Vero memilih untuk pulang ke rumah keesokan harinya, dia datang saat pagi dimana seluruh keluarganya sedang sibuk beraktifitas diluar.
Vero mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah, dia memperhatikan semua hal dengan sangat detail.
Saat itulah Vero baru sadar, kalau jejak keberadaan Raeya hampir tidak ada...
Fotonya dan Tesa di pajang di seluruh penjuru rumah, medali dan piagam yang mereka dapat di taruh dalam lemari dengan hati hati, empat syal yang berwarna senada tergantung apik di gantungan, cemilan kesukaan bahkan warna kesukaan miliknya dan Tesa terlihat ada dimana mana, tapi tidak ada jejak milik Raeya...
Bukan karena anak itu tidak pernah memenangkan lomba apapun tapi saat dia menang tidak pernah ada yang datang dan berfoto dengannya, bahkan saat ulang tahunnya tidak pernah sekalipun Raeya berfoto karena tidak ingin terlihat menyedihkan saat dibandingkan dengan milik Tesa.
Raeya membeli kebutuhannya sendiri sehingga dia hanya bisa diam saat syalnya berbeda warna, Raeya punya warna yang sangat dia suka tapi tidak ada yang pernah bertanya padanya.
Satu satunya hal yang memperlihatkan keberadaan nya adalah foto keluarga.
Sibuk dengan pikirannya Vero sampai tidak sadar ada beberapa pelayan yang mencoba menurunkan foto keluarga mereka.
"Apa yang kalian lakukan?" Tanya Vero sedikit tidak senang.
"Tuan memberi perintah untuk mengganti foto keluarganya tuan muda" Pelayan itu menjawab.
"Kenapa harus di ganti?"
"Tuan dan nyonya bilang akan lebih bagus jika memasang foto baru"
Vero terdiam, membiarkan para pelayan melakukan pekerjaan nya.
Habis sudah...
Satu satunya benda yang menandakan kehadiran Raeya telah disingkirkan.
Vero terpaku pada foto yang baru terpasang, hanya ada dia dan Tesa juga kedua orang tua mereka tidak ada Raeya di dalamnya.
Foto itu diambil saat Tesa berulang tahun, entah apa alasan mereka melakukan itu.
Entah apa yang mereka pikirkan saat melakukan itu, seolah kepergian Raeya adalah suatu hal yang pasti dan mereka melakukan itu agar tidak kerepotan dan bisa langsung menghilangkan keberadaan Raeya dirumah.
Bahkan saat dia membuka album foto hanya ada foto Raeya sampai dia berusia 7 tahun setelahnya tidak ada, tidak ada foto saat dia berulang tahun, tidak ada foto saat kenaikan kelas, tidak ada foto saat liburan musim panas, tidak ada foto saat tahun baru, tidak ada satupun...
Ada 3 album foto yang semuanya terisi penuh tapi foto milik Raeya bisa di hitung jari.
Vero ingat kalau Raeya sering membuka album foto itu kapanpun dia mau, dia akan membukanya dan memperhatikan foto didalamnya dengan hati hati, tapi apa yang Raeya lihat?
Apakah hatinya tidak sakit melihat dia dikecualikan? Kenapa dia tidak marah seperti yang biasa dia lakukan? Kenapa menerimanya secara diam diam? Apa yang Raeya lakukan...
Apakah dia memperhatikan foto foto itu sambil membayangkan kehadiran dirinya disana...
Album foto itu pastilah terasa hangat baginya tapi mungkin kebalikan bagi Raeya.
Vero merasa sangat tidak nyaman, bertahun tahun membenci Raeya namun fakta memperlihatkan bahwa pemuda itu sangat peduli padanya, bertahun tahun Vero merasa senang saat Raeya tidak ada kini dia bisa melihat betapa biasnya mereka.
Vero menaiki tangga, dia ingin beristirahat karena pusing yang melanda. Tapi langkahnya terhenti pada satu pintu asing di depannya.
Vero tidak pernah masuk atau sekedar melirik ke arah kamar yang selama ini Raeya tempati, pemuda itu mendorong pintunya dengan lembut memperlihatkan kamar sederhana yang sangat dingin dan kosong.
Kamar Raeya hanya berisi lemari, kasur, meja belajar, kursi dan kebutuhan kebutuhan standar yang biasa digunakan, dinding kamarnya berwarna putih polos tanpa tambahan apa apa.
Vero melihat kamar itu dengan hati hati, kamar yang selama ini Raeya tempati, sangat kosong seperti pemiliknya.
Sebuah buku berwarna kuning cerah terlihat tidak pada tempatnya, Vero membukanya karena penasaran.
"Selasa, 1 Januari
Hari ini pembagian raport, semuanya ditemani oleh orang tua mereka kecuali aku...
Dimana orang tuaku?"
"Minggu, 21 Januari
Semua orang pergi ke pasar malam, aku harus diam dirumah karena dihukum.
Aku juga ingin pergi ke pasar malam"
"Rabu, 23 maret
Hari ini ulang tahunku, aku diam diam meniup lilin dan mengucapkan harapan saat tengah malam. Mereka pasti akan datangkan?"
....
"Ayah adalah sosok yang sangat karismatik dan penyayang, ibu sangat baik dan lemah lembut, kak Vero sangat berbakat dan punya banyak teman, Tesa sangat sempurna...
Lalu ada aku yang bukan apa apa"
"Sedikit demi sedikit aku semakin tidak diperlukan, perlahan lahan kesanku mulai menghilang.
Semakin lama keberadaan ku semakin pudar tapi tidak pernah ada yang sadar"
....
Tulisan tulisan di buku itu adalah bukti seberapa sunyi kehidupan Raeya, dari mulai harapan sampai kekecewaan yang berujung penerimaan karena terlanjur lelah, semuanya terlihat sangat jelas.
Rasa sesak memenuhi rongga dadanya, seseorang meminta tolong, adiknya meminta tolong tapi dia hanya melihat dengan acuh tak acuh.
Vero bertanya tanya jika saja dia sedikit peduli apakah Raeya tidak akan se kesepian itu?
Raeya memberikan banyak tanda, bahkan meminta perhatiannya dengan suara lantang tapi dia hanya melihat pemuda itu tenggelam tanpa berniat untuk menolongnya, dia hanya diam tidak bergerak saat adiknya kesakitan, bahkan dia tidak peduli sedikitpun.
Hari itu Vero mengatakan bahwa adiknya hanya Tesa, sekarang hal itu sudah terwujud karena tidak ada seorang pun yang mau repot repot mengingat atau sekedar melirik ke arah Raeya.
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est Ma Vie
Fanfictionsekuat apapun Raeya berusaha yang didapatinya hanyalah lelah di penghujung jalan. tidak ada yang datang, tidak ada yang pergi, tidak ada satupun yang peduli pada sosok yang kejam sepertinya. harusnya dia sadar diri, harusnya Raeya tidak sok berani...