Atmosfer kenyamanan tampak menonjol di kafe di area Cepu itu. Muda mudi berbincang ria sembari mengiris roti bakar oles keju, menikmati cangkir-cangkir cappucino, cemilan kripik kentang dan aneka menu lainnya. Tidak ada meja kosong tersisa. Tidak juga ada asap rokok yang bakal membuat orang risih. Kafe itu dikenal memiliki nol toleransi terhadap perokok. Seorang sekuriti bertampang sangar namun berpakaian rapi akan segera menegur apabila dia melihat ada pengunjung yang kelihatan mengeluarkan pak rokoknya. Satu dari banyak hal positif yang membuat Janet betah menyumbang lagu di sana.
Janet tentu tidak menyanyi di panggung sendirian. Ada dua penyanyi kafe lain yang bergantian dengannya. Yeyen dan Dwi Desi, mereka berdua teman dekat Janet di kafe. Meski di luar jarang-jarang ketemu, ketika berjumpa di kafe mereka akan ngobrol banyak di sela-sela pemutaran lagu oleh band lokal. Di panggung, Janet adalah bintangnya. Pengunjung banyak yang menunggu Janet tampil dan menyajikan suara merdunya.
Seusai membawakan lagu Teman Tapi Mesra milik Ratu, Janet ingat tugasnya untuk mengulik tentang Toklu. Kepada dua temannya dia bertanya, "Kalian tahu Toklu?"
Personil band dan penyanyi sedang ngaso, musik dimainkan oleh pemutar mp3.
"Toklu?" Dwi Desi menggelengkan kepala.
Yeyen yang selalu tampak enerjik segera menanggapi, "Itu lho Des, pemulung yang katanya memburu kepala manusia. Itu mitos dulu banget. Di Purwosari."
Janet bersiap menyimak. "Iya, pemulung berdarah. Istilahnya."
"Bentar bentar. Aku belum pernah dengar soalnya. Tapi kalau tentang isu-isu macam itu kayaknya pernah. Tumbal gitu ya?" Dwi Desi adalah yang paling mungil dan manis di antara tiga diva kafe itu. Dia satu-satunya yang berhijab.
"Gak tau buat tumbal atau buat konsumsi sendiri. Toklu itu serem banget. Dulu waktu isu itu masih panas-panasnya. Aku masih SD kayaknya. Anak-anak pasti pada gak berani main siang-siang di luar," ungkap Yeyen.
Janet tercekat. "Lho? Dikonsumsi?"
Dwi Desi tampak tahu, dia membulatkan bibirnya, "dibikin dawet ya?"
Yeyen mengangguk berkali-kali. "Iya. Dibikin campuran dawet."
Janet perutnya mual sekilas. "Apanya yang dibuat dawet?"
Yeyen menunjuk-nunjuk matanya yang menonjol.
"Astaghfirullah," ucap Dwi Desi. "Kalau yang ini aku pernah dengar. Tapi aku gak tahu kalau pelakunya disebutnya Toklu."
"Jadi Toklu ini menebas kepala orang terus dicongkel matanya gitu? Terus dimasukin campuran dawet?" tanya Janet.
Yeyen mengangguk. "Sinting kan?"
"Sinting iya. Serem iya." Janet bergidik.
"Aku jadi inget kasus penemuan mayat tanpa kepala beberapa bulan lalu deh. Ohya, sama yang tujuh tahun lalu itu. Nah di situ orang-orang mulai paranoid sama pemulung. Soalnya sebelum itu juga mitos tentang Toklu udah banyak diomongin ke anak-anak," tambah Yeyen.
"Yang tujuh tahun itu, pacarku yang nemuin," ungkap Janet.
Dwi Desi dan Yeyen melotot berbarengan. "Hah? Yang bener?"
Janet mengangguk. "Iya, makanya aku tadi gak tahu kenapa kepikiran itu. Bisa jadi Toklu."
Yeyen menutup mulutnya. Dwi Desi mengusap dadanya. "Aku gak kebayang kalau nemu mayat orang. Tanpa kepala lagi," kata Dwi Desi.
"Yen, kamu bilang tadi buat dawet? Kamu tahu siapa yang buat dawet itu?"
"Jatuhnya rumor sih. Takutnya nanti jadi fitnah. Perkara begini ini sulit dibuktikan kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KARUNG NYAWA - SERI SIDIK KLENIK #1
HorrorEmpat pemuda bekerja sama menyelidiki kasus ganjil yang menggegerkan desa. Mereka tidak pernah menyangka akan berada di ranah klenik nan mistik yang membuka rahasia masa lalu kelam Purwosari. Bukan hanya soal pesugihan dengan tumbal, tapi jauh lebih...