10. 'Rumah'

1.9K 286 8
                                    

Telfon genggam Raeya terus berbunyi sejak siang tadi. Eiran mengabaikan panggilan yang masuk agar tidak mengganggu tidur si cantik.

Eiran hanya berdiri menjaga Raeya di depan pintu kamarnya memberikan waktu pada orang lain untuk istirahat sejenak dari hiruk pikuk yang menyesakkan.

Di balik pintu ada seorang pemuda yang menutup matanya dengan tenang sedang disisi berlawanan sosok lain sedang menahan amarah melihat pesan memuakkan dari orang-orang  yang disebut Raeya 'keluarga'.

Eiran tidak percaya dengan video bohong tentang Raeya, orang lain bisa percaya tapi Eiran tidak akan melakukannya. Selama Raeya tidak mengatakannya sendiri Eiran tidak akan pernah percaya.

Bukankah harusnya mereka khawatir? Raeya jelas anak kandung dari keluarganya tapi kenapa mereka lebih percaya orang luar tanpa mendengar penjelasan Raeya?

....

Raeya terbangun saat matahari mulai terbenam, Eiran benar kasurnya memang sangat empuk.

Pemuda itu keluar dari kamar hidungnya menangkap bau yang membuat perutnya berbunyi. Raeya berjalan perlahan ke arah dapur dan mendapati Eiran sedang sibuk dengan masakkannya.

"Baunya sangat enak, aku jadi lapar" Katanya sambil memegang perut.

"Sebentar lagi siap, duduklah dulu"

"Baiklah, apa kau lihat telfon genggam ku?"

Pekerjaan Eiran berhenti sebentar, pemuda itu mencoba bersikap biasa saja sambil menunjuk ke arah benda itu berada.

Raeya membaca semua pesan yang masuk. Dari orang tuanya, dari Tesa, dari Kaiser, dari banyak sekali orang yang tidak dikenalnya.

Eiran memperhatikan Raeya yang nampak terluka, senyuman tipis yang muncul dari wajah Raeya terlihat sangat dipaksakan.

"Ini pertama kalinya mereka memperhatikanku"

"Kau tidak butuh perhatian yang seperti itu Raeya"

"Aku tahu... "

"Apa kau mau mengantarku pulang Eiran?"

"Kita pergi setelah kau menghabiskan makanan di depanmu"

....

Mereka kini berada di depan gerbang megah keluarga Raeya, Raeya tahu apa yang akan diterimanya setelah keluar dari mobil sedang Eiran tidak ingin pemuda itu turun dari mobilnya sama sekali.

"Kalau kau tidak ingin masuk kita bisa kembali ke rumah tadi kapan saja" Ucap Eiran serius.

"Terimakasih, aku tidak bisa mengingatmu tapi aku sangat senang kau menemukanku Eiran"

Raeya turun dari mobil, pemuda itu berjalan dengan mantap ke arah bangunan yang selalu dia anggap 'rumah'.

Raeya menoleh hanya untuk mendapati Eiran yang sudah keluar dari mobil sedang menatapnya dengan raut khawatir yang jarang dilihatnya selama beberapa tahun belakangan.

Mereka saling tatap untuk beberapa detik sebelum Raeya memutuskan pandangan.

Raeya mendorong pintu rumahnya yang mewah, melihat sudah ada banyak sekali orang yang duduk menunggunya.

Ayah, ibu, kaka, paman dan bibi, Kaiser, bahkan ada Galen dan Leon yang statusnya orang luar.

"Dari mana saja kau? Apa kau tahu seberapa besar masalah yang kau timbulkan? Ayah hanya memintamu untuk tidak berbuat onar! Kenapa kau sangat mengecewakan Raeya?"

"Bosan mencelakai Tesa sekarang kau ingin mencelakai orang lain? Sebenarnya apa yang ada di otakmu hah?!" Ucap Vero emosi.

"Anak kurang ajar!"

Satu tamparan mengenai pipinya, tamparan itu memang sakit tapi yang lebih menyakitkan adalah orang yang menampar nya sebenarnya ibunya yang paling dia pedulikan.

Raeya berdiri dengan diam, dia bahkan tidak punya niat untuk menjelaskan. Tatapan yang mereka layangkan untuk Raeya seperti belati yang ingin mengoyak daging dan kulitnya.

"Pergi! Keluar dari rumah ini aku tidak sudi mempunyai putra sepertimu!" Perkataan tuan rumah menggema di seluruh ruangan menyatu baik dengan cibiran dan bisikan yang tidak mengenakkan.

"Mulai hari ini adikku hanya Tesa! Kau pergilah yang jauh jangan pernah muncul dihadapanku!"

"Aku bersumpah tidak akan pernah kembali ke rumah ini lagi bahkan jika aku harus mati, apa kalian puas?" Raeya akhirnya bersuara.

Pemuda itu berdiri disana, sendirian, berlawanan dengan semua orang, entah sejak kapan pemuda itu terlihat sangat rapuh bahkan kata kata tadi seolah memerlukan banyak upaya untuk disampaikannya.

"23 detik untuk sebuah hubungan darah... 'Keluarga' ini memang sangat murah" Raeya menertawakan dirinya sendiri, bertahun tahun usaha untuk sebuah pengakuan tapi hanya perlu 23 detik ambigu yang membuatnya dibuang.

Itu sangat konyol....

"Aku harap kalian bahagia, aku harap kalian terus menjadi keluarga di jutaan kehidupan lainnya" Raeya pergi tanpa membawa apa apa.

Selamat untuk keluarganya yang berhasil menyingkirkan pengganggu sepertinya, selamat untuk ibunya yang kehilangan anak tidak berguna, selamat untuk kaka nya yang akhirnya hanya punya satu adik, selamat untuk Kaiser yang tidak perlu lagi menahan muak karena kehadirannya.

Dan selamat untuk Tesa yang baik hati karena mendapatkan semuanya, selamat karena memiliki Kaiser sepenuhnya, selamat atas kasih sayang yang melimpah untuk dirinya sendiri, selamat karena akhirnya menjadi satu-satunya putra bungsu di rumah megah itu.

Selamat.... Selamat untuk semuanya karena akhirnya menyingkirkan Raeya...

Di mimpi Raeya, pemuda itu meninggalkan dunia saat salju pertama turun di umurnya yang ke 21 tahun.

Saat itu dia terbaring di jalan setapak yang jarang dilewati orang orang, pemuda itu kurus dan kotor dia kelaparan dan kedinginan.

Malam itu, langit sangat indah kepingan salju berterbangan di udara. Raeya menutup matanya di bawah tumpukan salju yang putih bersih berbanding terbalik dengannya yang kotor dan hina.

Syukurlah setidaknya semesta masih mengasihani nya dan mau menutupi tubuhnya yang menjijikan dibawah salju yang indah.

C'est Ma VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang