[TDBU 19]

254 24 16
                                    

- When the Wind Blow Your Hair -

Angin siang ini sedikit kencang, membuat rambut pendek Brenada yang tak dapat dikucir berkibar berantakan bahkan sesekali menutupi wajahnya. Ia berjalan menjauh dari lapangan, tempat ia baru saja latihan menembak. Tangannya sibuk membetulkan holster setelah memasukkan pistol, mengancingkan pengait lalu melepas kedua sarung tangan. Sesekali ia mengibaskan rambutnya yang masih terburai berantakan.

Entah sejak kapan ada seseorang di sekitarnya, singatnya siang ini ia berlatih sendirian karena agen-agen hanya berlatih di pagi dan sore hari. Tapi tiba-tiba sebuah tangan menyusup diantara rambut-rambutnya seolah ingin membantu dirinya yang memang sedikit kerepotan dengan rambut yang menutupi muka.

"Matamu bisa kelilipan rambutmu sendiri,"

Brenada menangkis tangan itu. "Bukan urusanmu," Perempuan itu berjalan memasuki lorong yang menuju ke arah gedung utama. Lelaki itu masih mengikuti. "Let's have lunch,"

"You, and me? Seriously?!" sahut Brenada dengan sinis. Ia mulai memasuki ruang loker, dimana tiap agen akan mendapat satu loker yang cukup untuk menyimpan peralatan dan beberapa baju. Brenada membuka lokernya untuk mengambil beberapa barang yang tadi ia simpan.

"Kenapa tidak? Kamu saja masih menyimpan foto kita,"

"Leonard!" bentak Brenada disertai gerakan cepatnya menutup pintu loker. "Apa maumu? Berhenti untuk saling terlibat, seperti yang kamu ucapkan dulu, saat kita pertama kali kembali bertemu, bahwa hubungan kita tinggal hubungan profesional pekerjaan"

Lelaki itu menghela nafas. Tidak banyak berubah, Leonard tetap lelaki yang dingin dan wajahnya tidak terbaca, namun akhir-akhir ini lelaki itu seperti punya banyak waktu dan tenaga untuk selalu menemui Brenada. Ini bukan kali pertama sejak kepulangan lelaki itu dari tugas mereka terakhir kali, Leonard jadi sering mengajaknya berinteraksi.

"Aku sudah mencobanya, tapi aku tidak bisa,"

"Omong kosong," Brenada berjalan keluar ruangan dengan segera. Dia ingin cepat-cepat menjauh dari lelaki menyebalkan itu. Namun, tangannya ditarik seketika. "Tunggu, tolong dengarkan aku dulu,"

"Apa, Leonard? Kamu sungguh seniat itu ingin membalaskan dendammu padaku? Kamu ingin aku harus seperti apa agar kamu puas?—"

Dengan gerakan cepat Leonard membungkam mulut Brenada. Memenjarakan tubuh mungil itu di dalam rengkuhannya yang kokoh. Bibirnya berusaha membelai dan mengundang, namun beberapa detik kemudian Leonard mengaduh. Perutnya berhasil ditendang oleh Brenada, disusul sebuah tamparan yang terdengar begitu nyaring.

"Berhenti membuatku seperti seorang pelacur, Leonard. Sekarang aku tidak akan diam saja dengan semua tindakan semena-menamu," Tanpa menunggu apapun, Brenada segera pergi. Leonard hendak menyusulnya namun sebuah dering terdengar. Sebelum hilang di balik pintu ruangan, ia sempat mendengar Leonard menerima panggilan tersebut. Dan ya, lagi-lagi nama itu lagi yang ia dengar, "Ashley?"

Brenada tidak bisa tidak tertawa sinis, sebelum berkata, "Dasar bajingan,"

***

Dengan setengah hati, Brenada memasuki lobi sebuah hotel untuk memenuhi undangan makan siang Ayahnya. Ia bahkan tidak menyempatkan diri berganti pakaian. Dirinya masih mengenakan combat shirt dan tactical pants yang kesemuanya berwarna hitam. Holster berisi pistolpun masih terkait di dadanya, hanya saja ia tutupi dengan jaket kulit yang juga berwarna hitam. Brenada jelas enggan bersusah payah dalam segala hal yang berkaitan dengan Ayahnya.

Lalu, ia berjalan menuju restaurant yang berada di lantai 4. Menyebutkan reservasi dan dengan segera seorang pelayan menuntunnya menuju salah satu meja yang berada di dekat jendela. Ayahnya sudah duduk disana, dengan secangkir kopi.

The Divorce Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang