Saat itu sudah malam, Vero melihat kawasan perumahan yang tidak asing baginya. Dia bertanya tanya kenapa ibunya datang kemari? Urusan apa yang ibunya maksud?
Ibu dan anak itu berjalan perlahan ke sebuah rumah sederhana, rumah yang selalu Vero pandangi dari jauh tanpa berani untuk menyapa sang pemilik rumah.
Liana memencet bel menunggu sang pemilik rumah untuk membukakan pintu.
Saat pintu terbuka nampak seorang remaja dengan paras rupawan.
"Masuk" Katanya datar.
Vero masuk ke dalam rumah sederhana itu, rumah itu tidak besar juga tidak mewah tidak kurang juga tidak lebih semuanya terasa sempurna?
"Eiran lihat, Wortel kecil tidak mau mandi!" Raeya yang awalnya ingin mengeluh berdiri diam bak patung di ujung ruangan, bahkan dari jauh dia masih bisa melihat keserakahan dan keegoisan yang terpancar dari sepasang mata indah ibunya.
"Sayang" Kata Liana lembut.
Palsu.
Badannya gemetar Raeya ingin lari dia tidak mau dia takut...
Tapi Raeya tahu dia harus menghadapinya cepat atau lambat, jadi bahkan jika tubuhnya gemetar dan kakinya lemas dia masih berjalan mendekat dengan begitu berani.
"Ada apa?" Tanya nya dengan pelan.
"Ibu sangat merindukanmu, ibu merasa bersalah telah mengusirmu saat itu"
"Ibu berbohong"
"Setiap malamnya ibu tidak bisa tidur karena memikirkanmu"
"Ibu berbohong"
"Ibu sangat khawatir padamu Raeya, ayo pulang ke ibu sayang"
Liana tidak pernah selembut ini padanya, tidak pernah sekalipun. Bahkan Vero heran dengan sikap ibunya, kenapa dia meminta Raeya pulang disaat yang seperti ini? Rumah mereka tidak akan menjadi lebih baik jika saja Raeya ikut pulang mungkin saja menjadi lebih buruk karena ayahnya pasti tidak terima.
Kenapa harus sekarang?
Raeya memperhatikan ibunya yang mengatakan kalau dia merasa bersalah tapi masih belum meminta maaf.
Raeya melihat ibunya yang mengatakan kalau dia tidak bisa tidur tapi tidak ada satupun garis hitam dibawah matanya.
Raeya melihat ibunya yang mengatakan kalau dia khawatir tapi baru menemuinya sekarang.
Kenapa?
"Ibu berbohong. Jika khawatir kenapa tidak datang lebih awal, jika ibu peduli kenapa ibu mengusirku. Apalagi yang harus aku lakukan sekarang? Apa ada seseorang yang ibu benci untuk aku singkirkan?" Tanya Raeya.
"Apa yang kau katakan Raeya ibu tidak mengerti, ayo sekarang kita pulang kau tidak bisa merepotkan orang lain lebih lama" Liana menarik tangan Raeya sedikit kasar tapi anak itu melepaskannya dengan cepat.
"Ibu bahkan belum meminta maaf" Raeya menatap langsung kemata ibunya yang tidak sabar, ditatap seperti itu membuat Liana merasa tidak enak seolah Raeya tahu tujuan sebenarnya dari kedatangannya.
"Baiklah ibu minta maaf, sekarang kita pulang oke?"
"Aku tidak mau. Aku tidak mau kembali ke rumahmu"
Liana menjadi semakin tidak sabar, Raeya selalu melakukan apapun yang dia inginkan dia tidak percaya anak itu sekarang berani membantahnya, harusnya Raeya senang karena dirinya mau membawanya kembali harusnya dia merasa bersyukur dan berterimakasih harusnya dia berusaha menggenggam tangannya erat dengan penuh harap seperti dulu.
Matanya beralih pada remaja yang satu yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.
"Pasti kau kan? Apa yang sudah kau lakukan pada anakku? Apa yang kau katakan padanya sehingga dia menjadi seperti ini?!" Liana menunjuk Eiran dengan penuh amarah.
"Bu! Eiran tidak melakukan apapun" Balas Raeya.
"Lihat! Kau bahkan membentakku demi orang luar sepertinya"
"Pulang sekarang Raeya! Kau tidak boleh berdekatan dengannya lagi"
"AKU TIDAK MAU PULANG!" teriak Raeya frustasi.
"Aku tidak mau pulang kerumahmu... Aku tidak mau pergi"
Eiran berjalan mendekat melepaskan tangan Liana yang menarik Raeya dengan kasar.
Eiran selalu membenci wanita ini bahkan lebih dari Tesa, seorang egois sepertinya sangat beruntung mendapatkan Raeya dan itu adalah hal terkonyol yang paling Eiran benci.
"Lepaskan, Raeya bilang dia tidak mau"
Liana menatap kedua remaja itu dengan raut penuh amarah tapi genggaman tangannya pada Raeya tidak kunjung dia lepas malah dia menggenggam nya semakin erat hingga Raeya meringis kesakitan.
"Dia anakku, kau hanyalah orang asing aku akan memberimu banyak uang setelah ini anggap itu sewa selama Raeya tinggal disini"
"Aku tidak butuh uang kotormu, lepaskan tanganmu dari Raeya atau aku akan bersikap kasar"
"Ibu sudah! Apa yang ibu lakukan ayah akan marah jika Raeya pulang" Kata Vero yang sedari tadi diam dia tidak tahu harus berkata apa apa.
"Kau mendukung orang asing ini? Pokoknya Raeya harus pulang malam ini!"
"Ibu Raeya tidak mau!"
"Lepaskan bu aku tidak akan pulang!"
"Kau tidak bisa memaksanya"
Liana muak, tidak ada orang yang berada di sisinya bahkan orang asing bisa membantahnya dia sangat muak!
"PULANG RAEYA! PULANG DAN BUNUH JALANG ITU UNTUKKU!" teriakan frustasi Liana membuat Raeya membantu.
"Apa kau selalu melihatku sebagai alat bu?" Mata Raeya berkaca kaca, tenggorokan nya terasa sakit dia berusaha sangat keras untuk tidak menangis di depan semua orang.
"Kau anakku aku bebas menggunakanmu semauku aku punya hak untuk itu!"
Liana merasa dia akan gila dia tidak bisa berpikir jernih sedikitpun.
"Bu... Aku bahkan bukan anak perempuan itu tapi kau terlihat lebih membenciku daripada dia. Kau berpura pura terlalu lama sampai melupakanku, yang harusnya kau bacakan dongeng sebelum tidur itu aku, yang harusnya kau buatkan bekal itu aku, yang harus kau temani saat penaikan kelas itu aku, karena seperti yang kau bilang aku adalah anakmu" Bulir air mata jatuh dari mata indah itu membasahi wajahnya dengan sangat buruk.
"Aku selalu tahu bagaimana jalan pikiranmu, bagimu aku adalah sebuah ekstra sesuatu yang lebih dan tidak memiliki nilai, bagimu semuanya sempurna hanya denganmu, ayah, Vero, dan Tesa, Vero akan menjadi pewaris perusahaan yang sudah pasti dan Tesa tidak bisa merebutnya karena dia hanya seorang sub jadi kau biarkan dia tinggal"
"Aku tidak pernah memintamu untuk mencelakai Tesa, aku tidak pernah memintamu untuk membencinya" Bantah Liana.
"Tapi hari itu aku mendengar doa doa buruk yang kau panjatkan untuk Tesa agar dia celaka"
Liana terdiam, selama ini apa yang sudah dia lakukan...
Ye malah bingung si anjing faghh mennn kalau kata aku sih mending kamu balik sambil meratapi nasib凸( •̀_•́ )凸
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est Ma Vie
Fanfictionsekuat apapun Raeya berusaha yang didapatinya hanyalah lelah di penghujung jalan. tidak ada yang datang, tidak ada yang pergi, tidak ada satupun yang peduli pada sosok yang kejam sepertinya. harusnya dia sadar diri, harusnya Raeya tidak sok berani...