Raeya mengurus keperluan untuk keluar dari rumah sakit sendirian, pemuda itu memilih berjalan daripada memesan taxi walau jarak rumahnya terbilang cukup jauh.
Raeya berjalan perlahan menikmati semua yang tertangkap dalam area pandangannya. Banyak orang melihat kearah pemuda itu, berbisik betapa sempurnanya dia tanpa tahu dialah yang paling kekurangan didunia ini.
Langkahnya terhenti di toko kue kecil dia melangkah masuk dengan sedikit ragu, bisa dia cium bau krim yang manis juga roti yang baru keluar dari oven. Asik melihat-melihat akhirnya matanya tertuju pada satu kue kecil yang penuh dengan krim vanilla dari penampilannya saja Raeya tahu rasanya pasti sangat manis.
"Aku mau yang satu ini" Dua suara terdengar disaat yang bersamaan, Raeya melirik orang yang berada di sampingnya yang ternyata juga melihat ke arahnya. Netra mereka terkunci pada satu sama lain.
Orang asing itu terlihat sangat tampan, dengan rahang yang tegas, hidungnya yang tinggi, dan matanya yang gelap mampu membuat Raeya terdiam sejenak.
Peristiwa saling tatap itu harus terputus karena karyawan toko yang datang.
"Maaf tapi kue ini hanya tersisa satu ini saja" Katanya dengan nada meminta maaf.
Raeya melihat kue kecil itu dengan enggan, lalu melihat pemuda itu kembali. Pemuda itu harusnya membeli kue ini untuk orang lain karena tidak mungkin orang sepertinya suka dengan makanan manis.
"Buatmu saja" Ucap Raeya pelan.
"Kenapa? Kau terlihat menyukai kue itu jadi kenapa memberikannya pada orang lain?" Alis pemuda itu tertekuk bingung.
"Tidak apa-apa" Raeya memandang kue itu sekali lagi sebelum berbalik dan keluar dari toko.
"Tunggu!" Teriak seseorang yang membuat Raeya berhenti berjalan.
"Ini untukmu saja" Katanya sambil memberikan kotak kue pada Raeya.
"Kau sudah tidak suka kue ini?" Tanya Raeya asal.
"Ya, sepertinya terlalu manis jadi buatmu saja"
"Biar kuganti uangmu"
"Tidak usah, kue itu punya bonus lilin di dalamnya aku tidak tahu kalau itu adalah kue ulang tahun. Aku harus pergi selamat ulang tahun ya!" Pemuda itu pergi dengan terburu-buru meninggalkan Raeya yang masih terdiam.
Raeya duduk di bangku taman sendirian, toko kue tadi memang berada di dekat taman kecil yang agak sepi.
Raeya membuka kotak itu dengan perlahan, menaruh lilin di atas kue sederhana itu lalu membakarnya dengan korek kayu yang ikut disediakan.
Orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya hari ini adalah orang asing yang tidak dia kenal.
Raeya meniup lilin tanpa mengucapkan harapan apapun. Seperti dugaan Raeya kue itu memang manis.
....
Raeya berdiri di depan gerbang rumahnya, penjaga yang melihat Raeya kaget dan buru-buru membukakan gerbang untuknya penjaga itu takut Raeya akan memarahinya.
"Tuan muda" Panggil penjaga itu takut-takut.
Raeya yang dipanggil hanya lanjut berjalan ke pintu.
Suara pintu yang di dorong membuat penghuni rumah yang sedang asik bercengkrama menoleh ke arah pintu.
Kepala pelayan yang melihat Raeya masuk dengan tergesa mengambil barang-barang yang pemuda itu pegang untuk dibawa masuk.
Semua orang kaget melihat kedatangan pemuda itu yang masih terlihat pucat. Raeya dan keluarganya saling pandang sebelum pamannya, adik dari ayahnya yang datang berkunjung memanggilnya.
"Raeya kau dari mana saja? Semua orang mencarimu" Kata paman Jean sambil tersenyum.
"Aku baru keluar dari rumah sakit paman" Mencarinya? Tidak mungkin.
Mereka yang duduk disana hanya saling pandang dan merasa canggung karena perkataan pemuda itu.
"Haha Raeya sangat baik, dia sangat mandiri bukan?" Kata ibu Raeya dengan canggung.
"Itu benar, Raeya sangat baik. Karena Raeya sudah dewasa, kau sudah berumur 17 tahun sekarang kau pasti tidak menggangu Tesa seperti waktu kecil kan?" Entah apa maksud Jean bertanya seperti itu.
"18"
"18?" Tanya Jean.
"Hari ini aku berumur 18 tahun paman. Aku sedikit tidak enak badan jika paman tidak keberatan aku akan pergi beristirahat" Raeya melangkahkan kakinya dengan tidak tergesa membuat mereka yang ada disana merasa tidak nyaman.
Semua yang berada disana merasa sedikit bersalah, mungkin karena kali ini Raeya tidak membuat keributan sehingga mereka tidak punya alasan untuk memarahinya karena bertindak tidak masuk akal.
Di tahun-tahun sebelumnya Raeya selalu mengadakan pesta ulang tahun yang mewah tapi keluarganya selalu sibuk, hanya ada Tesa dan kakanya Vero yang hadir itupun kakanya hanya menemani Tesa karena takut anak itu akan dipermalukan Raeya.
Benar saja, tidak ada yang akan mengingatnya jika dia tidak memberitahu, bahkan Tesa yang selalu datang juga tidak ingat ataupun mengingatkan keluarganya.
Mungkin mereka ingat tapi mereka memilih untuk tidak peduli, mungkin mereka pikir Raeya akan pulang beberapa hari lagi itulah mengapa mereka terkejut melihat kepulangannya, atau mungkin mereka lupa karena Raeya tidak seberapa penting bagi mereka.
Raeya tersenyum miris, padahal dia hanya pulang ke rumah kenapa harus terkejut? Jelas ini rumahnya tapi semua orang memperlakukannya seperti orang asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est Ma Vie
Fanfictionsekuat apapun Raeya berusaha yang didapatinya hanyalah lelah di penghujung jalan. tidak ada yang datang, tidak ada yang pergi, tidak ada satupun yang peduli pada sosok yang kejam sepertinya. harusnya dia sadar diri, harusnya Raeya tidak sok berani...