𝘽𝙖𝙗𝙖𝙠 𝙑 - 𝙈𝙚𝙣𝙪𝙣𝙜𝙜𝙪

24 3 1
                                    

Happy Reading
.
.
.
.

Hari yang ditunggu pun tiba. Hanna sedang mempersiapkan pakaian yang akan ia bawa ke rumah sepupu nya. Ketika sedang memakai Khimar, bel pintu rumahnya berbunyi menandakan ada seseorang di luar. Hanna segera membukakan pintu. Terlihat seorang pemuda dengan setelan kaus putih dan celana kargo army di tambah dengan Surai yang sedikit berantakan. "Assalamualaikum." Ucap sang pemuda dengan senyuman menghiasi wajahnya

"Waalaikumsalam." Balas Hanna ikut tersenyum

"Hei? Kamu ga kangen aku? Kan aku baru lulus nih." Tanya sang pemuda

"Ga, kita baru Minggu lalu ketemu di sekolah. Btw mana tan-."

"TANTE DISINIII!!" Potong seorang wanita cantik yang mungkin baru berusia kepala empat.

"Aduhh, ponakan Tante udah gede aja. Perasaan kemarin masih sekecil ini." Timpal Lauren sembari menunjukan tangannya seperti "🤏".

'Ya Allah, ternyata gw itu toge.'

Hanna tersenyum agak canggung

"Udah udah, ayo ke mobil. Ini udah jam 1 lohh. Nanti kesorean lagi sampe sana. Oh iya, Abang? Tolong itu si Hanna angkat tasnya. Kali kali berat tuh." Ucap Lauren lalu meninggalkan mereka berdua untuk ke mobil terlebih dahulu

Keduanya mengangguk. Hanna mengangkat tas miliknya untuk dibawa keluar. Namun, kegiatan itu dihentikan oleh pemuda yang bernama Zenathan tersebut.

"Apa bang? Permisi, aku mau lewat."

"Sini, tak bawain. Kamu kunci pintu rumah mu sana."

Hanna mengangguk dan memberikan tasnya kepada Zen. Zen pun pergi ke mobil untuk meletakan tas milik Hanna ke dalam bagasi. Hanna mengunci pintu rumahnya dan ikut menyusul ke dalam mobil. Tak lama, mobil pun mulai melaju.

Perjalanan di lalui dengan hanya lagu yang berasal dari radio. Terkadang ada yang memulai konversasi namun, tak sampai beberapa menit pasti kembali hening. Semuanya sibuk. Tante ngobrol sama om. Zen bermain hp miliknya, sedangkan Hanna tidur. Dua jam pun berlalu tepat ba'da ashar, mereka sampai di tempat tujuannya yaitu Bandung. Hanya perjalanan ke rumah Devan yang memakan waktu sekitar setengah jam. Hanna terbangun kemudian langsung membuka hp nya. Dilayar tertera jam digital yang menunjukan pukul tiga lewat lima belas sore. Ia mematikan hpnya kemudian melihat lihat pemandangan lewat kaca mobil.

"Na.."

"Oi? Kenapa bang?" Tanya Hanna yang menanggapi Zenathan yang memanggil

"Ga, gajadi."

"Aneh, kenapa heh?"

"Tadi ada belalang di wajahmu."

"Hah? Mana mana?" Ucap Hanna sembari menepis nepis wajahnya

"Belalang ghoib."

Hanna pun memukul sedikit keras pundak sang pemuda

"Awh- sakit tau." Ringis Zenathan mengelus pundaknya

"Macem macem lagi Lo." Kesal Hanna

"Udah eh, jangan berantem. Ini kita udah sampe loh." Ucap Lauren menghentikan perkelahian kecil antara putra dan keponakannya tersebut.

Tak lama, mobil pun berhenti di depan sebuah rumah yang tak begitu besar dan tak begitu kecil. Sedehana namun istimewa. Kedua orang tua zenathan pun keluar dari mobil di susul dengan putra mereka dan Hanna sendiri. Julian yaitu Ayah dari Zen pun menjabat tangan seorang pria yang baru saja keluar dari dalam rumah.

𝘿𝙚𝙖𝙧, 𝙈𝙧 𝙍𝙚𝙛𝙧𝙞𝙜𝙚𝙧𝙖𝙩𝙤𝙧 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang