Bab 16

1.4K 170 12
                                    

Freen

"Bangun Sarocha. Hari ini kau keluar dari sini"

Aku mengerang dan berguling kesakitan ke samping. Tidur semalaman di lantai beton yang dingin memberikan efek yang buruk pada tulangku yang sudah sakit.

Aku telah mempersiapkan diri selama berhari-hari. . . Satu minggu? Mungkinkah sudah sebulan? Entahlah, aku tidak sempat menghitungnya. Aku menghabiskan waktuku yang membosankan untuk melakukan press-up, sit-up, lunges dan pukulan. Untungnya mereka memberiku cukup makanan dan air untuk membuatku tetap hidup. Jika ada kesempatan untuk melarikan diri, aku yakin aku harus berjuang mati-matian untuk bisa keluar dari sini.

Marzio membuka kunci pintu dan berdiri kembali, matanya bersinar terang. "Keluarlah.."

"Oh ya? Kemana aku harus pergi selanjutnya?" Aku membuat diriku terdengar bosan tidak tertarik, tapi jantungku berdebar-debar saat aku berdiri dan keluar dari dalam penjara.

Tomaso dan Roberto ada di sana, sepertinya mereka tidak menyukai ucapanku barusan, tapi aku tidak perduli. Ada laki-laki lain di ruangan ini, laki-laki yang sama sekali tidak kukenal, dia bertubuh lebih besar dariku, matanya seperti manik-manik dengan bibir yang melengkung, aku sangat yakin jika dia jauh lebih kejam dariku ataupun dari ketiga psikopat ini sendiri. Laki-laki itu mengenakan celana pendek serta polo hitam dengan hiasan merek pakaian olahraga di lehernya. Cara dia meretakkan buku-buku jarinya mengirimkan perasaan tidak menyenangkan ke dalam diriku.

"Ini hari keberuntunganmu," Tomaso memberitahuku sambil tersenyum, bajingan itu mengulurkan tangan kepada pria asing itu. "Kau harus melawan Rocco, jika kau menang, kau bisa bebas."

Aku memandang sekeliling ruang bawah tanah yang lembab, ini adalah ruang bawah tanah yang berbeda. Entah sejak kapan para psikopat ini memindahkan ku, yakin bahwa aku belum pernah merasa kurang beruntung dalam hidupku. Aku sedang bertarung di sini?

"Ada apa Sarocha? Tidak tertarik untuk mendapatkan kebebasan yang sangat kau idam-idamkan itu?" Roberto bertanya, kebencian mengubah wajahnya menjadi sesuatu yang lebih jelek dari biasanya.

Aku meregangkan tanganku dengan malas di atas kepalaku, bermain-main dengan waktu. Mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Oh Tuhan! Aku butuh lebih banyak saksi untuk semua kebaikanku daripada kalian."

"Apakah kami terlihat kotor dimatamu?" Marzio bertanya dengan geram.

"Kami sudah menyiapkan arena pertarungan untukmu di lantai atas, di tempat gym, dan semua teman kami diundang untuk menyaksikanmu dikalahkan."

Jadi begitulah adanya. Tiga bersaudara psikopat ini ingin menjadikan kematianku sebagai tontonan. Menarik!

"Baik. Ayo lakukan sekarang, aku sudah tidak sabar" Aku mengangkat bahu menuju pintu, tapi Marzio menghentikanku.

"Tunggu bodoh. Aku punya lembar persyaratan untuk kau tandatangani sebagai bukti bahwa kau bersedia menyetujui pertarungan ini."

"Aku bahkan rela kalian pukuli asal bisa meniduri ibumu"

Tanpa aba-aba Tomaso menghantamkan  tinjunya ke perutku, membuatku mundur perlahan dan terbatuk-batuk.

Dengan mata berkaca-kaca, aku menegakkan tubuhku lagi. "Tidak bisakah kau mendengar lelucon?"

"Jangan banyak bicara, tanda tangani ini dan kau bisa pergi." Marzio meletakkan setumpuk kertas serta pena ke atas meja di dekatnya.

"Ini adalah surat cerai dari Giulia. Dia ingin secepatnya menyingkirkan mu melalui pertarungan ini. Sebelum kau menandatangani surat cerai itu pastikan kau sudah menandatangani perjanjian pertarungan itu, jadi keluargamu tidak akan menuntut kami saat kami mengantarkan mayatmu pada mereka" 

MALEVOLENCE (adaptasi) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang