Bab 12a

2.2K 166 10
                                    

Becky

"Apakah aku seorang pecandu seks?" Aku merengek, melepas kaus dan celana dalamku secepat kilat. aku sudah basah. Vaginaku terasa sakit saat Freen menjemputku dalam perjalanan pulang dari sekolah dan malah membawaku ke tempat terpencil di tengah hutan.

Aku bertengger di tepi kursi penumpang mobilnya, kakiku berada di luar pintu, ini gila! mencium penuh nafsu pacar terlarangku, tapi aku tidak akan puas sampai dia benar-benar meniduriku.

Freen telah melepas kausnya, melepas kancing celana jinsnya dengan tergesa, cahaya belang-belang hutan terlihat di bahunya yang telanjang. Rambut hitamnya sebagian menutupi  matanya, urat-urat terlihat semakin menonjol di sepanjang lehernya.

"Ini akan menjadi pengalaman yang menyenangkan sayang" dia berbicara terengah-engah, membuka pahaku dan berlutut didepanku untuk menggesek klitorisku dengan lidahnya.

Aku memekik kegirangan, untuk kali ini aku tidak mau repot-repot menahan seberapa banyak kebisingan yang kubuat. Pepohonan, langit, burung-burung yang terbang bebas bahkan bisa mendengar betapa aku menginginkan Freen. Dia meletakkan lututnya di kursi, menarik kakiku agar melingkar di pinggangnya, dia segera menggenggam kemaluannya untuk terjun ke dalam tubuhku.

Aku berteriak dengan keras, membuat segerombolan burung yang tadinya bertengger nyaman dipohon terbang berhamburan menjauh dari atas kami. Tidak ada ruang yang cukup untuk aku bergerak, membuatku semakin menempel dan hanya berpegangan padanya. Mobil ini bergerak seiring dengan dorongan kerasnya. Aku belum pernah mengalami sesuatu yang lebih panas dalam hidupku. Angin sejuk bertiup dengan lembut, menghantarkan rasa dingin ke tubuh telanjangku.

Kita seharusnya tidak berada di sini.

Kita mungkin akan tertangkap.

Ini gila.

Ponselnya berdering, tapi bukannya mengabaikan panggilan tersebut, dia malah mengambil ponselnya dan kemudian menjawabnya.

Aku menutup mulutku dengan tanganku, tidak ingin siapapun orang diujung telpon itu mendengar desahan ku.

"Halo Giulia," katanya, sesantai yang pernah kudengar.

Mataku melebar dan aku hampir berteriak keras.

Dia sedang berbicara dengan Ibu?

Sementara dia sedang meniduriku?

Freen terus meniduriku seolah tidak terjadi apa-apa. Sesekali dia melirik ke arah kemaluannya yang menghilang di dalam diriku sambil bergumam yang malah menyerupai erangan.

Aku hanya bisa mendengar samar-samat suara Ibu, tidak tahu apa yang dia katakan. "Tentu, aku bisa mengambilnya. Apa kau mau menunggu sebentar?"

Ibu tidak langsung menjawab, ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya Freen berbicara lagi.

"Uh-huh. Aku hanya ingin mengatakan bahwa kau membuatku gila, sepertinya aku mulai menyukaimu." Freen berbicara dengan Ibu tapi tatapannya menatap langsung ke mataku sepanjang dia berbicara. "Aku tahu kau keras kepala tapi menurutku kau juga mulai menyukaiku."

Mataku melebar karna terkejut.

"Tidak, aku tidak mabuk Giulia"

"Aku—" Aku berbisik dengan terengah-engah membuat Freen menyeringai padaku, namun aku segera menutup kembali mulutku dengan kedua tangan.

Sialan.

Ibu bisa saja mendengar suara eranganku. 

"Sebenarnya aku ingin kau mengetahui suatu hal" katanya, melihat sekilas kemaluannya didalam vaginaku. "Tunggu.." Freen mengetuk layar untuk menekan tanda speaker dan melemparkan ponselnya ke kursi belakangku.

MALEVOLENCE (adaptasi) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang