[TDBU 10]

312 22 11
                                    

- That Suppose to be Nothing -

⚠️TW! Kekerasan

Sebel bgt mau aplot semalem malah mati listrik kd gada sinyall😡😡 Met Sahorrrr!

Judy sudah berdiri di antrian coffe shop yang masih berada di bagian Loby rumah sakit pagi-pagi sekali, bahkan matahari belum terbut. Brenada memintanya membawa secangkir americano panas double shot. Belum sempat mempertanyakan pesanan tersebut—karena tentu kondisi atasannya sangat tidak disarankan untuk minum kopi saat ini, sebuah sosok menghampirinya.

"Judy!" sapa lelaki itu. Judy yang sedikit terkejut hanya berbalik, dan membungkukkan badannya ke depan sekilas untuk menghargai sapaan lelaki itu sebelum kembali fokus pada antrean. "Aku tidak menyangka kalau atasan kita punya hubungan yang rumit, ya?" ucap Anderson dari balik punggung perempuan itu.

Judy hanya berdeham, tidak berniat membalasnya. Namun laki-laki itu sepertinya memang senang sekali berbasa-basi terhadap siapapun. "Kemarin-kemarin saja Pak Leonard terlihat sangat dingin dan tidak peduli, tapi siapa sangka setelah kehebohan menegangkan kemarin, dia malah terlihat sangat khawatir,"

"Aku sungguh tidak menyangka kalau Pak Leonard akan bermalam untuk menjaga—"

"APA?!" sahut Judy seketika membalikkan badan. Perempuan itu terkejut bukan main, sampai para pekerja di coffe shop itu meliriknya. "A-ap-a mak-sud-mu?!"

"Hah? Maksudku? Loh...loh...loh, kamu tidak tahu kalau semalam Pak Leonard bermalam disini bersama Bu Brenada? Untuk apa aku kesini kalau bukan untuk menemui dia?" jawab Anderson ikut bingung dengan raut panik perempuan di depannya.

"Tolong bawakan sekalian americano double shot, karena aku harus naik terlebih dahulu. Terima kasih, Pak Anderson," ujar Judy tergesa tapi masih sempat membungkukkan badan sebelum berlari keluar area coffe shop.

Perempuan berusia 28 tahun itu terengah karena harus berlari menyusuri lorong rumah sakit yang panjang dan luas. Keringatnya mulai berkucuran, untungnya hari ini dia tidak memakai heel, jadi ia bisa bergerak dengan gesit. Namun sayang sekali, ketika sampai di lorong tempat Brenada di rawat, lorong itu sudah dipenuhi ajudan berbaju hitam yang berjaga di depan pintu.

"Shit! Maafkan saya, Bu. Saya terlambat,"

***

Brenada terbangun pagi-pagi sekali. Jelas karena ia merasa gugup dan bingung. Dia pandangi lelaki yang sekarang tengah meringkuk di sofa tak jauh di depannya. Lelaki itu menggunakan jaket kulit hitamnya untuk menyelimuti bagian atas tubuhnya. Brenada tahu, Leonard kedinginan karena lelaki itu memang tidak suka dingin.

Tangannya segera bergerak mencari remote yang terletak di laci nakas, berusaha menaikan suhu ruangan. Hujan semalam pasti membuat suhu udara di luar semakin dingin. Semalam...

Brenada menangkupkan tangan ke wajahnya yang memerah. Murahan sekali dirinya. Entah kali keberapa, dirinya menyerah saja ketika diperlakukan seenaknya oleh Leonard. Sampai detik ini tubuh Brenada tetap saja rela dilecehkan, hanya karena merasa Leonard berhak melukai dan memperlakukannya sesuka lelaki itu.

Namun, Brenada tidak bisa lupa tatapan Leonard semalam. Tatapan itu berbeda dari terakhir kali mereka berciuman. Tatapan itu adalah tatapan yang selama bertahun-tahun Leonard berikan kepadanya sebelum perceraian, jadi bolehkah Brenada bingung sekarang? Dan jangan lupakan, di tengah deru dan engah karena saling kehabisan nafas, lelaki itu sempat mengusap kepalanya dan berbisik lirih sekali. "Maaf. Maafkan aku," ucap lelaki itu semalam.

Mereka tidak berbincang apapun, karena suasana sungguh canggung ketika akhirnya mereka berhasil menghentikan kegiatan saling melumat itu. Leonard dengan kikuk mengangsurkan paper bowl yang sudah berganti dari panas ke hangat, dan mau tak mau Brenada bergegas menghabiskan makan malamnya untuk menyelamatkannya dari kecanggungan.

The Divorce Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang