BAB 9

8 4 0
                                    

Dari penjelasan Nesya, sedikit bisa meredakan emosi Devano. Dan berharap semua akan kembali seperti persahabatan sebelumnya. Tidak dari satupun dari mereka membuka suara termasuk Devano. Perkataan maafpun tidak, meskipun dalam hatinya sudah menyesali. mungkin karena masih tersulut emosi atau rasa gengsi masih menyelimutinya.

Bara meninggalkan tempat dengan langkah tertatih dengan beberapa luka dan darah yang masih mengalir. Gadis mungil dengan rambut terurai tersebut  terus menatap iba pada lelaki berambut pirang tersebut.Dan  Devano sangat tak menyukai itu. Wajar, mungkin Devano cemburu meskipun Bara merupakan salah satu teman akrabnya.

Farel menyuruh kembali kedua perempuan yang masih terpaku memasuki mobil. Keduanya menurut lalu berjalan menuju mobil

"Jadi kalian sudah saling kenal?" Tanya Jihan pelan

"Iya. Sejak Kak Devano nolongin gue waktu itu" Nesya diam sejenak "Setelah itu nggk pernah lagi bertemu" lanjut Nesya

"Bara?"

"Gue nggak tau siapa dia, yang jelas kemaren dia ada niatan mau nolongin gue. Jadi, gue pikir dia orang baik-baik" Nesya tersenyum tipis. Begitu juga Jihan dia menanggapi dengan senyum tipis. Nesya tak ingin banyak bertanya tentang gadis cantik disbelahnya, sudah jelas bahwa Jihan masih sangat terpuruk dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Dalam perjalanan pulang Gadis mungil bermata coklat itu terus memandang keluar ke arah jendela sambil melekuk lututnya. Sesekali menenggelamkan wajahnya yang terlihat pucat. Rambut lurusnya menutupi wajah cantiknya dibalik cahaya remang lampu dalam mobil

"Jihan, kalo gue sering main kerumah loe nggak apa-apa kan?" Nesya mencari topik agar tidak canggung.

Jihan menoleh dan menganggukkan kepalanya tersenyum simpul " iya nggak apa-apa"

Hampir dua puluh menit lamanya, Farel membelokkan mobilnya ke arah komplek perumahan elit rumah Bu Sasya. Tiba-tiba kaki Farel memnginjakkan rem secara mendadak, membuat kedua gadis yang duduk dibelakangnya kaget

"Kak Farel kenapa?"

"Tu, ada kucing lewat" Jawab Farel santai.

"Kak bukain kuncinya" Jihan mengetok-ngetok kaca mobil

"Mau ngapain?" Farel membukanya. Lantas Jihan keluar tanpa alas kaki dan berlari kecil, lalu menggendong kucing berwarana putih bersih, mata merah menyala dan ekornya yang sedikit panjang. Jihan tidak tau persis itu jenis kucing apa. Yang jelas Jihan ingin mengambil dan merawatnya.

"jorok tau nggak, nggak usah dibawa pulang! Besok gue beliin"

"Dia terlantar. dia lebih membutuhkan kita dari pada kucing mahal yang udah kerawat sejak orok!" Jelas Jihan sambil mengelus puncak kepala kucing tersebut

"Kucing itu milik tetangga gue, pemiliknya kebetulan kena kasus narkoba dan entah sejak kapan dia tidak terurus. Sudah beberapa minggu ini gue sering lihat dia kelantungan di disekitar komplek" Sahut Nesya. Ternyata dia kenal dengan kucing itu.

"Tuh kan. Udah lepas ah! Lihat tu bulunya roktok jijik gue. Belum ntar kalo kencing sembarangan"

"Astaghfirullah Kak farel loh! Nggak boleh gitu. Dia kesanyang Rasulullah!"

"Umatnya lebih disayang, nggak dia doang!" Bantah Farel sambil fokus menyetir

"Umatnya suka nggak peduli sama makhluk. Kalo kakak umat Rasullah tauladani dong sikap beliau" Skak mat Jihan. Farel hanya menggelengkan keplanya "Terserah loe dah" Akhirnya Farel mengalah, tepatnya sudah kalah dan tak mau memperpanjang. Dari situ Jihan bisa kembali mengulas senyumnya sedikit setelah kejadian itu.

Back streetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang