun, melihat bagaimana reaksi pria ini, tampaknya Yechan harus mengubur dalam-dalam harapannya selama ini.

Pada akhirnya, ia memilih untuk bersikap biasa saja. Enggan menjelaskan juga.

Cara apa lagi yang harus ia lakukan?

Yechan mulai merasa kelelahan.

Satu-satunya kemajuan hanya mereka yang tak lagi berseteru.

Sebenarnya Yechan juga menyadari bahwa tak ada rasa di hati tunangannya ini.





"Kalian bertengkar lagi?"

Yechan yang sedang duduk dengan laptop di hadapannya, mengerjakan tugas kuliah yang terpaksa ia selesaikan di rumah.

Bukan rumahnya, tapi kakaknya.

Hangyeom duduk di sebelahnya, mengerti sepenuhnya bahkan jika sang adik tak ingin menjawab pertanyaannya.

"Sesulit itu kah menghadapi Kim Jaehan? Saat bertemu dulu, dia tampak seperti anak manis yang penurut, meski sedikit manja."

"Dia memang manis." Dia juga manja.

Yechan menghela sebelum melanjutkan kalimatnya. "Akan tetapi, aku datang ke sini juga bukan karena kami bertengkar atau apa. Aku hanya ingin mengunjungi kakakku yang tak pernah mau pulang ke rumah orang tuanya."

Hangyeom tertawa, "Jadi, appa dan eomma yang mengutusmu kemari?"

"Mm. Pulanglah, Hyung ... setidaknya saat mereka ulang tahun nanti."

"Baiklah. Akan Hyung usahakan ...."

Yechan berdecih, tak percaya tentunya. Hangyeom selalu mengatakan iya. Hampir bosan Yechan mendengarnya. Kenyatannya, menunjukkan batang hidung saja tak pernah Hangyeom lakukan.

Entah mengapa, ia tak tahu juga. Padahal Yechan selalu merasa hubungan Hangyeom dengan orang tuanya baik-baik saja.

Mungkin hanya ia yang tak mengetahui kebenarannya?

Ya. Mungkin ...

"Yechanie, jika aku pulang nanti, boleh aku mampir ke rumahmu?"

"Tentu. Tapi, jangan macam-macam dengan tunanganku."

Hangyeom kehilangan senyuman. "Kau tahu kan jika aku tak menyukai laki-laki? Kau bisa tenang untuk masalah ini, Yechanie."

Yechan mendongak, mengalihkan tatapan ke arah sang kakak, "Aku tahu. Akan tetapi, aku juga serius soal ini."

Karena ini Kim Jaehan yang sedang mereka bicarakan.

"Bagaimana pun, kau lebih dulu bertemu sebelum aku, dan seharusnya kalian lah yang saat ini bersama. Bukan salahku jika aku harus waspada atas kehadiranmu."

Celetukan Yechan dikatakan tanpa nada. Terkesan datar, namun cukup membuat hati Hangyeom bergetar.

"-dan jangan lupa ... kau sudah melepaskannya sejak pertama. Jadi, jangan pernah berpikir untuk mengubah apa yang sudah aku bangun sejak lama."

Sedikit keterlaluan, Yechan menyadarinya. Hanya saja, firasatnya selalu tepat sasaran, dan ia merasakan begitu banyak kekhawatiran.

Meski masih berharap bahwa ini hanya sebatas prasangka.

Masih berharap bahwa kakaknya terus berpegang teguh pada pendiriannya yang pertama.

Unwritten Destinies ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang