[TDBU 04]

275 18 10
                                    

- Don't Hate Too Much -

Isu mengenai pertemuan kembali kedua mantan suami-istri fenomenal di FBI sudah menjadi bahan obrolan para staf dan agen selama 2 bulan terakhir. Khususnya di lantai 4 dan 2, orang-orang akan sibuk membicarakan kedua atasan mereka itu entah ketika sedang membeli kopi, mencuri waktu di pantry, makan siang bahkan ketika orang-orang keluar gedung pada jam pulang.

Seperti saat ini, ketika jam makan siang, orang-orang yang berkumpul di cafetaria bersama kumpulan mereka masing-masing. Sembari menikmati makan siang, mereka saling berbisik mengenai isu yang agaknya tidak akan segera surut.

"Kalau kalian tahu bagaimana mesranya mereka dulu, pasti tidak akan menduga kalau mereka akan berpisah," ucap salah satu staf perempuan senior yang sepertinya sangat mengetahui seluk beluk hubungan atasan mereka di masa lalu.

"Iya! Aku pernah dengar bahkan mereka terang-terangan sering sekali mencuri waktu untuk bertemu. Euhh, kalian tidak akan menyangka kalau Ibunda Ratu dulu sangat ramah, bahkan sering ke lantai 2 untuk mengantar bekal Tuan Freezer sekaligus memberi semua stafnya kopi. Dulu itu Ibunda Ratu idaman semua lelaki di gedung ini, yeah, sebelum berubah menjadi ya kalian tahu 'Ibunda Ratu'," sahut pegawai laki-laki yang juga senior dari lantai 2.

"Serius? Eh itu ada Tuan Freezer. Dia apa seperti itu sejak dulu sampai kalian juluki freezer?" ucap seseorang paling muda dalam gerombolan itu. Mereka otomatis langsung mengarahkan tatapan mereka kepada seorang pria berkaus polo dan celan jeans yang sedang mengantre untuk mengambil makan siangnya.

"Mana ada! Dulu mereka itu pasangan fenomenal karena tidak ada celanya. Mereka cantik dan tampan, pintar, agen unggulan, dan yang jelas kepribadian mereka sangat baik kepada semua orang. Yah, mereka sama-sama berubah semenjak berpisah," jawab perempuan lain yang duduk di paling ujung.

"Kalau mereka sesempurna itu, terus kenapa pisah?" tanya seorang junior laki-laki yang sepertinya mulai tertarik dengan obrolan makan siang mereka.

"Rumornya sih karena mereka berebut posisi Asisten Direktur. Salah satu dari mereka harus mengalah, dan yah, melepaskan hubungan mereka," Mereka terdiam sejenak untuk saling tatap karena Leonard tengah berjalan di samping meja mereka membawa tray makanannya.

"Brrrr. Tuan Freezer sekarang tidak pernah tersenyum lagi. Dan menurut rumor, Tuan Freezerlah yang akhirnya mengalah dan memilih menceraikan Ibunda Ratu demi karir Ibunda Ratu. Sungguh pengorbanan yang luar biasa," bisik staf perempuan pertama sembari melihat sekeliling, takut obrolan panas mereka ada yang dengar.

"Ck! Kisah yang cukup menyebalkan ya. Eh tapi bukannya Tuan Freezer pernah tersenyum, waktu... waktu bersama perempuan muda yang beberapa waktu terakhir sering membawakan kita makanan juga. Siapa namanya?"

"Ashley? Oh jelas. Diakan—"

'Prank' suara nampan yang berbentur dengan lantai terdengar nyaring. Gerembolan orng yang tengah asik menikmati makan siangnya tadi seketika menaruh perhatian mereka sepenuhnya ke sumber suara. Mereka saling tercengang karena objek yang mereka bicarakan tengah saling berdiri berhadapan dengan wajah saling melotot.

"Fuck!" umpat Ada yang tengah meratapi satin two pieces setsnya yang terkena kopi. Ia memandang galak pada lelaki di depannya, yang juga menatapnya tidak ramah karena lelaki itu baru saja kehilangan makan siangnya.

"You? Sengaja?" sentak Ada garang walaupun dengan volume yang tidak begitu keras. "Jelas-jelas anda yang salah. Memang anda itu paling ahli kalau melempar kesalahan kepada orang lain!" balas Leonard yang mulai memunguti makanannya di lantai.

"Kalau berniat bermain handphone, pastikan tidak mengganggu orang lain," imbuhnya yang telah selesai memunguti makanannya yang tercecer. "Tapi ya terserah anda. Hm, saya minta maaf jika itu keinginan anda. Cukup untuk memuaskan ego anda kan?"

Tangan Ada terkepal. Suasana cafetaria sangat ramai, mengingat saat ini adalah jam makan siang. Baru kali ini Ada ingin membeli sendiri kopinya, tapi siapa sangka malah harus terlibat dengan Leonard lagi? "LEON!" bentaknya membuat semua orang tambah penasaran dengan apa yang tengah terjadi.

Leonard melenggang pergi tidak peduli dengan Ada atapun orang-orang yang menatapi mereka. Sementara Ada dengan geram menatapi kepergian pria itu—lagi. Ketika Leonard sudah sepenuhnya pergi dari cafetaria, barulah Ada meminta tolong kepada petugas kebersihan untuk membereskan yang terjadi setelah itu ikut pergi dengan hati dan kepala yang riuh akibat amarah dan luka.

***

Ruang luas sebuah apartemen temaram, angin berhembus menggoyangkan tirai sekaligus menerka muka Brenada yang tengah menatapi kelamnya langit malam ini. Tangannya menggoyang gelas wine yang sebenarnya sudah kosong, lalu hendak meminumnya.

"Hahaha, bahkan minum wine saja aku berantakan," keluhnya. Ia kembali mengamati pintu balkon yang ia buka, menerawang jauh ke depan.

Ada berpikir, hidupnya sudah baik-baik saja. Ia sudah mendapatkan apa yang ia cita-citakan, termasuk membayar mahal harga yang setimpal untuk cita-citanya. Lantas mengapa rasanya ini semua belum cukup? Apakah dirinya mulai serakah?

Kepalanya berputar ke sisi kiri, menuju ruang tamu yang gelap gulita. Matanya menatap nanar dinding di belakang sofa, menatapi potret besar yang sengaja ia taruh disana semenjak mengusir Leonard dari apartemen mereka. Potret pernikahannya 8 tahun lalu.

Ada tersenyum dan menunduk dalam. Rasanya ia mulai bertanya-tanya, mengapa saat ini rasanya harga yang ia bayar terlalu mahal ya? Haruskah Ada akui bahwa dirinya belum sanggup berhadapan lagi dengan Leonard? Ya. Dia belum berhasil sembuh dari luka yang ia pilih sendiri.

Perempuan itu meraba lehernya, menarik pelan kalung yang selalu ia pakai. Tangannya mengikuti ukiran pada cincin yang terukir nama Leonard di dalamnya. Cincin yang selalu ia taruh di dekat jantung, karena tanpanya, Ada tidak akan bertahan selama ini.

"Itu hakmu untuk membenciku sebanyak yang kamu mau, tapi kenapa rasanya sakit sekali? " tanya Ada pada dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat hari-hari menuju perceraian mereka. Mengingat bagaimana Leonard menangis dan bersujud padanya agar membatalkan perceraian mereka.

"Kalau aku menerima tawaranmu dulu, apakah kita akan baik-baik saja atau malah lebih hancur dari ini?" Kakinya mulai beranjak, seperti setiap malam yang ia lalukan. Menyusuri setiap sudut apartemen, untuk menggali setiap kenangannya dengan Leonard.

Ada akan terus berjalan, menyentuh semua hal yang sering Leonard gunakan hingga ia kelelahan dan tertidur dengan kemeja satu-satunya milik lelaki itu yang berhasil Ada ambil tanpa sepengetahuan Leonard. Ia akui, ia begitu payah dan lemah. Padahal ketika tahu Leonard akan menjadi rekan kerjanya lagi, ia tak begitu khawatir. Mungkin karena sikap lelaki itu begitu mengganggunya.

Ada berhenti di depat buffet, dimana terdapat sebuah mug couple yang terukir inisial nama dan tanggal pernikahan mereka. Ia menyentuh mug itu, lalu tubuhnya luruh ke lantai. Air matanya jatuh. Itu mug hadiah pernikahan dari Leon di tahun kelima mereka. Ya, sebelum akhirnya Ada menceraikan Leonard.

"Aku juga tidak menginginkan perceraian ini, jadi jangan membenciku sebanyak itu, Leon,"

"...Aku takut, aku ingin kembali padamu,"

——
[TDBU 04]
1063 words

——[TDBU 04]1063 words

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Divorce Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang