Waktu itu Johan Oman berenang di sungai mumpung airnya sedang naik karena lagi masuk musim penghujan. Ia lompat gaya ngawur dari jembatan Tobo tak peduli lalu lintas sedang ramai-ramainya, tukang becak dan kernet angkot meneriaki namun tak dipedulikan. Saat riak air memecah karena ceburannya, ia mendapati tubuhnya membentur sesuatu. Bukan sesuatu yang keras seperti pinggiran sungai yang terbuat dari beton yang kiranya bakal membuat kepalanya gegar, melainkan sesuatu yang tadinya mengapung, keras-keras lembek. Langsung tahulah dia baru saja menubruk tubuh orang. Dia segera minta maaf, tapi orang yang dimintai maaf itu tak punya kepala. Perempuan pula. Dia meledak histeris. Waktu itu Johan Oman baru berumur 12 tahun.
Johan Oman diselamatkan oleh mas-mas ojek yang kebetulan lagi nongkrong di warung kopi pinggir sungai. Mereka meluncur turun dan melepas sendal. Jeritan Johan Oman belum berhenti, ini lebih disebabkan kakinya yang tiba-tiba saja kram, barulah ia menyesal karena tadi sebelum berenang dia menghabiskan sebungkus nasi dan dua iris pisang goreng. Sebab takut tenggelam maka ia mau tak mau menggelayuti tubuh tanpa kepala yang mengapung-apung di aliran sungai yang cukup deras. Tangannya kikuk mencari pegangan, itulah sebab Johan Oman tahu tubuh itu adalah tubuh milik perempuan, dia mencengkeram tetek mayat yang sudah kaku itu. Jeritannya makin kencang sebab khawatir mas-mas ojek tak cukup cepat mengejarnya.
Ada kiranya tiga mas-mas ojek yang menceburkan diri ke sungai, sementara dua atau tiga yang lain mengejar melalui pinggiran sambil bawa-bawa galah. Pemilik warung kopi beserta ibu-ibu yang melipir sepulang buwoh ikut menyoraki histeris. Mereka seru sendiri menunjuk-nunjuki Johan Oman yang makin terbawa arus sungai. Sementara langit kian gelap dan suara adzan ashar terkalahkan oleh guntur dan kilat.
Serta merta lalu lintas berubah merayap. Pengendara motor, becak dan sepeda onthel menepi ke pinggir jembatan. Jari-jari telunjuk ikut serta menunjuk. Gumaman pertanyaan "Ono opo?" tak puas-puasnya dilontarkan padahal sudah dijelaskan oleh saksi pertama. "Ada mayat perempuan tanpa kepala!"
"Celaka ini!" seorang nenek tua hilir mudik mau menembus barisan orang-orang yang mengerumuni pinggir jembatan. Nenek tua itu mengunyah sirih sampai gigi memerah, tangan satu di belakang pinggang. "Bisa-bisa kanyut."
Johan Oman kini menangis menderu-deru memanggil biyungnya. "Biyung! Biyung!"
Ibu penjaga warung tahu yang disebut biyung oleh Johan Oman adalah si ibu yang sayangnya sedang tak berada dekat-dekat sini, keberadaannya jauh di sana. Biyungnya Johan Oman adalah seorang TKW di Turki. Belum pulang lagi.
Enam bulan setelah peristiwa itu pun, si biyung belum pulang dan hanya mendapat kabar dari nenek Johan Oman.
Pengejaran yang dilakukan makin terhambat karena air dari langit runtuh seketika diiringi gegap gempita halilintar membuat gentar. Orang-orang yang makin ramai berkumpul di pinggir jembatan kini menaungi diri menggunakan daun pisang, dicabut langsung dari pohonnya yang ditanam dekat-dekat sungai, belakang rumah seorang warga. Seorang warga itu mengamuk namun tak bisa berbuat lebih karena terhenyak sendiri oleh pengejaran yang tengah dilakukan mas-mas ojek. Rokoknya basah tersiram hujan.
Mas-mas ojek pantang menyerah. Meneguhkan niat untuk mencegah satu lagi nyawa anak kecil melayang karena terbawa arus. Salah satu dari mereka diam-diam memang sedang merintis pamor sebagai pemuda penolong, biar ojekan makin ramai.
"Bertahan le!" serunya sementara kulit Johan Oman sudah hampir sepucat mayat yang mengapung bersamanya.
Pengejaran yang susah payah dan membuat kaki keram itu akhirnya berakhir dengan tak satu pun mas-mas ojek yang berhasil menangkapnya.
Lalu bagaimana Johan Oman bisa selamat?
Untunglah terdapat tempat buang tahi di pinggir kali, Johan Oman beserta tubuh kaku perempuan mati tanpa kepala itu tersangkut di penyangga kayu bersamaan dengan kain-kain dan sampah-sampah berlumuran tahi yang berseluncur di tempat diterjang arus sungai. Johan Oman harus berhenti menjerit-jerit karena takut bakal kemasukan cuilan tahi di mulut. Orang yang sedang buang hajat basah-basahan karena diguyur hujan baru tahu ketika melongok hendak mengusap duburnya. Kakek-kakek itu langsung melompat dan memberi petunjuk bagi mas-mas ojek yang mengejar lewat pinggir sungai. Walhasil, pemuda pemburu pamor gagal mendapatkan kiprahnya. Esok-esok harinya si pemuda itu makin rajin nongkrong di warkop pinggir sungai, siapa tahu ada anak kecil kena sial lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARUNG NYAWA - SERI SIDIK KLENIK #1
HorrorEmpat pemuda bekerja sama menyelidiki kasus ganjil yang menggegerkan desa. Mereka tidak pernah menyangka akan berada di ranah klenik nan mistik yang membuka rahasia masa lalu kelam Purwosari. Bukan hanya soal pesugihan dengan tumbal, tapi jauh lebih...