Prologue
"Good Morning, Ma'am," sapa orang-orang secara bergantian di lantai 4 gedung Federal Bureau of Investigation (FBI)Washington DC. Perempuan yang menjadi objek sapaan orang-orang hanya mengangguk sesekali sebagai balasan, tanpa sedikitpun senyum di bibirnya.
Perempuan yang mengenakan beige pantsuit itu berjalan dengan sedikit terburu menuju ruangannya. Rambut pendeknya yang belum kering sepenuhnya terlihat sedikit awut-awutan, terlihat sekali kalau ia memulai pagi dengan buruk.
Para staf yang telah dilalui perempuan tadi mendesah lega namun segera bergumam, "Ibunda ratu tidak sempat memblow rambut, kita harus bersiap-siap sepertinya akan ada kasus besar," Bilik-bilik di lantai itu mulai berisik.
Selang beberapa menit, perempuan pemimpin 4 divisi di lantai 4 itu keluar membawa beberapa map, diikuti asistennya untuk masuk ke dalam ruang rapat yang masih berada di lantai yang sama. Lima menit kemudian, rombongan Direktur datang, membuat seisi lantai 4 terdiam seketika. Agaknya firasat mereka langsung menjadi nyata.
Dalam sejarah National Security Branch (NSB), hanya pada masa-masa genting saja para petinggi sampai mengadakan rapat di lantai mereka. Bila masa itu tiba, dapat dipastikan bahwa lalu lintas pekerjaan orang-orang di lantai itu akan menjadi sangat padat selama berbulan-bulan. Orang-orang mendesah lelah, pagi di awal minggu yang terasa buruk. Belum menerima perintah apapun namun mereka tahu bahwa setelah ini mereka harus memforsir diri.
Lantai yang awalnya sudah mulai senyap itu tiba-tiba kembali riuh ketika baru saja seorang laki-laki pirang bercelana jeans dengan atasan jas berwarna navy lewat di lorong lantai mereka. Orang-orang kembali saling berbisik di balik kubikel mereka, tengah menduga-duga dengan pertanyaan yang sama, "Bukankah itu... Mantan suami Ibunda Ratu?"
***
"Saya akan—"
"Kami sudah memberimu cukup waktu, Brenada. Tugas ini sudah berbulan-bulan kami serahkan secara pribadi kepada dirimu, tapi kamu belum menghasilkan apa-apa. Kita kehabisan waktu," keluh Tuan Johan, salah satu petinggi FBI yang hadir pada rapat mendadak pagi itu.
"Pergerakan Black Caliburn (BC) sudah terlalu masif. Kita tidak bisa membahayakan warga sipil lebih jauh," sahut Tuan Clark, seorang utusan dari Gedung Putih.
"Tapi memulai operasi secara terang-terangan juga sama saja membahayakan warga sipil, tolong beri saya sedikit lagi waktu," pinta Brenada frustasi. Rencana yang ia susun selama berbulan-bulan berantakan karena tiba-tiba terjadi serangan teror di Pennyslvania yang merenggut banyak korban.
"Kita tetap pada keputusan bahwa misi penumpasan teroris BC akan dilakukan terang-terangan," putus Tuan Robin. "Oiya, Brenada. Kami membawakanmu bantuan, tapi sepertinya dia sedikit terlambat,"
Pintu diketuk tiba-tiba, lalu terbuka menampakkan sosok yang sudah 3 tahun ini tidak pernah lagi Brenada jumpai. Lelaki berambut pirang itu masuk. "Nah akhirnya dia datang juga,"
"Maaf saya sedikit terlambat, anak saya sedikit rewel," ucap lelaki yang berjalan dengan tenang itu. Ia membungkuk memberikan salam kepada semua orang di ruangan sebelum akhirnya mengambil tempat duduk tepat di depan Brenada.
"Kami harap, kalian bisa bekerja sama dengan baik dan, ekehmm... profesional," ujar Tuan Johan yang agaknya mengetahui gejolak yang tiba-tiba muncul di raut wajah putrinya.
***
Rapat usai dengan keputusan bahwa tim NSB akan bekerja sama dengan Intellegence Branch (IB) dalam misi kali ini. Mereka menyepakati bahwa misi akan dilancarkan dalam kurun waktu enam bulan.
Para petinggi mulai keluar ruangan satu persatu, ketika lelaki pirang yang menjadi hadiah kejutan untuk Brenada Wong pagi itu hendak keluar, perempuan itu segera mencegahnya. "Kita perlu bicara," ucap Brenada. Lelaki itu diam, tanpa membalik badan ia menjawab, "Kita agendakan rapat dengan tim secepatnya," balas lelaki itu tetap berniat keluar ruangan namun Brenada segera menarik tangannya.
"Judy, please leave us," ucap Brenada pada asistennya yang masih setia menunggunya. Judy segera keluar dari ruang rapat meninggalkan mantan sepasang suami-istri yang entah mengapa terlihat saling tidak bersahabat.
"Why are you here?" desak prempuan yang masih merasa dikhianati oleh mantan suaminya karena yang ia tahu, lelaki yang kini nampak jauh lebih matang itu dulu berjanji untuk mengakhiri segala hal yang memiliki koneksi dengan dirinya termasuk pekerjaan mereka.
Lelaki itu diam, bahkan posisi tubuhnya tak berubah sejak terakhir kali. Ia masih berdiri di depan pintu dengan tangan Brenada mencengkeram lengas jasnya. "Leonard!" desak Brenada sekali lagi. "Jika tidak ada hal penting yang ingin anda bicarakan, saya undur diri," ucap lelaki itu pada akhirnya. Tangannya terulur untuk melepas cengkeraman tangan Brenada.
"Leonard,"
"Kita bekerja secara professional jadi tolong jangan memunculkan pembahasan di luar pekerjaan. Saya permisi," tutup lelaki itu sembari berlalu meninggalkan Brenada yang masih terperangah mendapati dirinya diabaikan oleh lelaki yang... Yang dulu begitu mencintai dan mendamba dirinya, namun ia tinggalkan.
——
[Prologue]
730 words
261223- start
_____________________________Boleh kali di masukin library dulu, xixi. Kira-kira mau dilanjut nggak? Kalo iya, mau sedih-sedihan lagi atau nyenyenye aja? Hayoo
Ini nanti aku fokus romancenya, pekerjaan mereka sbg FBI kayanya ya tempelan doang wkwk soalnya risetnya susah, hiks, tp sesekali ttp muncul adegan actionnya kok.
Bayangin aja disini Leon tuh dingin kek dia pas di RE4 Remake, nah Ada yang bucin. Pokoknya kali ini kita buat Ada Wong jungkir balik buat Si Berondong Pirang kita ya✊🏼
Update sesuka hati krn masih fokus di lapak sebelah. Lof ya🫶🏼
KAMU SEDANG MEMBACA
The Divorce Between Us
Fiksi Penggemar[An Alternate Universe of Ada Wong and Leon S. Kennedy] 18+ minor please respect the social guidelines Brenada Wong adalah seorang Executive Assistant Director bagian Keamanan Nasional di FBI. Ia harus kembali berhadapan dengan mantan suaminya kare...