BAB 8

7 4 0
                                    



Setelah kejiadian yang menimpa Jihan beberapa hari yang lalu, Devano selalu meluangkan waktu untuk menjenguknya. Lantaran khawatir Jihan akan bertindak sesuatu yang tidak diinginkan. Mengingat kondisi jihan mengalami stres dan trauma berat.

Entah mengapa selarut ini dengan cuaca yang tak mendukung Devano ingin mencari angin segar. Padahal diluar udara sangat dingin hampir turun hujan. Devanopun memutuskan untuk pergi kerumah Farel.

"Malam-malam begini mau kemana?" tanya kakeknya yang masih duduk dibale-bale ruang tamu. Lelaki itu menatap penampilan cucunya yang tidak seperti biasanya. Memakai hoodie putih celana jins dan tak lupa khas aroma parfum yang menyeruak ke seluruh ruangan.

"Cari angin kek" Alibinya

"Kakek nggak akan ngelarang kamu selama itu baik buat kamu" Kakeknya beranjak dari dudukny lalu pergi meninggalkan Devanoa yang masih mematung disitu.

Setelah Devano mengendarai motor beberapa menit dia dikagetkan dengan seorang yang berlari berlawan arah dengannya.

Ckiittt

Devano mengerem mendadak. Dan tak disangka gadis didepannya berteriak histeris sambil menutup wajahnya. Sepertinya tidak asing beginya cewek yang hampir saja ditabraknya

"Lo nggak_" belum sampai selesai bicara matanya membola benarkah gadis didepannya?

"Jihan!" Tangan kekarnya berusaha membuka wajahnya. Jihan terus mengisak terus menghindar dari pandangan lelaki didepannya

"lo mau kemana? Lo mau kabur ya?"

"Lepasin! Gue mau pergi!" Gadis cantik itu hendak berlari namun sia-sia. Tangan kekar Devano menahan lengannya lalu memeluknya. Meskipun Jihan terus ingin menghindar dan meronta ingin melepaskan pelukannya. Semakin ia meronta semakin erat Devano memeluk

"Hiks, hiks gue mohon, kali ini aja. Gue nggak ingin ngerepotin kalian dan gue cuma beban, gue Cuma aib buat kelurga, gue malu Van, malu! hiks, hiks." Devano masih belum membuka suara. Dan pada akhirnya Devano melepas pelukannya sambil menatap gadis cantik didepannya. Dia tetap cantik meskipun sangat berantakan penampilannya

"Kenapa hujan belum juga turun? Karena sekecil apapun perkara sudah di atur sama Sang pencipta. Apalagi lo. Tuhan nggak akan mempermainkan hidup seorang hambanya" katanya sambil menyeka air mata Jihan. Tangan kekarnya merapikan rambutnya yang berserakan diwajahnya.

"Capek hiks, nggak ada yang peduli sama gue"

"gue kurang peduli apa? Lo kurang ada gue?"

"Gue pengen papa mama!" Teriak Jihan. Matanya terus memandang lelaki dihadapannya "Mana mereka?! Gue buruh mereka Van! Mereka aja nggak peduli sama gue, buat apa gue hidup? Mereka pasti malu punya anak kayak gue" sambungnya lagi. Tak banyak bicara Devano langsung memeluknya. Devano tahu bagaimana Ia membutuhkan semua itu. sepenuh apapun perhatiannya mungkin tak akan bisa menggantikan kasih sayang seorang orang tua.

"Gue janji, besok gue bakal bawa mama sama papa lo pulang. Apa lagi? Lo butuh apa lagi? Asal lo nggak pergi aja Je" Katanya kembali memeluk erat gadis cantik yang masih berstatus adiknya.

*******************************************

"Gimana papa sama mama loe? Uda bisa dihubungin?" Tanya Devano sambil menghisap vapenya

"Entahlah" Farel menggedikkan bahunya. Bingung dengan masalah yang sedang dihadapi orang tuanya dan musibah yang sedang menimpa adiknya

"mereka nggak bakal pisahkan?" Devano mencoba memberanikan diri bertanya. Lelaki berkulit putih bersih itupun hanya tersenyum miring, lalu menyesap kopinya

Back streetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang