Raeya membuka matanya perlahan, dia menghela nafas saat mengingat kejadian semalam. Makian ayahnya, tamparan ibunya, tatapan Orang-orang itu, semua terjadi begitu cepat.
Raeya melihat di atas meja samping tempat tidur ada baju dan handuk bersih yang disediakan Eiran untuknya.
Pemuda itu memperlakukan nya dengan sangat baik dan hati hati, membuatnya semakin terbiasa dengan kehadiran orang lain.
Raeya keluar dari kamar sambil mencari keberadaan pemuda yang lain, ada sarapan di meja makan yang sepertinya buatan Eiran. Raeya kembali melangkahkan kakinya mencari sang pemilik rumah.
"Raeya? Apa kau butuh sesuatu?" Pemuda itu masuk dari pintu depan dengan tas belanjaan di tangannya.
"Sebenarnya Eiran... Aku ingin berterimakasih"
"Duduk dulu, sepertinya kau belum sarapan? Makan dulu sarapannya baru kita bicara oke?"
"Tidak, aku ingin bicara sekarang. Maaf merepotkan mu aku sangat berterimakasih karena kau mengizinkanku menginap di tempatmu aku janji akan pergi hari ini-"
"Ingin pergi kemana? Apa kau punya tujuan? Kau ingin tinggal dengan siapa?" Tanya Eiran tegas.
Sebuah kertas kecil aneh diberikan pada Raeya.
Ternyata itu adalah sebuah tiket. Tiket aneh yang terlihat sangat konyol dengan tulisan 'tiket untuk menginap kapanpun di rumah ini!'
Tulisannya rapih dan indah namun isinya sangat kekanakan.
"Selamat kau mendapatkan tiket spesial untuk menginap" Eiran terlihat sangat bodoh berdiri dengan senyuman bodohnya.
"Apa ini tiket yang sama dengan tiket untuk menerobos antrian saat itu?"
"Iya, mereka sama jadi kau tidak perlu khawatir tentang kepalsuan nya dan bisa menggunakannya dengan tenang"
"Bagaimana kalau aku tidak ingin menggunakan tiketnya?.... "
"Kau tidak bisa menolak, harusnya kau tolak saat belum ada di genggamanmu kalau sekarang sudah tidak ada pengembalian!"
Raeya tertawa sampai perutnya sakit, Eiran sangat kekanak-kanakan lihatlah telinganya yang merah sambil terus berbicara itu terlihat sangat berkebalikan dengan wajah tegasnya.
"Jika aku menginap dengan gratis apa kau tidak akan keberatan?" Tanya Raeya sambil menaik turunkan alisnya.
"Berhenti menggodaku seperti itu, kau bisa tinggal selama yang kau mau anggap saja ini rumahmu"
"Hah... Aku merasa seperti simpanan yang dihidupi suami orang lain"
"Suami orang lain apanya? Nanti yang jadi suamimu pasti aku juga" Gumam Eiran pelan.
"Kau bilang apa?"
"Tidak ada, sekarang kau makan saja sarapan mu lalu temani aku pergi ke klinik hewan"
....
Akhir pekan kali ini terasa sangat tenang bagi Raeya, tidak ada drama dan orang orang munafik disekitarnya. Raeya pikir dia akan kesulitan setelah ditinggalkan ternyata semuanya berjalan jauh lebih baik dari yang diharapkan.
Mungkin karena Eiran, mungkin karena adanya Eiran jadi dia tidak harus melewati semua ini sendirian.
Raeya menoleh kesamping, memperhatikan Eiran yang sedang menyetir, Eiran memang sangat tampan rahangnya yang tegas, rambutnya yang hitam legam, kulit putih dan mata yang tajam, juga obsidian yang selalu menatapnya dengan sembrono. Eiran memang sangat tampan, dan baik, dan merupakan satu satunya orang yang tidak pergi atau mungkin belum?...
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est Ma Vie
Fanfictionsekuat apapun Raeya berusaha yang didapatinya hanyalah lelah di penghujung jalan. tidak ada yang datang, tidak ada yang pergi, tidak ada satupun yang peduli pada sosok yang kejam sepertinya. harusnya dia sadar diri, harusnya Raeya tidak sok berani...