Becky
"Kemarilah"
Jessica meletakkan cangkir teh susu ke tanganku, dia duduk di sofa sampingku. Ekspresinya tidak dapat aku deskripsikan, entah apa yang sekarang dia pikirkan. "Bagaimana perasaanmu?"
Sudah tiga hari sejak Jessica dan aku sama-sama mengetahui hasil tes kehamilan yang positif. Orang-orang yang hadir dipesta itu mungkin sampai saat ini masih membicarakan aku dan Freen. Duniaku serasa berhenti ketika mengetahui fakta itu benar terjadi padaku. Semuanya berjalan terlalu cepat dan itu di luar kendaliku.
Aku masih ingat bagaimana kacaunya aku ketika menggenggam dua buah alat tes kehamilan dengan hasil yang sama-sama positifnya di masing-masing tanganku. Yang ingin aku lakukan saat itu hanyalah berteriak sekencang-kencangnya. Aku akan membunuhmu Freen Sarocha!
Namun sekarang aku merasa sedikit membaik. Aku menatap nanar cangkir tehku, berharap aku punya cara untuk membuat segalanya lebih terlihat masuk akal.
"Masih belum dengar kabar apa pun dari Freen?" Jessica bertanya sambil melirik layar ponselku yang tidak menyala.
"Tidak" bisikku lemah
Setelah aku dan Jessica meninggalkan pesta, Freen juga berlari keluar, namun aku melihat sekilas paman-pamanku mencoba mengejarnya, tapi aku tahu paman kehilangan jejak Freen di dekat gang, dan sejak saat itu tidak ada kabar lagi darinya. Jessica juga memberitahuku bahwa Chandra Sarocha menurunkan harga dirinya dengan berlutut didepan ibu, meminta maaf atas perbuatan adik bayinya. Ternyata Freen bukan hanya orang yang tidak bisa diandalkan, tidak bertanggung jawab, dan sembrono seperti yang selama ini mereka yakini. Dia jauh lebih buruk.
Tapi itu tidak mengherankan bagiku. Siapa pun yang mengacaukan alat kontrasepsi seseorang saat dia sudah menikah itu sudah pasti dia gila.
"Ibu menelepon lagi," ucap Jessica penuh sesal, aku tersentak dan diliputi rasa bersalah. Aku belum siap bertemu dengan ibu, aku bahkan mengabaikan telepon dan belasan pesan suara darinya. Namun karna rasa penasaranku aku membuka pesan itu tanpa berani membalasnya.
Ibu bilang ...
"Aku tidak menyalahkanmu sayang"
"Itu bukan salahmu, itu salahku"
"Seharusnya aku mewaspadai kehadirannya dirumah kita"
"Freen pandai memanipulasi"
"Dia hanya orang kejam yang ingin mempermalukan kita semua demi bersenang-senang"
"Ibu tidak akan pernah memaafkannya atas semua perbuatannya padamu"
"Ibu sangat..sangat menyesal"
Suara ibu bergetar penuh kesakitan.
Aku sudah berada di rumah Jessica selama tiga hari, aku masih enggan bertemu dengannya karena terlalu malu menghadapi Ibu. Akan lebih mudah jika dia marah dan berteriak padaku. Tapi cara pemahaman dan simpati ibu hanya membuatku merasa lebih buruk.
Ponsel Jessica bergetar, lalu tak lama setelah itu bel pintu depan berbunyi. Dia melirik ponselnya dan menghela nafas. "Itu ibu. Aku sudah memintanya tidak menemuimu sampai kau benar-benar siap."
"Mungkin memang sudah saatnya aku harus berbicara dengan ibu. Pada akhirnya aku juga harus menghadapinya kan?" Aku meletakkan tehku kembali ke atas meja, mengambil bantal dan menyodorkannya ke perutku. "Ya Tuhan," erangku.
"Apakah kau merasa sakit?"
"Iya, tapi bukan karena aku hamil." Aku menarik napas dalam-dalam. "Biarkan ibu masuk. Aku harus segera menyelesaikan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
MALEVOLENCE (adaptasi) END
RomansALL CREDITS GOES TO THE ORIGINAL AUTHOR/S. 21+ dark story