Suatu hari, hime berjalan kaki menuju halte bus terdekat dari tempat dia bimbingan belajar.
Sesampainya di halte, Hime nampak cendrung menatap kanan dan kiri seakan dia terburu buru dan butuh bus tiba secepatnya.
"Jika kau berharap bus akan tiba lebih cepat dengan cara menatap jalan maka kau salah nona". Ucap seseorang yang hime kenali suaranya.
Itu suara mean king rathavit. Sepupunya yang sangat mengesalkan.
"Tsk!". Hime mendelik malas."Menjauh dariku. Kau stalker jelek!". Ucap hime Tak mau menatap kepada mean. Dia memilih mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Jelek?. Wajah setampan ini kau bilang jelek?". Mean tak terima.
Hime melirik ke arah mean dengan tatapan tajam. "Kau mau tau sesuatu?. Jiwa yang jelek terkadang menutupi paras menawan seseorang".
Bukannya kesal mendengar ucapan hime, mean malah tersenyum.
Tak bisa mean pungkiri, dia memang sedikit jahat.
Sedikit?.
Well, lebih banyak dari adik kembarnya perth mungkin.
"Mana jemputan mu nona ime?". Mean duduk disebelah hime.
Hime diam seakan dia tak mendengar apapun.
Melihat bus tiba, membuat hime segera berdiri bersiap untuk naik ke bus. Tapi ketika dia akan melangkah mendekat ke bus, hime merasa tubuhnya mendadak sangat berat.
Saat dia menoleh ke belakang, dia mendapati ranselnya ditarik oleh mean yang kini menatapnya dengan tatapan jahil.
"Lepas!". Ucap hime kesal.
Mean malah menggelengkan kepalanya.
*tin!* *tin!*
Bus memperingatkan hime untuk segera masuk.
"Lepas tidak?!".
Mean masih menggeleng jahil.
"Mean!!".
YOU ARE READING
My Beautiful Fate. (End)
FanfictionAku akan membuktikan pada duniamu bahwa aku pantas. *lanjutan cerita dari 'the piravich triplet's diary'.