"Njih ning sehabis tujuh hari saya antar kembali ke pondok" Mama menjawab telpon dari Ning Nava.
"Yang penting tetap muroja'ah dirumah, saya kahwatir Qu'ane mboten kerekso"
"Insyaallah Ning, meskipun saya tidak mahir membaca qur'an, sedikit-sedikit saya bisa menyimakkan, dan saya tidak banyak menuntut pekerjaan rumah, supaya fukos dulu sama ngajinya"
"Iya syukur Alhamdulillah. Saya tunggu saestu mbak Jihan, ndang balik ke pondok" Titah Ning Nava. Aku hanya diam dan mengerucutkan bibirku. Karena aku masiih belum ingin ke asrama lag. Aku ingin masih bisa menjenguk makam papaku setiap sore.
"Iya harus gimana lagi, tinggal sebentar. Habis ini kamu bisa pulang setelah tanggunganmu selesai, sudah khatam 30 juz, tasmi' 30 juz habis itu wisuda khotmil qu'an" mamaku bilang panjnag lebar seolah mudah untuk mengahafal qur'an
Aku perlahan meneteskan air mata mengingat masih seabrek tanggunganku. Aku harus ikut mengembangkan butik milik Ning Nava, menyimak deresan seperempat setiap khalaqoh sore belum aku menidurkan Arsyila setiap malam dan menyuapinya setiap pagi. Hampir tidak pernah tidur dibawah pukul dua belas malam karena aku harus mengulang kembali Atau muroja'ah hafalanku
"Nggak usah buat beban, dijalani yang ikhlas"
"Aku ikhlas ma, tapi berat ma hiks, hiks. Mama nggk pernah tahu gimana rasanya" kataku terbata-bata dan terus terisak
"Usaha itu nggak akan membohongi hasil. Yakinlah jika kamu sekarang bersusah payah hasilnya akan memuaskan, tidak akan mengecewakan" Ucap mama sembari melangkah menuju sofa lalu duduk mendekatiku
"Papa udah tenang, udah bahagia nggak ngerasain sakit lagi. tinggal kamu berdo'a buat papamu. Itu lebih baik." lagi lagi dengan gampangnya mama berkata seperti itu. aku tetap tidak bisa menghindari jika kepergian papa sangat membuatku terpukul. Aku tetap tertunduk menangis sesenggukkan. Rasanya jilbab yang aku kenankan mulai basah dengan air mataku yang sedari tadi sulit kubendung
"Jihan, kamu harus tetep semangat. Papa akan melihat kamu berhasil, kamu sukses. Jangan terlalu berlarut-larut itu justru akan merugikanmu sendiri" Kak Erika merangkul bahuku, tangan lentikny menghapus air mataku yang memenuhi pipiku.
"Aku sayang sama papa. Tapi kenapa Allah ambil papa. Apa semua kurang cukup dengan masa lalu jihan hiks hiks. Aku berusaha kuat aku nggak ingin buat papa kecewa lagi, aku ingin buktiin kalo aku bisa aku kuat, kenapa Allah selalu matahin hati Jihan? Emang salah kalo Jihan sedikit aja bahagia? Aku capek Kak!" Aku luapkan segala isi hatiku, entah mengapa aku sangat sakit sekali, aku terlalu lelah.
Mengahafal kalamullah bukan tentangnya saja. Bagaimana aku mengahadapi lika-liku sebelum aku bersentuhan sosok yang suci, beradaptasi dengan lingkungan yang memberiku beberapa kesibukan, bagaimana aku tetap fokus, kadang kontroversi. Aku merasa asing aku merasa beda dengan perempuan seumuranku. Terkadang aku merasa tersinggung dengan perkataan teman atau orang yang tak sengaja ia lontarkan meskipun mereka tidak tahu menahu tentang masa laluku dan tidak bermaksud untuk menyinggungku.
"Heh! Orang tu makin dewasa tu seharusnya bisa berfikir lebih jernih. Nggak gitu caranya menyikapi masalah. Toh, kematian itu udah pasti setiap orang juga bakal mati. Lo berhasil atau neggak tu yang untung elo bukan papa. Benerin tu niat lo!! ngaji tu niatnya lillah, muroja'ah tu niatnya mendekatkan diri sama Allah, mau lancar atau kagak, itu fadhol! Kalo lo nggak mau balik pondok atau asrama, gue kawinin lo sekarang juga! Buat apa ngaji nggak khaatam!" Suara Kak Farel menggema keseluruh ruangan. Mendadak semua bungkam termasuk mama. Air mataku berhenti seketika mendengar perkataan terakhir Kak Farel.
"Sayang udah. Nggak perlu segitunya" Bisik kak Erika, tetap terdengar olehku. Aku masih tersedu-sedu. Nafasku sesak karena terlalu lama menangis.
"Yang begitu perlu ditegesin, biar nggak berlarut-larut" Balas Kak Farel. Dengan menghirup vape, aroma mint meyeruak di indera penciumanku.
![](https://img.wattpad.com/cover/362488198-288-k500736.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back street
RomanceDevano Zayyan El Fawwaz mempnuyai trauma kehilangan terhadap dua wanita terpenting dalam hidupnya. Pasca kejadian itu menimpanya terpaksa dia harus dikirim oleh papanya kesebuah pondok pesantren, untuk menghindari ancaman dari pesaing bisnis orangt...