Rolas

34 4 0
                                    

Tebakan Tarom Gawat benar. Mereka bertiga datang. Dia menyambut tiga kawan itu dengan permohonan maaf. "Maaf soal kemarin. Tapi kalau gak gitu, kalian tidak akan percaya." Tatapan Tarom agak lama jatuh kepada Hanoman. Tatapan itu mengusik Hanoman.

Mereka tiba pukul sepuluh setelah sebelumnya mandi di kamar mandi milik Umi Ida lalu sarapan di warungnya. Jabil mempercayakan warnetnya kepada Dukun Gondrong. Berpesan kepadanya kalau ada beberapa pengunjung yang dapat jatah gratis hari ini sebab kemarin diusir darurat. Dukun mengiyakan dan menjamin kejujuran dari setiap bocah. Dukun Gondrong punya aura yang membuat keder bocah-bocah biar tak berani berbohong.

"Oke oke. Lupakan yang kemarin itu," kata Hanoman, dalam nada suaranya tersirat jelas dia masih kesal. "Sekarang tolong bantu pacarku."

Janet selalu suka kalau Hanoman menyebutnya 'pacarku'. Rasanya seperti betulan disayang. Janet yang tadinya merasa gugup jadi terhangatkan lalu dia secara naluri menggamit tangan Johan Oman.

Tarom Gawat mempersilakan tiga tamunya itu masuk ke rumah joglo berbau racikan herbal dan minyak tawon yang pekat. Mereka duduk di bangku bambu rotan panjang. Lek Jani membuatkan teh tawar dengan gelas tembikar dan cemilan pisang goreng.

"Tunggu dulu di sini. Aku beritahu kakek dulu." Tarom Gawat masuk ke ruangan yang terpisah dari ruang tamu, menembus pintu gorden dengan juluran manik-manik.

Jabil mengamati rumah joglo yang lagi sepi pasien itu. Tercium samar-samar mengalahkan aroma minyak tawon, bau masakan Lek Jani yang mengundang selera. "Jadi laper lagi," bisiknya kepada Hanoman.

"Sama," balas Hanoman.

Jabil memikirkan sepintas lalu mengapa setiap kali dia datang, tidak pernah ditemuinya ayah Tarom, Lek Moktar. Dia mencari-cari foto keluarga di ruangan itu, tidak ada. Hanya terdapat pajangan berupa wayang kulit, kebanyakan bentuk Semar, dan guci-guci dari tanah liat di beberapa sudut rumah. Selain itu ada juga sebingkai besar tulisan arab. Jabil menebak itu adalah ayat kursi. Dalam pengamatannya itu Jabil merasakan suatu siraman spiritual yang ganjil. Dia seperti tergugah.

Begitu pula yang dirasakan oleh Hanoman. Dia merasa dipeluk oleh sesuatu tak nampak, sebuah pelukan yang menghangatkan jiwa. Sisa-sisa kekesalan dan kengerian tadi dini hari sirna seketika. Dia menggenggam tangan Janet lebih erat dan membisikkan kata cinta dan doa. Janet tak bisa membendung senyum bahagianya mendengarkan itu. Dia merasa siap menghadapi apa pun yang akan terjadi nanti. Tadinya dia membayangkan pengusiran setan blangkon bakalan menegangkan, namun semenjak dia melangkahkan kaki masuk ke rumah joglo Ki Gufron, semua terasa baik-baik saja.

Pantas saja, pikir Jabil, aura rumah ini saja sudah menyembuhkan.

Sebentar kemudian Tarom Gawat muncul dan meminta Janet untuk mengikutinya.

"Mau ke mana?" tanya Hanoman, dia bangkit dengan masih menggenggam tangan pacarnya.

"Kakekku hendak membacakan doa persiapan. Mungkin akan memberi sedikit wejangan kepada Janet," jawab Tarom.

"Sudah tidak apa-apa. Aku bakalan gak kenapa-napa kok." Janet menenangkan Hanoman.

"Lama gak?" Jabil bertanya.

"Ditunggu saja dulu. Nanti ada makan siang lezat buat kalian."

Jabil menyeringai, dia melemparkan tatapan menyuruh duduk kepada Hanoman. Dari dapur tercium bau sambal goreng yang menggugah lapar. Jabil jadi mempertanyakan, tadi itu dia tergugah apa sebenarnya.

"Baik-baik ya sayang," pesan Hanoman sebelum Janet diantar Tarom Gawat masuk ke ruangan dalam.

Dua jam dilewati Hanoman dengan was-was. Dia bolak balik berdiri duduk berdiri duduk dan mondar-mandir. Dia mencoba menajamkan telinga, siapa tahu mendengar Janet sedang diapakan. Dia membayangkan proses pengusiran setan itu tengah berlangsung. Tapi kok tidak ada jerit-jeritan. Sementara Jabil tengah bersandar dan menatap langit-langit rumah joglo itu, pikirannya dipenuhi tiga langkah utama yang akan dia lakukan nanti. Pertama dia akan menyelidiki para pemulung (mungkin dia perlu menyamar dan menguntit pemulung yang dicurigainya), kedua: dia perlu tahu banyak tentang Toklu, dan ketiga: dia perlu tahu banyak tentang pesugihan, terutama orang-orang sekitar sini. Sedikit banyak diketahuinya ada jenis pesugihan yang menuntut tumbal nyawa. Termasuk sebuah rahasia umum tentang pemenggalan kepala untuk tumbal pembuatan jembatan.

KARUNG NYAWA - SERI SIDIK KLENIK #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang