new chapter 2

3 1 0
                                    


"Papa kenapa Kak?" tanya ku sedikit manahan air mata. Bibirku bergetar dan aku tak sanggup lagi mengatakan sepatah katapun. Aku sangat menghawatirkannya, rasanya kakiku tak bisa berhenti berjalan mondar-mandir didepan ruang ICU.

"Jihan, udah makan sayang?" Tanya mamaku yang berdiri disampingku, sambil memgang lenganku, aku langsungmneggelengkan kepalaku. Aku tak terasa lapar sekali, aku ingin melihat wajah papaku. Papaku yang selama beberap tahun ini aku jarang memandangi wajahnya.

"Gih, makan dulu" Titah mama. Tapi tetap saja aku tertunduk diam dan sekilas melihat jendela ruang ICU

"Mama makan aja dulu, Jihan nanti" kataku sambil berjalan menuju tempat duduk yang disediakan diruang tunggu.

"Maaf dengan keluarga Pak Seno" Dokter keluar dari ruang ICU

"Iya saya Putrinya" Aku cepat berdiri. Waktu itu mama pergi membeli nasi dikantin dan Kak Farel masih berada dirumah karena sedari kemarin dia sudah menunggu, sekarang giliran aku.

"Pasien sudah melewati masa kritisnya, keluarga sudah diperbolehkan menjenguk"

"Alhamdulillah terimaksih dok" Aku sangat senang sekali, inilah yang aku inginkan Tuhan. Jika papa tidak sakit pasti aku nggak akan bertemu papa batinku. Aku kembali menunggu mama untuk bersama masuk menjenguk papa.

"Mama! Papa udah boleh dijenguk" aku berlari sembari menggoyang-goyangkan badannya

"Syukur Alamdulilllah" aku dan mama bejalan menuju ruang rawat papa. Aku membuka pintu tanpa ragu aku langusng berhambur kepelukannya. Aku menangis seolah aku sangat takut kehilangan, aku sangat merindukan papa. Apakah papa sama merindukan aku? Apa dulu waktu itu papa benar-benar benci, malu punya anak aku?. Papapun juga meneteskan air matanya, mengelus puncak kepalak, aku panadangi sebentar, matanya terlihat lebih keriput, wajahnya lebih tua dari beberapa tahun lalu. Badannya sedikit kurus, tapi tetap tampan seperti Kak Farel, iya wajahnya mirip kakakku. kembali aku memeluknya erat sambil sesenggukan

"Hiks, hiks, Jihan kangen pa. Papa nggak kangen sama Jihan?" Aku mendadadk seperti anak kecil. Iya karena aku lama tidak manja meminta ini itu didepan papa.

"Kamu sudah dewasa, kamu cantik" Katanya terbata-bata. Lalu aku tersenyum mendengar pujian dari papaku sendiri. Lama sekali kata-kata itu tak ku dengar aku sangat merindukannya

"Papa harus sehat, Jihan udah disini temenin papa"

"Pasti, papa bakalan sehat terus bakalan bahagia bakalan tenang" Ucap papa. wajahnya tidak pucat sama sekali, namun sedikit menua. Tanpa aku sadari wanita yang sejak tadi memnawariku makan ternyata tak ada di sampingku. Aku tahu mereka sudah tak bersama lagi. ah, lagi-lagi itu sangat mengurangi kebahagianku.

Cklek

Bunyi kenop pintu terbuka, aku segera antusias menoleh karena pasti dia mama atau Kak Farel aku sangat senang papa sudah sadar, papa sudah sehat. Tapi apa yang aku dapati Kak farel denga seorang lelaki yang sangat tak asing bagiku, aku gugup setengah mati, harus apa yang aku perbuat setelah beberapa tahun tak bertemu. Kali pertama bertemu dengan Devano semenjak aku pindah di asrama Nurul Iman Abah Jamal. Bagaimana mungkin sangat bertepatan sekli aku bertemu dengannya

Mengapa harus sekarang aku bertemu dengannya, aku hanya membeku menunduk disamping brangkar papa.

"Assalamualikum om" Sapanya tanpa melirikku sedikitpun. Apa dia lupa? Apa marah? Apa mungkin lelaki dewasa cenderung seperti itu?

"Walaikumsalam" papa tersenyum. Laki-laki itu menyalami papa dengan penuh rasa hurmat, tidak berubah sama sekali perlakuannya terhadap orang tua.

"Udah sholat?" Kak Farel menyenggol sikuku

Back streetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang