4. Si pengganggu

2K 339 22
                                    

Raeya berjalan santai di tengah bisikan dan ejekan banyak orang.

"Si pengganggu tadi datang bersama orang lain"

"Sungguh? Apa dia akhirnya sadar diri?"

"Ckck aku muak melihat mukanya"

"Aku dengar dia koma selama dua hari, sayang sekali dia terlalu cepat sadar"

"Awas saja kalau dia menggangu Tesa dan Kaiser"

"Kenapa aku harus satu sekolah dengan orang kasar sepertinya sih?!"

"Mereka kembar tapi sangat berbeda, Tesa jauh lebih baik"

Raeya mendengar semuanya dia tidak tuli hanya saja dia malas menanggapi orang tidak penting seperti mereka.

Ayahnya selalu melarang Raeya untuk mengatakan identitas asli Tesa, itulah mengapa mereka dikenal sebagai kembar.

Raeya ingat pertama kali dia mengundang teman sekolahnya pergi ke pesta ulang tahunnya mereka semua mengatakan dia tidak punya hati karena egois merayakan ulang tahun sendirian padahal hari itu memang ulang tahunnya sendiri.

Raeya membuka pintu kelas di depannya, semua orang terdiam dan memperhatikannya.

Melihat Raeya, Tesa buru-buru berdiri dari duduknya.

"Raeya kau duduklah di samping Aser aku akan duduk bersama Galen saja" Ucap pemuda itu takut-takut.

"Duduk Tesa"

"Tapi Aser... Raeya"

"Duduk saja, kursi disampingku selalu menjadi tempatmu bukan miliknya"

"Raeya ma-" Raeya berjalan melewati kerumunan itu karena muak dengan drama jelek di pagi hari.

Raeya duduk di bangku belakang di samping jendela. Melihat Raeya yang diam mereka hanya saling memandang dan duduk di tempat masing-masing.

Tesa memandangi pemuda itu, sinar matahari menembus kaca menyentuh kulit putih Raeya, rambutnya yang berantakan ditiup pelan oleh angin lembut dari luar, bibirnya yang merah cerah dan leher jenjangnya menambah pesona pemuda itu.

Harus diakui Raeya memang sangat indah, apalagi dengan sikapnya yang seolah menjauhi semua orang membuatnya terlihat seperti kecantikan dingin yang jatuh dari altar, begitu menawan namun kotor dan kesepian disaat yang bersamaan. Tesa meremas tangannya tanpa sadar, jelas Raeya dibenci oleh semua orang tapi masih begitu sombong dan menolak untuk menundukkan kepala.

Guru yang masuk menyadarkan Tesa dari lamunannya, ada orang lain yang berjalan dibelakang guru.

"Ekhem, hari ini kalian kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu"

"Eiran Ledger" Mata Eiran terpaku pada seseorang yang dikenalnya, pemuda itu masih asik memandangi dunia di luar jendela daripada fokus ke depan.

"Hanya itu?" Eiran tidak menjawab pertanyaan itu, dia berjalan ke arah Raeya. Pemuda itu tanpa sadar mempercepat langkahnya.

"Kita bertemu lagi Raeya" Pemuda yang dipanggil menoleh, lagi-lagi Raeya dibuat terpesona oleh iris gelap yang dalam persis seperti telaga.

"Ya"

"Boleh aku duduk disini?"

"Tentu"

"Terimakasih"

Eiran sibuk mengeluarkan buku dan alat tulisnya sedang Raeya masih setia menatap langit biru yang jauh di atas sana seolah tidak melihat tatapan seisi kelas pada mereka.

.....

"Hai! Terimakasih karena sudah mau mengantarkan saudaraku pagi tadi"

"Apa kau kau ikut kami makan? Makanan dikantin cukup enak" Setelah bel istirahat berbunyi Tesa menghampiri meja mereka dengan senyum manisnya.

Eiran yang ditanya malah bertanya balik pada Raeya.

"Kau mau ke kantin?"

"Kau pergilah, aku tidak enak badan"

"Sakit? Kalau begitu biar ku antar ke UKS saja ya?"

"Tidak perlu aku akan tidur disini saja"

Tesa yang merasa diabaikan sangat tidak senang tapi tidak dia perlihatkan.

"Halo? Mau ikut? Sebelumnya namaku Tesa" Eiran hanya mengangguk, pemuda itu perlahan berdiri dari tempatnya.

"Ayo! Biar aku tujunjukan kantinnya dimana" Hanya Raeya yang berada di kelas setelah mereka pergi. Jika diingat kembali Tesa selalu seperti ini, dia mengajak seseorang yang Raeya kenal pergi lalu orang itu tidak pernah kembali, dapat dipastikan sehabis jam istirahat Eiran akan duduk bersama mereka.

Raeya benci hari yang cerah mengingatkannya pada kedatangan Tesa, membuatnya mengingat bagaimana semuanya diambil darinya.

Sebenarnya ada seseorang yang tidak pergi, seseorang yang tidak berlari kearah Tesa tapi dia lupa siapa orang itu.

"Tidur?" Seseorang berbicara dengan pelan seolah takut Raeya benar-benar terbangun.

"Eiran? Kenapa kembali?" Raeya menatap plastik yang dibawa pemuda itu.

"Aku tidak tahu kantinnya dimana jadi aku mengikuti mereka. Ayo makan" Eiran mengangkat plastiknya sambil tersenyum yang membuat Raeya terkekeh.

"Dasar aneh"

"Hah?"

"Itu pujian" Eiran sudah menduga kalau senyum memang yang paling cocok untuk pemuda manis di depannya.

"Terimakasih" Kata Eiran pelan.

"Kenapa tidak makan bersama mereka?"

"Tidak suka. Si Galen itu terus saja menyuruhku menjauh darimu mereka juga berkata buruk tentangmu ck harusnya aku tahu sejak awal" Alis pemuda itu berkerut menandakan dia tidak senang.

"Yang mereka katakan semuanya benar" Eiran terdiam menatap pemuda lain yang juga sedang menatapnya.

"Lalu kenapa? aku juga bukan orang yang baik, jadi kita sama"

C'est Ma VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang