*Blizzard pov*
*Boom....!!*
Suara sesuatu meledak menyadarkanku dari tidur minimku.
Dengan kerutan di dahiku aku membuka mataku yang seharusnya tak terbuka sebelum esok hari.
Ingin rasanya aku mengabaikan hal itu, tapi perasanku tak enak. Sesuatu berbisik berkata aku harus bangun dan memeriksa sumber suara.
"Hmn...". Suara protes menyadarkanku ada sosok manusia yang menemani tidurku, dan bukan hanya satu, namun ada dua.
"Sejak kapan mereka masuk sini?". Pikirku melihat dua anak nakal yang selalu menempel saat tidur pada aku dan german layaknya bayi monyet.
Aku bergerak perlahan dan beranjak dari kasur, tak lupa aku membuat sikembar tak identik ini berpelukan agar mereka tak terbangun dan membuat kepalaku pusing.
Bicara soal kepala pusing, pertanyaan pasti muncul mengenai dimana german bukan?.
Dia ada dikamar sebelah.
Tepatnya dikamar Khai.
Karena jika perth dan mean selalu mencuri tempatnya dikasur kami, german selalu mengalah dan tidur bersama khai dikamar khai, anak kesayangannya.
*deg!*
Oh tuhan....
Aku menghela napas panjang melihat apa yang telah terjadi pada rumahku.
Ruangan belajar anak anak telah menghitam legam.
Yah, hitam legam dan sangat kacau.
Sungguh sungguh kacau........
"Apa yang sedang terjadi pada ruangan ini?". Tanyaku mengagetkan sipelaku.
"Siang papa......". Khai, sipelaku yang kini wajahnya sudah menghitam legam terkena ledakan, tersenyum seperti tak memiliki dosa apapun.
"Apa yang kau lakukan?".
"Khai membuat bom mini". Ucapnya memperlihatkan sisa bom kecil yang telah meledak.
"............ Bom?". Aku mencoba mengkonfirmasi hal gila apa yang ku dengar.
"Iya. Bom mini. Khai membuat bom mini pah".
Aku terdiam.
Apakah aku boleh berteriak?.
Aku sangat ingin berteriak namun aku tak punya cukup energi untuk marah.
Tapi membuat bom?.
Anak bungsuku ini masih berusia 13 tahun dan dia sudah membuat bom dan sengaja meledakkannya di dalam rumah?!.
Aku hanya bisa memijat dahiku.
"Khai, lihat apa yang ayah temu....". Suara familiar membuatku menoleh medapati german berjalan dengan senyuman lebar membawa bahan bahan yang ku yakini adalah bahan peledak.
"Oh shi.....". Nampak terkejut, german segera menyembunyikan apa yang dia bawa ke belakang tubuhnya.
"Sayang?. Tumben sudah bangun?". Dia mencoba mengalihkan perhatian.
"Really german?. Kau membantu anakmu membuat benda benda berbahaya?". Aku menatap german dengan tajam.
"Itu..., khai bilang dia ada tugas prakarya sekolah untuk minggu depan blizz, jadi .... aku hanya membantu anakku".
"Membuat bom untuk Prakarya sekolah?".
German hanya diam namun ekspresinya jelas terlihat dia tak menyesali perbuatannya.
Aku hanya bisa menghela malas.
Jujur saja aku tak termotivasi untuk marah marah. Aku masih mengantuk dan masih ingin tidur hingga esok.
YOU ARE READING
My Beautiful Fate. (End)
FanfictionAku akan membuktikan pada duniamu bahwa aku pantas. *lanjutan cerita dari 'the piravich triplet's diary'.