𝘽𝙖𝙗𝙖𝙠 𝙓𝙄𝙄 - 𝙃𝙚𝙧𝙤𝙚 𝙙𝙚 𝙡𝙖 𝙞𝙣𝙛𝙖𝙣𝙘𝙞𝙖

18 0 0
                                    

Happy Reading
.
.
.

"INNALILAHI?! BUNDA GA BOHONG KAN??!"

"..."

"IYA IYA, AKU SAMA AA' LANGSUNG KESANA!!"

"..."

"WAALAIKUMSALAM!"

Afif menghampiri Hanna yang membeku di samping meja nakas. "Sayang? Kenapa?" Hanna memeluk Afif dengan erat dan suara isakan mulai terdengar.

"Hiks.. A-ayah a'.." ucap Hanna di sela sela Isak tangisnya

Afif sedikit panik melihat istrinya yang tiba tiba menangis. "Sayang, tenang dulu.. kenapa?" Tanya Afif, Hanna menjawab masih diiringi isakan. "Ayah... Meninggal." Ucapnya dan menumpahkan tangisannya ke dalam pelukan Afif.

Afif diam terpaku, baru saja mereka bergembira karena ingin menyambut kedatangan buah hati mereka. Tetapi, sepertinya dalam rangka penyambutan tersebut ada sebuah kejadian yang harus di ikhlaskan.

Suara Isak tangis menggema di ruang keluarga kediaman Afif dan Hanna. "Udah ya sayang? Kita siap siap kerumah bunda dulu." Hanna mengangguk pasrah dan bersiap siap untuk pergi.

Perjalanan hanya diisi oleh sepi, suara dari radio ditambah dengan gemuruh hujan. Afif merasa aneh dengan situasi sekarang, Hanna yang biasanya penuh dengan cerita sekarang hanya diam menatap air hujan yang terus membasahi jalanan aspal.

"Sayang..?" Panggil Afif, Hanna masih diam menatap ke luar jendela. Afif menghela nafas kasar dan akhirnya memilih memfokuskan dirinya kepada jalan raya yang sedikit padat siang itu.

Sesampainya mereka di rumah ibunda Hanna, disana sudah terlihat ramai sekali orang orang yang duduk di sekitar tubuh yang terbaring kaku di selimuti oleh kain berwarna putih.

Hanna turun dari mobil perlahan, berjalan melewati orang orang yang tertunduk membaca buku kecil bertuliskan Yasin.

Ia terduduk di hadapan tubuh yang terbaring kaku tersebut dan membuka kain yang menyelimutinya. Tangan Hanna gemetar, mendapati tubuh itu adalah tubuh milik ayahnya. Air matanya mulai menetes membasahi gamis nya dan suara isakan kembali terdengar.

"Nak, air matanya jangan kena ayah ya?" Ucap bunda Hanna di sela sela tangisannya.

Hanna menyapu air matanya dan mencium kedua pipi ayahnya dan diakhiri dengan dahinya. Tak lama, jenazah ayahnya mulai di kafankan dan dikuburkan pada waktu adzan ashar berkumandang.

Ramai orang yang ikut mengantar jenazah ayah Hanna. seusai di kuburkan dan dibacakan doa, orang orang langsung meninggalkan tempat perkuburan tersebut hingga menyisakan Hanna, ibunya dan Afif. Ibunya Hanna menepuk pundak Afif, "Nak, sepertinya Hanna masih tak ikhlas atas peninggalan ayahnya. Kamu bantu ya? Bunda duluan ya.. assalamualaikum." Afif mengangguk, "Iya Bun, waalaikumsalam."

Bunda Hanna pergi meninggalkan sepasang suami istri tersebut. Afif mendekati Hanna yang sedang memeluk nisan ayahnya. "Sayang.." tak ada jawaban sedikitpun, hanya Isak tangis yang terdengar berulang ulang.

Afif duduk di sebelah Hanna, "Sayang.. kamu harus ikhlas, ayah pasti ikut sedih kalo liat anaknya nangis ga berenti berenti dari tadi. Ayo, kita kirim Al-fatihah buat ayah ya? Semoga ayah ditempatkan disisi Allah SWT." Mereka berdua mengangkat tangannya dan Afif memimpin doanya.

𝘿𝙚𝙖𝙧, 𝙈𝙧 𝙍𝙚𝙛𝙧𝙞𝙜𝙚𝙧𝙖𝙩𝙤𝙧 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang