Bab 3

2.5K 185 7
                                    

Becky

Itu hanya foto. Tidak masalah. Orang-orang itu tidak ada apa-apanya. Kau akan segera meninggalkan mimpi buruk ini selamanya.

Aku mengulangi kalimat itu berulang kali saat aku berjalan pulang. Aku seorang Armstrong, dan semua orang di kota ini tahu bahwa melawan Armstrong sama saja membahayakan diri sendiri, kecuali sekolah menengah tidak mengikuti aturan normal. Sayangnya disekolah ku para muridnya malah memiliki aturannya sendiri, sesuai dengan urutan kekuasaan yang berbeda. Akhir-akhir ini, aku merasa sangat rentan. Aku bagaikan kijang yang pincang di penangkaran, dan para pemangsa mendekat di sekitarku.

Itu hanya foto, Becky.

Aku mengepalkan tali ranselku terlalu keras, hingga membuat buku-buku jariku memar dan memerah terasa nyeri. Sebuah mobil dengan berisik mendekat di belakangku, camaro hitam itu berhenti tepat di sampingku, mesinnya mengaum memekakkan telinga mengalirkan rasa cemas pada diriku.

Seseorang menurunkan kaca kemudinya, kemudian suara bass penuh ejekan bertanya padaku. "Sendiri lagi? Dimana teman-temanmu gadis SMA?"

Sungguh manusia menyebalkan serta cabul ini lagi, apakah dia tidak punya pekerjaan lain selain menguntitku? Padahal aku benar-benar tidak mau lagi berurusan dengan dia. Aku mengabaikannya melanjutkan langkahku dan tetap menatap lurus ke depan.

Mesin mobilnya mati, aku bisa mendengar pintu mobil dibanting, meski aku tidak menatapnya aku cukup yakin kalau dia mengejarku. Sinar matahari menyinari bahu lebarnya, dan angin mengacak-acak rambut hitamnya. Di balik kacamata hitamnya, alisnya terangkat. Ada kekhawatiran yang tulus di wajahnya. "Apa yang terjadi?"

"Siapa bilang telah terjadi sesuatu?"

"Wajahmu menjelaskan semuanya Tinkerbell"

Aku mengacungkan jari tengah kearahnya. "Aku baik-baik saja. Dan jangan panggil aku seperti itu"

Freen meraih pergelangan tanganku, dengan jari tengahku yang masih tepat didepan wajahnya. "Aku tidak percaya padamu. Sekarang masuklah ke dalam mobil."

Aku mencoba melepaskan genggamannya, tapi tangannya seperti baja. "Lepaskan aku Freen!"

"Masuklah ke dalam mobil atau aku akan menidurimu ditengah jalan"

Ucapannya sungguh membuatku terkejut, benar-benar bajingan manusia ini. "Jangan kasar padaku"

"Aku bisa lebih kasar jika kau tidak melakukan apa yang aku katakan" katanya dengan suara mengancam.

Freen menarik napas dalam-dalam, saat dia akan membuka mulutnya, aku menyelanya.

"Oke, aku ikut denganmu, tapi tolong pelankan suaramu" Aku segera membuka pintu penumpang dan duduk di kursi depan. Aku mengabaikannya sejak dia mempermalukanku saat makan malam empat hari yang lalu. Dia membenci paman-pamanku, tapi kenapa dia harus melampiaskan amarahnya padaku?

Pertanyaan bodoh Becky.

Kalau saja dia tahu alasan sebenarnya aku tetap tutup mulut, mungkin dia tidak akan bertindak sesuka hatinya. Tapi apakah aku perlu mengatakan rencana kaburku padanya?

Bagian dalam mobil Freen berkilau sempurna serta berbau seperti pepohonan yang tercampur dengan aroma dirinya. Saat dia masuk dan menyalakan mesin, aku melirik tangannya yang besar serta bertato di kemudi. Ada sesuatu yang menarik tentang cara dia mengatur tuas persneling ke tempatnya saat dia menyalakan mesin dan memutar kemudi. Itu adalah hal yang sangat biasa yang pasti telah dia lakukan ribuan kali sebelumnya, namun perutku yang bergejolak tiba-tiba mereda, digantikan oleh sensasi yang berdebar-debar.

MALEVOLENCE (adaptasi) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang