Seminggu pasca kematian Chika, ketika polisi sudah selesai memeriksa area sekitar TKP, CEO Kojima mengadakan konferensi pers terbuka di pelataran kantor. Para awak media, cetak dan daring, memadati area berbentuk setengah lingkaran itu.
Gadis-gadis Starlight memandangi konferensi pers itu dari balik dinding kaca lobby kantor Mirai Entertainment. Mereka berkerumun dekat-dekat seperti sekelompok tikus dalam sarang. Arisu berada di tengah. Meski udara cukup hangat, gadis itu bersedekap bak orang kedinginan. Matanya sembab karena kurang tidur. Dokter telah menyuruhnya untuk beristirahat di rumah sampai luka dan keadaan mentalnya pulih, tetapi gadis itu bersikeras untuk hadir bersama teman-temannya.“Polisi-polisi itu menakutkan. Aku senang mereka sudah tidak berkeliaran di sini lagi.” Hana menghela napas panjang, lalu menoleh ke arah Arisu. “Alice-chan, kau kemarin juga sempat diperiksa polisi. Mereka tidak menyalahkanmu, kan?”
“CCTV di balkon merekam seluruh kejadiannya. Mereka tidak bisa menuduhku membunuh Chika,” jawab Arisu datar. “Namun tetap saja mereka menanyaiku macam-macam. Soal hubungan kami berdua, pertikaian kami …. Hal-hal yang sebagian besar tidak kuingat lagi sekarang. Terkadang aku merasa seperti hidup dalam mimpi buruk yang panjang. Jeritan Chika-chan ketika ia jatuh masih terngiang di telingaku. Aku penasaran apakah ia menyesali keputusannya sepanjang perjalanan ke bawah.”
“Menyesal atau tidak, itu bukan salahmu, Alice-chan,” ujar Akari tegas. “Kau terlalu baik. Kau selalu terlalu baik. Sekali-sekali, kau boleh beristirahat. Tidak usah berusaha selalu tampak positif dan mengutamakan orang lain. Pikirkan saja apa yang terbaik bagi dirimu.”
Kalian tidak tahu apa yang telah kulakukan, batin Arisu. Sampai sejauh ini, belum ada kawannya yang curiga bahwa ia bukanlah Alice yang asli. Tentu saja, bagi banyak orang, perpindahan jiwa adalah konsep yang hanya eksis di dunia fiksi. Dalam pikiran Arisu, hanya bocah dan orang gila yang mempercayai bahwa perpindahan jiwa mungkin terjadi di kehidupan nyata. Bahkan, kini Arisu mulai ragu apakah ia dahulu pernah benar-benar memiliki kehidupan lain sebagai anak SMA biasa yang sering dirundung di sekolah. Ingatannya mulai mengabur. Tak jarang ia mencampuradukkan kehidupan Alice yang pernah ia tonton dalam vlog dengan memori kehidupannya sendiri.
“Lihat para wartawan itu. Mereka seperti burung camar saja,” komentar Megumi. “Ada beberapa yang seragamnya tidak kukenali. Hei, apa ada yang tahu dari perusahaan mana simbol ikan terbang di kemeja wartawan berkacamata yang sedang berbicara dengan Bapak CEO? Sepertinya familier, tetapi aku tidak bisa mengingat nama stasiun televisinya.”
“Mana? Mana?” Para gadis yang lain pun ikut melongok. Sebagian besar seragam para wartawan itu asing di mata Arisu. Banyak juga yang tidak berseragam. Ia menyipitkan mata, berusaha melihat orang yang dimaksud Megumi lebih jelas. Alih-alih, matanya malah menangkap keberadaan sosok lain. Spontan, gadis itu terkejut. Tubuhnya menegang tanpa permisi.
“Eh, orang itu ….” Jari telunjuk Arisu berhenti di udara. Seorang lelaki muda berdiri di seberang jalan, agak jauh dari keramaian. Pakaiannya serba kelabu dengan masker hitam menutupi separuh wajahnya. Matanya sipit dan tajam, menatap lurus ke arah Arisu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderland's End
FantasyArisu Shimada sangat ingin menjadi idol, tetapi ia selalu dirundung karena penampilannya yang kurang menarik. Suatu hari, berkat bantuan seekor kelinci misterius, jiwanya berpindah ke raga Alice Akiyama, seorang idol yang sangat populer di Jepang. D...