Raeya ingat dengan jelas setiap doa yang ibunya panjatkan pada Tuhan hari itu. Bagaimana ibunya berdoa sambil terisak di sampingnya masih menjadi hal yang paling tidak bisa dia lupakan.
Saat itu dia masih berumur 8 tahun, dia sangat marah karena Tesa mengambil semua mainan miliknya, dia merasa anak itu menyebalkan bahkan saat baru pertama kali bertemu.
Saat dia keluar dari kamarnya dia melihat Tesa yang akan turun tangga dengan sendirinya, karena dia juga ingin turun jadi Raeya berjalan di belakang anak itu. Mereka berdua tidak tahu kalau tangga itu baru saja habis di pel dan belum kering sepenuhnya.
Raeya melihat bagaimana Tesa terpeleset di depan matanya yang membuatnya refleks ingin menarik anak itu yang membuatnya ikut jatuh dari tangga.
Raeya dan Tesa dilarikan ke rumah sakit secepatnya, keduanya tidak sadarkan diri.
Saat Raeya terbangun yang dilihatnya adalah langit langit pada bangsal rumah sakit, seluruh tubuhnya sakit dan sulit untuk digerakkan tapi tidak ada satupun orang yang bisa dia mintai tolong jadi dia kembali menutup matanya dengan lelah.
Suara pintu yang dibuka dari luar menyadarkannya tapi dia tidak memiliki tenaga lebih untuk sekedar membuka mata, dia mendengar seorang wanita menangis disampingnya dan Raeya tahu itu adalah suara ibunya.
Raeya berusaha sekuat tenaga untuk membuka mata dia ingin sekedar menenangkan ibunya walau seluruh tubuhnya berteriak kesakitan.
Raeya melihat ibunya duduk dengan bungkuk, tangannya menutupi wajahnya dan dia menangis dengan sangat sedih tapi kata kata yang dia dengar jauh lebih menusuk hatinya daripada pemandangan itu.
"Tolong... Tolong... Jangan biarkan anak itu selamat"
"Dia anak seorang pelacur! Sudah sepantasnya dia mati"
"Bahkan jika dia berhasil selamat biarkan dia menderita Tuhan... "
Liana terus berdoa dengan doa doa buruk untuk Tesa dia sibuk menginginkan luka bagi orang lain tanpa sadar Raeya menatapnya dengan tatapan terluka.
Hari itu Raeya jatuh tapi ibunya sepertinya tidak peduli padanya, bukannya mendoakan kesembuhannya dia malah sibuk mencela orang lain.
Raeya yang polos hanya mengerti jika ibunya menangis karena Tesa, tapi Raeya yang sekarang tahu dengan jelas mengapa hatinya terasa sakit hari itu.
Karena bahkan dengan seluruh tubuhnya yang terluka ibunya tidak pernah melihat atau sekedar menggenggam tangannya...
Liana membeku, selama ini dia berpura pura menjadi ibu yang baik untuk Tesa dengan disisi lain dia sangat menikmati hal bodoh yang Raeya lakukan untuk mempersulit Tesa.
Lama kelamaan dia jadi terbiasa untuk membela Tesa, dia jadi terbiasa mencintai anak itu seolah dia tidak pernah mengharapkan kematiannya, cinta pura puranya terhadap Tesa adalah hal yang paling diinginkan Raeya dalam hidupnya.
"Ibu tidak bermaksud seperti itu Raeya..." Kata Liana pelan dengan sedikit keraguan.
"Bu... Tuhan tidak akan mendengar doa doa buruk, bahkan jika ibu berdoa dengan sangat tulus doa doa itu tidak akan pernah di kabulkan"
"Ibu hanya berdoa ibu tidak-"
"Tuhan tidak dengar tapi aku dengar" Perkataan Liana dipotong oleh Raeya, bagi Raeya yang saat itu sangat lemah hal yang paling dia ingat adalah isak tangis ibunya, bukan lebam di seluruh badannya, bukan juga luka di kepalanya, sakit yang paling dia ingat hari itu adalah luka milik ibunya.
"Tuhan tidak dengar tapi aku mendengarnya, aku disana aku melihatnya, doamu di dengar olehku... Selama sepuluh tahun aku memperlakukan doamu sebagai tujuanku, selama sepuluh tahun yang kudoakan adalah kebahagiaanmu agar kau tidak perlu menangis seperti hari itu, selama sepuluh tahun itu juga aku lupa mendoakan hal baik untukku sendiri" Kakinya lemas sehingga dia rasanya tidak kuat lagi berdiri, walaupun begitu dia harus mengatakan semua yang tidak pernah dia katakan hari ini.
Eiran berdiri di belakangnya, dia menggenggam tangan pemuda itu sambil membiarkan Raeya beraandar padanya.
"Kau bahkan bisa mencintai Tesa yang merupakan anak dari orang yang ayah cintai hanya karena tidak ingin dibuang oleh ayah, tapi kenapa ayah bisa pantas untuk cintamu? Dia menikah denganmu demi bisnisnya lalu tidur dengan kekasih kecilnya di luar sana, dia egois dan kasar dia licik dan manipulatif, jadi kenapa kau harus mendapatkan cintanya yang murah?"
"Kau merasa tersiksa karena ayah tidak mencintaimu sampai lupa kalau kau masih punya aku... Kau punya aku yang rela hancur demi sandiwara mu, kau punya aku yang mencintaimu dengan sangat tulus, kau punya aku yang lebih peduli pada lukamu, karena seperti yang kau bilang aku anakmu dan kau ibuku..."
Seperti itulah Raeya, dengan seluruh hatinya mencintai, menjaga, bahkan melindungi orang yang dia sayang.
Luka yang dia dapat memang karena perbuatan nya sendiri tapi semua hal yang dia lakukan tidak pernah didasarkan apa yang dia inginkan melainkan apa yang orang lain inginkan.
Raeya dengn semua mata dan telunjuk yang mengarah padanya masih tetap berusaha melindungi doa ibunya.
Raeya dengan seluruh cinta yang dia punya memberikan cinta itu pada semua orang tanpa memikirkan dirinya.
Seperti itulah Raeya, yang menyayangi ibunya walau di anggap hanya sebagai alat yang bisa di buang, Raeya yang menyayangi kakanya walau dibenci karena punya kebebasan yang tidak Vero punya, Raeya yang menaruh harapan pada Kaiser karena janji bodoh yang dibuat pemuda itu.
Seperti itulah Raeya yang tulusnya tidak pernah terlihat di permukaan namun diam diam rela memberikan semua yang dia punya bahkan jika itu berarti dia harus hancur.
Tulusnya untuk mereka yang membuangnya.
Tulusnya untuk harapan akan cinta yang selalu digenggamnya.
Tulusnya adalah satu satunya yang bisa dia berikan walau selalunya di sepelekan...
Halahh harusnya jambak aja tuh si Liana goblok, egois banget anjinggg😤😤
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est Ma Vie
Fanfictionsekuat apapun Raeya berusaha yang didapatinya hanyalah lelah di penghujung jalan. tidak ada yang datang, tidak ada yang pergi, tidak ada satupun yang peduli pada sosok yang kejam sepertinya. harusnya dia sadar diri, harusnya Raeya tidak sok berani...