Raeya adalah adiknya yang jahat, sedang Tesa adalah adiknya yang baik hati dan mudah di ganggu, seperti itulah mereka di mata Vero.
Teman teman Vero entah mengapa sangat membenci Raeya, kata mereka dia memalukan, kata mereka dia bodoh, kata mereka dia tidak pantas menjadi adik Vero dan hanya Tesa yang baik hatilah yang pantas.
Vero yang melihat orang orang disekelilingnya muak dengan Raeya memilih untuk mengikutinya. Tidak peduli dengan tangis diam diam yang sempat dia dengar, tidak peduli dengan doa putus asa yang pemuda itu ucapkan tiap tengah malam.
Vero merasa Raeya memuakkan tapi Raeya malah berpikir sebaliknya.
Karena Vero malu dengan dia yang banyak kurangnya anak itu berusaha sangat keras untuk menjadi sempurna agar kakanya tidak di ejek oleh orang orang.
Vero lupa dia pernah sangat bersemangat menantikan kehadiran adiknya, lupa kalau dia ikut bingung dalam memilih nama yang indah untuk adiknya, dia lupa saat saat berdua dengan ibunya sambil mengelus lembut perut wanita itu dan mengajak adiknya berbicara.
Vero lupa semuanya, dia bahkan lupa janji kekanakan nya yang ingin melindungi Raeya saat dia datang ke dunia. Dia melupakannya begitu saja seolah semua hal tentang Raeya tidak layak untuk diingat.
Vero berjalan perlahan ke pintu apartemennya setiap hari sangat melelahkan bagi pemuda itu, banyak yang harus dia persiapkan untuk menjadi pewaris yang sempurna seperti yang ayahnya inginkan.
Sebuah paket yang agak besar ditempatkan tepat di depan pintu apartemennya, nama penerima paket itu adalah dia jadi dengan sedikit kebingungan dia membawa paket itu ke dalam.
Vero membuka paket itu dengan sedikit antisipasi, isi paket itu adalah sebuah surat dan gitar...
Vero terkejut melihatnya, entah kapan terakhir kali dia menyentuh alat musik yang sangat disukainya.
Vero dengan tergesa membuka surat sederhana itu, alangkah terkejutnya dia saat tahu pengirimnya adalah Raeya...
'Kaka akan tetap menjadi pewaris yang sempurna, karena kaka sangat hebat.
Jadi... Tidak ada salahnya untuk sedikit bersantai dan bermain gitar saat luang kan?
Raeya tidak tahu apakah keputusan ayah yang meminta kaka berhenti bermain musik sudah benar atau tidak.
Tapi Raeya tahu kalau suara kaka sangat indah...
Selamat ulang tahun kak Vero!
Raeya harap suatu hari nanti kaka akan mencintai Raeya sebanyak kaka mencintai musik walau diam diam'
Vero tidak tahu harus berkata apa karena sebelumnya tidak pernah ada yang memuji suaranya.
Ayahnya ingin pewaris yang sempurna jadi dia harus melepaskan hobinya, ibunya juga setuju dengan hal itu dan berpikir kalau musik adalah hal yang tidak berguna, lalu Tesa yang dia pikir setidaknya akan mengerti ternyata lebih suka memiliki kaka yang merupakan seorang pengusaha daripada pemusik yang tidak jelas.
Vero sudah menerimanya, dia menerima takdirnya yang tidak akan pernah menjadi seorang penyanyi, dia menerima takdirnya sebagai pewaris dari keluarga kaya, tapi sebenarnya dia selalu ingin mempunyai orang yang mengetahui bakatnya, dia ingin pamer, dia ingin menyanyi sampai suaranya serak, tapi dia tidak bisa karena semua orang berkata semua itu sia sia.
Vero puas dengan semua yang dimilikinya, keluarga yang baik, status, teman, dan kekayaan semua dia dapatkan tapi jika diberi kesempatan untuk mengubah sesuatu maka dia harap yang menjadi pewaris bukanlah dirinya.
Egois, Vero memang egois. Dia memiliki semuanya tapi lupa bertanya apa yang dimiliki Raeya, jauh dalam hatinya dia iri pada pemuda itu karena tidak perlu merelakan hobinya seperti yang Vero lakukan.
Mungkin alasan Vero membenci adiknya bukan karena Raeya bertindak bodoh tapi karena Raeya punya kebebasan yang tidak dia punya karena itu dia semakin membenci Raeya yang sudah diberi kebebasan tapi malah menyusahkan semua orang.
Saat itu Raeya masih di sekolah dasar dia pulang dengan senyum merekah pemuda itu sangat bahagia sampai pipinya keram karena banyak tersenyum.
"Kaka aku ikut lomba menyanyi dan aku menang!" Raeya memperlihatkan sertifikatnya dengan bangga berharap untuk sekedar pujian dari sang kaka.
Tapi berbeda dari harapannya wajah Vero sangat tidak enak dilihat nafasnya naik turun dan pandangannya terlihat sangat tidak rela.
Kenapa?....
Kata itu adalah satu satunya hal yang muncul di kepala Raeya. Dia hanya bisa diam saat kakanya merobek sertifikat yang sedari tadi dia bawa, dia hanya diam saat kakanya memarahinya karena mengikuti lomba yang tidak berguna, dia hanya diam saat melihat sertifikatnya di robek menjadi potongan potongan kecil yang tergeletak tidak berdaya di lantai kamar kakanya.
Raeya hanya berniat memenangkan lomba yang selalu ingin kakanya ikuti tapi tidak pernah diizinkan.
Raeya hanya ingin kakanya merasa menang melalui dirinya.
Raeya hanya ingin kakanya bangga...
Tapi Vero semakin membencinya karena kejadian itu, pemuda itu merasa bahwa Raeya sedang pamer, senyum lebar Raeya hari itu seolah mengejeknya.
Vero baru sadar, jika dia kehilangan hobinya maka Raeya kehilangan tempat untuk bersandar.
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est Ma Vie
Fanfictionsekuat apapun Raeya berusaha yang didapatinya hanyalah lelah di penghujung jalan. tidak ada yang datang, tidak ada yang pergi, tidak ada satupun yang peduli pada sosok yang kejam sepertinya. harusnya dia sadar diri, harusnya Raeya tidak sok berani...