Tak menyangka, seorang ayah yang selama ini ia sayangi, rindukan malah berbalik mengecewakannya. Tak bisa berkata apa-apa lagi, harus lari kemana. Saat ini benar-benar dalam titik terendahnya dan bagai sebatang kara hidupnya. Dia kembali mengurung diri dikamar bersama teman barunya putih, yang sedari tadi terus mengaung seakan mengerti betapa carut marutnya hati dan fikiran Jihan. Hingga gadis cantik itu tertidur dengan mata yang masih basah.
cklek
bunyi kenop pintu terbuka Lelaki bermata elang dengan tatapan iba sengaja ingin melihat keadaan Jihan secara langsung. Tidak berkata apapun hanya mematung dibibir pintu. Tiba-tiba putih meloncat berlari sampai tempat dihadapan Devano.
"Hai!" sapanya Lirih. Tangan kekarnya mengusap ujung kepala si putih, lalu berjongkok dan menggendongnya menuruni tangga.
"Jihan mau ketemu lo?" Tanya Farel.
"Nggak" Jawabnya singkat sembari memainkan putih dipelukannya. Dan ternyata mulutnya belum berhenti bicara. Sambil melangkah menuruni anak tangga ia berkata
"Mulai sekarang biar dia jadi urusan gue"
"Nggak! Sekalipun lo cinta, sayang sama dia. Gue kakaknya lebih berhak atas segalanya" Tolaknya. Farel mengejar Devano dengan langkah jenjangnya hingga mereka berhadapan satu sama lain. Devano tahu sepupunya itu sangat kacau meskipun dia pandai menyembunyikannya.
"lo nggak percaya sama gue?"
"Gue tahu lo sangat mampu. Tapi_"
"Tapi apa? Lo ingin jadi tulang punggung sendirian sedang keadaan mama sama papa lo kayak gini? Dan lo pikir gue akan diem aja lihat saudara gue berantakan kayak gini?" Mata tajamnya terhunus pada lelaki didepannya. Dan Farel hanya diam menunduk lalu mengusap kasar wajahnya.
"lo pikir lo siapa? Loe adik gue. Lo juga bagian dari hidup gue? Ngerti?!"
"Gue tahu, karena lo sayang sama Jihan lo rela kayak gini. Mjungkin kalo nggak karena dia, lo nggak akan ada disini, dan lo nggak perlu seberkorban ini demi adek gue, masih banyak cewek diluar sana yang lebih baik dari dia!"
Devano terperangah dengan perkataan Farel. Meskipun apa yang keluar dari mulut Farel mampu menyalakan api di ubun-ubun Devano ingat mungkin dia lagi carut marut pikirannya.
"Anjing lo Rel! sekali lagi lo bilang, gue robek mulut lo" Bisiknya sambil mencekram kerah kaos Farel.
Lelaki berkulit putih tersebut hanya diam menatap lelaki yang sempat tersulut emosi karena perkataannya. Dia terpaksa berkata seperti itu, karena dia tak ingin merepotkan siapapun.
Devano melangkahkan kakinya keluar rumah. kembali pulang kerumah kakeknya sambil membawa putih dipelukannya.
"Farel" panggilnya lirih suaranya terbata-bata, matanyapun sembab. Sejk kapan wanita itu berada disini?
"Ma! Maafin farel. Farel nggak bisa berbuat apa-apa disaat seperti ini!"
"Farel! Justru mama yang minta maaf. Mama nggak bisa jadi mama yang baik, nggak bisa jagain kalian" Tangan lembutnya melenangkup kewajah anak lelakinya. Air matanya luruh begitu saja beriringan dengan tangan kekarnya meraih tubuh lemah wanita paruh baya itu.
"Farel janji bakal jagain dan bahagiain mama, mama orang satun-satunya yang Farel punya sekarang"
***************************************************
"Bukan iklhas namanya jika masih ada rasa kecewa. Bukan sabar jika masih mempunyai batas" Jalal duduk ditepi ranjangnya aksen jawanya tetap menjadi khas gaya bicaranya. gadis mungil itu tetap menunduk duduk timpuh dilantai. Pandangannya kosong diam seribu bahasa.
![](https://img.wattpad.com/cover/362488198-288-k500736.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back street
RomanceDevano Zayyan El Fawwaz mempnuyai trauma kehilangan terhadap dua wanita terpenting dalam hidupnya. Pasca kejadian itu menimpanya terpaksa dia harus dikirim oleh papanya kesebuah pondok pesantren, untuk menghindari ancaman dari pesaing bisnis orangt...