BAB 2

14 4 0
                                    


Pulang larut malam membuat lelaki berusia 17 tahun tersebut bangun terlambat. Meskipun sang kakek telah membangunkannya berulang kali, tapi apaalah arti ancaman dari Jalal, terkadang sikap kerasnya juga tak merubah kebiasaan cucunya. Tapi, jika di abaikan masa depan cucunya pasti akan terancam gagal.

Devano berangkat sekolah jarum jam hampir menunjukkan pukul tujuh. Padahal jarak yang ditempuhnya memakan waktu kurang lebih 30 menit. Dengan sekuat tenaga ia menerobos jalanan padat kota.

Sampai disekolah sudah dipastikan, pintu gerbang sudah tertutup rapi. "Per lima menit rokok satu bungkus" Tawar devano dengan seorang pejaga pintu gerbang sekolahan alias pak Joko. Nadanya santai sambil bersandar motor sport kebanggannya.

"Kamu menyogok saya?!" Katanya lelaki berkumis tebal didepan Devano, dengan memegang tongkat khas miliknya, matanya melotot dan berkacak pinggang. " ya, kalau bapak tertarik, kalau tidak ya___" belum sempat melanjutkan bicaranya langsung pak Joko menerima tawaran Devano

"Oke!. Berhubung kamu telat lima belas menit, jadi kamu memberikan saya__"

"Rokok tiga bungkus" Devano merogoh saku celanya yang memang sengaja dipersiapkan, menurutnya rokok tiga bungkus hanyalah hal kecil. Devano menyodorkan dengan sangat ringan seolah tidak mengurangi uang jajannya sedikitpun.

"Dasar! Generasi macam apa kamu?!" Pak Heri hendak memukul, namun Devano langsung menghindar dan menstater motornya menuju parkiran. "Ah, sialan! Dasar Heri Bunting" Umpat Devano sambil berjalan menuju kelas.

Sampai dikelas, Devano terkejut dengan suasana kelas tidak seperti biasanya. Dan sepertinya ketidak hadiran Bu Sasa membuat suasana kelas gaduh dan tidak beraturan. Tidak ada guru piket yang mengawasinya.

"Woi! Kalian pilih diam apa gue lempar pakai vas bunga!" Devano berteriak. Seketika perhatian semua teman-temannya tertuju padanya.

"Loe PMS van? Pagi-pagi baru datang udah marah-marah" Tanya Riko seraya merangkul bahu Devano.

"Otak loe kebalik? Bu Sasa lagi kena musibah loe enak-enakan" Devano berjalan menuju bangku hingga duduk ditempatnya. Devano diam mata elangnya terus menunjukkan bahwa dia harus segera membebaskan anak Bu Sasa.

"Van, Gue barusan ngelacak keberadaan Bara dan Vero" Aldo mendekat duduk didepan bangku Devano

"Jadi?" Devano menatap dingin Aldo.

"Kita Menuju markas mereka berada diperumahan Blok H" jawab Aldo. Tak perlu diragukan lagi bahwa Aldo memang memiliki kelebihan dibidang IT. Kemampuannya berpengaruh besar terhapap masalah yang sedang ia hadapi.

"Oh ya Al, kira-kira loe bisa ngelacak jodoh gue nggak sih, gue pikir-pikir loe tu jago banget ngelacak" ujar Riko

"Ck" decak Devano memutar bola matanya malas

"Jodoh loe besok ada dikatedral depan istiqlal" Cetus Devano

"Kampret lo Van! Lo seneng gue beda tembok sama bini gue?!" Jawab Riko

"Mau beda tembok, beda kolor beda alampun sekalian gue kagak peduli!"

"Kira-kira ayan lu udah sembuh Rik?'' Tanya Aldo seraya tersenyum miring.

"Belum sih, biasanya kalok orang punya ayan nular kesahabatnya dan itu lebih parah nying"

"Anjir lu! Umpat Devano.

kira-kira begitulah jika ketiganya saling beradu mulut. Selurluh kata-kata mutiarapun keluar dari mulutnya.

Setelah beberapa menit dengan keadaan yang sedikit tenang. Memasuki jam pelajaran kedua.

Back streetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang