𝘽𝙖𝙗𝙖𝙠 𝙓𝙄𝙑 - 𝙆𝙚𝙢𝙗𝙖𝙡𝙞𝙣𝙮𝙖 𝙢𝙖𝙨𝙖 𝙡𝙖𝙡𝙪

3 0 0
                                    

Happy Reading
.
.
.

"Ish! AA mah gitu! Curang!!!" Afif sontak menutup telinganya, ia rasa suara pekikan Hanna akan sampai ke Mesir.

"Loh? Cara mainnya kan emang gitu. Lagian, kamu sok sok an bisa main catur." Hanna tidak peduli sedikit pun dengan kalimat suaminya. Ia memalingkan wajahnya dan melipat kedua lengan di dadanya.

Afif menghela nafas berat, "Huft— Hanna sayang, udah.. jangan ngambek gitu dong. Nanti cantiknya luntur loh."

"Biarin! Lagian kalo cantik aku luntur kenapa?! Ga suka? Lagian, aku juga ga sebanding sama cewe cewe diluar sana! Iya kan?!" Hanna tidak menoleh sedikitpun, Afif merasa sepertinya ia salah melontarkan kalimat.

Sudah bulan ke tujuh, sejak kehamilan Hanna. Afif sudah sangat sering mendapati sikap Hanna yang seperti ini. Bagaimana tidak? Segala yang dilakukan Afif selalu terlihat salah dimata Hanna. Oh ayolah, terkadang menghadapi ibu hamil itu tidaklah mudah.

"Hanna, liat tuh ada cicak terbang."

"Hah?? Man—"

...

Hanna terpaku diam, tepat ketika ia memalingkan wajahnya ingin melihat cicak tadi, Afif mengecup pipinya. Kini pipinya sedikit mengeluarkan semburat berwarna merah.

"Ish, spontan begitu?!" Afif terkekeh mendapati jawaban istrinya yang bisa dibilang tidak terima.

"Kenapa? Gasuka?" Afif menatap lekat manik milik Hanna hingga sang insan tersipu malu.

Hanna segera memalingkan wajahnya dan menepuk pelan pipi Afif, "Ih, jenggotnya udah mulai tumbuh." Komentar Hanna.

Afif mengambil sebuah kaca yang terletak di atas meja nakas di sebelah sofa dan melihat tampilan wajahnya melalui kaca itu.

"Bener juga kamu, apa aku tumbuhin jenggot aja ya?" Afif memegang janggutnya yang baru bertumbuh sedikit itu.

Hanna terkekeh, "Kayaknya jenggot ga cocok sama wajah kamu deh a."

Afif masih memegangi pipinya merasakan jenggotnya yang mulai menumbuh. Hanna berdiri dari duduknya dan mengambilkan pisau cukur kemudian memberikannya pada Afif.

"Cukur aja udah, ribet bener hidupmu a'."

Afif mengangguk kemudian pergi ke kamar mandi. Ketika Afif kembali ke dalam kamar, Hanna tengah membuka jendela dan menatap langit pagi hari yang cerah.

"Sayang? Kok ngelamun?" Hanna sontak tersadar dari lamunannya.

"Ah engga a', aku cuma kepikiran sesuatu." Hanna menjeda kalimatnya dan kembali menatap awan awan, "Kabar si Abang gimana ya?"

Afif terdiam mendapati pertanyaan Hanna dan ia pun menghampiri istrinya kemudian memeluknya.

*Flashback

"AA!!!! Kita berhasil!!!" Hanna melompat kegirangan dan memeluk suaminya dari belakang.

"Na? Kamu serius??" Hanna mengangguk dan nyaris meneteskan air matanya.

Afif membalas pelukan Hanna dengan erat dan tak hentinya mengucap rasa syukur.

Senyuman terukir di wajah sepasang suami istri tersebut. Hari itu tidak akan menjadi hari yang dilupakan. Namun, setelah satu bulan berlalu, suatu kejadian membuat mereka pasrah menghadapi takdir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝘿𝙚𝙖𝙧, 𝙈𝙧 𝙍𝙚𝙛𝙧𝙞𝙜𝙚𝙧𝙖𝙩𝙤𝙧 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang