[TDBU 22]

374 23 12
                                    

- The Messier Night had Happen -

"Aku, begitu menginginkanmu kembali," udara hangat kembali berhembus, dengan putus-putus. Disusul sebuah bisik yang lagi-lagi membuat Brenada berdebar hingga perutnya terasa mulas. "Bolehkah aku menciummu?"

Diantara banyak ciuman yang pernah lelaki itu paksakan pada waktu-waktu lalu, kali ini lelaki itu meminta izinnya. Seperti sebagaimana yang selalu Leonard lakukan dulu, ketika mereka masih berpacaran. Bolehkan Brenada menyimpulkan bahwa semua ungkapan yang tadi lelaki itu ucapkan adalah sebuah kebenaran?

Brenada yang sulit mencerna diam saja, namun setiap hembusan hangat yang menerpa kulitnya segera membuatnya sadar bahwa ada seseorang yang tengah menunggu jawaban. Brenada berdeham pelan, mungkin karena perasaan gugup tangannya tiba-tiba mempererat genggam yang saat itu berlabuh di dada Leonard. Entah apa yang ditangkap lelaki itu sehingga Brenada menemukan hidung Leonard sudah berhenti kembali depan hidungnya namun kini sedikit serong karena bibir mereka sudah bertemu. Leonard mengecupnya.

"Maaf sudah sering secara lancang menciummu tiba-tiba. Aku sungguh selalu lemah di hadapanmu, Brenada, tapi sebaliknya kamu kamu tidak pernah menginginkanku lagi, aku begitu frustasi dan sulit menahan diri. Aku sering mengacaukan rencanaku sendiri hanya karena begitu tergoda untuk sekedar menyentuhmu, atau melihatmu. Maaf sudah membuatmu bingung, tapi, tidak seharipun dalam 3 tahun ini aku tidak memikirkanmu,"

Entah setan dari mana, bukannya segera mengakhiri posisi riskan mereka, Brenada malah semakin memperosokkan diri dengan mengaitkan lengan pada leher Leonard. "Tidakkah kamu harusnya juga melihat bahwa aku begitu frustasi mengenai segala tentangmu? Bahkan aku sudah seperti jalang yang selalu lemah setiap kamu sentuh tiba-tiba, bukankah harusnya aku marah dan tersinggung? Lihat, Leonard, bukan hanya kamu yang menginginkanku, tapi aku pun juga begitu menginginkanmu,"

Hembusan nafas mereka semakin berat, dengan mata yang saling mengunci, sebelum dahi mereka bertemu. Setelah saling terpejam, untuk memenangkan debar yang menggila, entah kapan dan siapa yang memulai, bibir mereka telah bertaut. Panjang dan dalam, seperti tengah membisikkan jutaan rindu yang bertahun-tahun saling mereka pendam.

Gerak tangan mereka lembut, saling mengusap dan mengelus. Berpindah dari satu bagian tubuh, ke bagian lain. Sesekali mencengkeram, seperti yang Brenada lakukan sekarang, ketika gerak bibir Leonard mulai mengecupi tulang selangka, tangannya begitu serakah meraup rambut pirang di hadapannya.

Dengan gesa, kaki mereka tersandung-sandung dengan payah berjalan menuju ranjang. Tak sengaja mereka membuat karpet di bawah sofa sedikit tersingkap, lalu menabrak meja kecil di sisi dinding sampai meja itu sedikit bergeser dan beberapa perabot seperti vas di atasnya terjatuh dan bercecer di lantai. Saat berhasil sampai, tanpa mengambil jeda, Leonard merebahkan tubuh mereka bersama. Brenada melenguh ketika lelaki di atasnya telah berhasil dengan cepat membuka kancing blouse yang ia kenakan dan mulai menyarangkan kecupan-kecupan lembut yang berjalan lembut dari pundak ke pusarnya.

Tidak ingin kalah, Brenada membalik posisi tubuh mereka. Membuat Leonard tertahan di bawahnya, dan dengan segera menarik kaus yang lelaki itu kenakan karena entah sejak kapan jaket yang tadi Leonard pakai sudah teronggok di lantai. Seperti perempuan gila, Brenada bergerak cepat untuk melucuti semua pakaian yang tersisa.

Leonard dengan geramannya, kembali memutar tubuh. Kembali mengungkung tubuh mungil Brenada di bawah kuasanya. Lelaki itu menatap tubuh yang sudah lama tidak ia lihat itu, hingga membuat wajah Brenada memerah. "Jangan melihatku seperti itu,"

The Divorce Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang