PROLOG
Devano menatap aneh para tamu keluarga besarnya. Dia masih mengenakan seragam biru kotak-kotak, seragam khas Taman Kanak-Kanak Nusa Bangsa.
"Mbak Tika mama mana? Mama udah sembuh?" Tanyanya polos sambil memegang lolipop kesukaannya. Tika adalah asisten rumah tanggganya yang baru saja direkrut beberapa bulan lalu
"Adek, janji ya nggak boleh sedih?"
"Itu kakak? Kakak sudah pulang? Tapi kenapa boboknya disitu mama juga?'' Devano tersu bertanya, tak ada raut kesedihan, hanya saja dia bertanya-tanya mengapa saudaranya berkumpul menangis sambil membaca surah pendek?
"Ibu sama kakak bubuk nggak boleh diganggu ya, Devano disini sama papa sama kakek"
"Tapi Devano bakalan kangen sama Kakak Syifa sama mama" Jawabnya sambil terbata-bata lalu berangsur menangis meraung- raung. Dukanya pecah seketika, seolah Devano mngerti bahwa dia ditinggalkan untuk selamanya. Masih terlalu dini sang ibu meninggalkannya, bagiamana bisa seorang lelaki tulang punggung menggantikan kasih seorang ibu. Bagas diam seribu bahasa, disisi lain dia masih berduka atas kepergian anak dan istrinya, disisi lain dia juga harus memikirkan masa depan Devano. Apakah hal terbaik yang akan dilakukan? Apakah dia akan merekrut seorang ibu untuk Devano? Apakah dia mempunyai rencana terbaik bagi masa depan anakya?
***********************************
Pasca seratus hari almarhumah Dinara dan Syifa, Devano masih sering terdiam, lebih awal melelapkan matanya dari jam-jam sebelumnya dan menangis tanpa sebab. Sejak kepergian Dinara dan Syifa, Bagas sendiri sering pulang dari kantor lebih awal, megingat juga anak semata wayangnya sendirian dengan asistennya
"Pa, apa mama sama kakak nggk kangen kita? Kenapa nggak telpon aja?" pertanyaan itu sering terlontar dihari-hari sebelumnya hingga membuat bagas frustasi dan enggan menjawabnya. Tapi bagaimana lagi, dia hanyalah anak kecil
"Karena mama sama kakak udah bahagia lihat Devano yang pinter sekolahnya"
"Tapi kenapa mama sama kakak bisa kesana? Sebenarnya tahu nggak sih kalok Devano tu kangen? Devano bisa nggak ketemu lewat mimpi?"
"Bisa" Jawabnya singkat
"Waah! Devano mau mau. Gimana caranya?" Wajahnya berubah berseri-seri kesenangan. Dan bagaspun tahu bagaiamana dia sangat merindukan ibu dan kakaknya
"Devano harus mau mendoakan terus dan membacakan surah pendek ketika habis sholat dan mau tidur"
Devano tertunduk mengerucutkan bibirnya "Devano belum bisa hiks, hiks". Tangan kekar bagas mengusap pipi gembulnya yang basah dengan buliran air mata, lalu mencium memeluknya memberi kenyamanan. Mereka sangat sepi, sangat hampa kehilangan wanita yang sebelumnya menjadi pengahat disetiap sudut rumahnya
"Berarti Devano harus belajar membaca qur'an, belajar sholat belajar agaman dipondok pesantren supaya Devano bisa ketemu mama sama kakak lewat mimpi". Bagas menangkup pipinya kembali. Kali ini dia tak terlalu faham dengan kata- kata pondok pesantren, dia hanya mengerutkan dahinya menganguk menuruti apa kata papanya. Apa mungkin dia berpisah dengan orangtuanya dengan usia 6 tahun?
*****************************
sembilan tahun kemudian......
"Pa, Devano mau pulang. Aku udah cukup dewasa buat urus diri sendiri dan aku yakin nggak akan buat beban papa dan kakek"
KAMU SEDANG MEMBACA
Back street
RomanceDevano Zayyan El Fawwaz mempnuyai trauma kehilangan terhadap dua wanita terpenting dalam hidupnya. Pasca kejadian itu menimpanya terpaksa dia harus dikirim oleh papanya kesebuah pondok pesantren, untuk menghindari ancaman dari pesaing bisnis orangt...