Bab 18

2.1K 181 10
                                    

Freen


Aku sudah terlalu lama tertidur di atas lantai beton yang dingin, jadi sadar kembali di tempat tidur yang hangat dan empuk membuatku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Ada beban hangat di bahu kiriku, ketika aku berhasil membuka mata sepenuhnya aku mengerti alasannya.

Becky sedang duduk di kursi di samping tempat tidurku dan dia tertidur di hadapanku, pipinya menempel di bahuku. Rasa sakit yang aku rasakan menguar begitu saja saat aku melihat wajahnya yang cantik.

Dia disini.

Di dunia nyataku.

Aku bersyukur wanitaku ada di sini ketika aku bangun, aku sangat bahagia karena aku begitu kesepian dikurung di dalam penjara itu. Rasanya seperti dunia sudah melupakanku, seolah aku sudah mati.

Kamar rumah sakit terasa sunyi, hanya ada kami berdua. Dan ini pasti tengah malam.

Aku bergerak dengan hati-hati karena tulang rusukku di sisi kanan terasa sangat sakit, aku membangunkannya dan kembali berbaring di tempat tidur, memberikan ruang untuknya.

"Sayang kemarilah. Kau tidak boleh tidur di kursi itu."

Becky mengangkat kepalanya, kerutan baju rumah sakitku tercetak di pipinya. "Hm? Tidak, aku tidak mau. Kau terluka."

"Tapi kau sedang hamil. Bangunlah sekarang, atau aku akan bangun dari tempat tidur untuk mengangkatmu"

Dan caraku berhasil membuatnya melakukan apa yang aku perintahkan. Becky menaiki ranjang ku dengan wajah mengantuk. Dia meringkuk di tempat tidur sempit dan di bawah selimut bersamaku. Aku memeluknya dan menariknya ke dadaku, mengertakkan gigi, menelan erangan kesakitan saat aku meremasnya terlalu erat.

Gadisku bergumam mengantuk, lalu tertidur lagi. Aku membelai rambutnya dengan jemariku, kehangatan dan kelembutannya merembes ke tulang-tulangku yang keras dan sakit. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, agar dia dan bayi kami layak mendapatkan perlindungan. Tapi aku harus memastikan bahwa aku pantas mendapatkannya mulai sekarang.

Paginya aku terbangun karena sinar matahari mulai menembus tirai yang tertutup. Becky masih tertidur dalam pelukanku, namun dia bangkit perlahan, mengusap wajah dan meregangkan jari kakinya. Saat dia akhirnya menatapku, aku tersenyum padanya.

Dia tidak membalas senyumanku. "Aku tahu kau merasa lebih baik."

"Jauh lebih baik. Berikan ciuman pada kekasihmu."

Saat aku membungkuk untuk menempelkan bibirku padanya, dia memalingkan wajahnya. "Aku masih marah padamu."

Tapi dia meringkuk di dadaku lagi, jari-jarinya mengepal erat pada baju rumah sakitku, dia menggesekkan  kakinya dengan betisku.

"Cium aku sayang dan katakan kau akan menjadi milikku selamanya."

"Seharusnya setelah apa yang kau lakukan, kau pantas mendapat tamparan bukan ciuman."

Aku menangkap tangannya di tanganku dan menekannya ke jantungku. "Aku tidak akan melakukannya jika aku tidak bermaksud untuk memilikimu selamanya."

Aku tidak pernah berpikir aku akan mengatakan kata-kata itu kepada seorang gadis. Aku tidak percaya aku bisa bertingkah seperti seorang remaja yang pertama kali jatuh cinta. Ekspresi Becky melembut saat dia menatapku. Aku menyesal harus melihat pemandangan indah ini dengan wajahku yang memar karna dipukuli, tapi dia menatapku seolah akulah yang paling dia dambakan di seluruh dunia.

"Maukah kau menjadi milikku selamanya?" Aku bertanya lagi.

"Kau tidak memberiku banyak pilihan. Kau menipuku dengan tipuan kotormu"

MALEVOLENCE (adaptasi) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang