10

164 10 2
                                    

H-6 Keberangkaran ke L.A

Lino tiba tiba saja menghampiri Sam yang sedang mengemasi baju bajunya ke dalam koper.

"Sudah berkemas? Bukankah keberangkatanmu masih 1 minggu lagi?"

"Tidak ada salahnya kan mengemasi barang di awal agar nanti saat akan berangkat tidak perlu repot."

"Mau ku bantu?"

"Tidak usah, aku bisa sendiri." Tiba tiba Lino teringat akan perkataan ibu mertuanya beberapa hari lalu.

'Apa ini adalah kesempatanku untuk mengatakan perasaanku padanya? Tapi bagaimana jika dia menolak? Tidak apa, sebaiknya aku coba saja, masalah ditolak atau tidak nya itu urusan nanti' Batin Lino.

"Mmm...Sam?"

"Iya Kakak Ipar?"

"Itu..anu..mmm..ada yang ingin kukatakan padamu." Gugup Lino.

"Katakan saja, kenapa harus gugup."

"Tapi saat aku mengatakannya, kau harus berjanji padaku kau tidak akan memarahiku. Aku tidak bisa lagi mengabaikannya. Dan aku juga tidak akan memintamu untuk menjawabnya. Aku hanya ingin mengatakannya saja padamu. Aku hanya ingin kau mengetahuinya saja, aku tidak akan memaksamu juga."

"Apa yang harus aku ketahui, dan kenapa aku harus marah? Katakan saja. Memang mengenai apa?"

"Anu..p-p-panci, itu aku lupa mencuci pancinya, bunda akan menggunakannya untuk membuat sup. Aku harus mencucinya." Lino pun pergi meninggalkan Sam. Dia benar benar gugup sampai tak sanggup mengatakannya.

Sam hanya menyelidik curiga pada Lino. Dia yakin yang ingin dikatakan Lino tadi itu bukan tentang panci. Akhirnya Sam menyusul Lino. Ia harus mengetahui apa yang sebenarnya ingin dikatakannya padanya.

Kini Lino berada di dapur dan dia benar benar sedang mencuci panci.

"Ayolah Lino,, itu kesempatanmu, harusnya kau tidak boleh gugup atau kau akan menyesalinya."

Tiba tiba sebuah tangan melingkar dipinggangnya. Lino pun terkejut dan semakin terkejut saat mendengar suara yang cukup familiar ditelinganya.

"Benar. Katakan saja padaku, aku tahu tadi yang ingin kau katakan bukan tentang panci kan?"

"Sam..kau.." belum selesai dengan ucapannya Sam memutar tubuh Lino untuk menghadap kearahnya. Wajah mereka sangat dekat, bahkan Lino bisa merasakan deru nafas sang adik iparnya itu.

"Anu..itu"

"Jangan semakin membuatku penasaran Kakak ipar." Menatap wajah Sam sedekat ini membuat perasaan Lino semakin tak karuan.

"Sam, jangan seperti ini jika kau tidak ingin membuat perasaanku semakin berdebar."

"Apa?"

"Aku tahu ini konyol, tapi"

"Tapi?"

"Tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku."

"Kau?"

"Iya, aku menyukaimu. Entah sejak kapan bayanganmu selalu ada dipikiran ku."

Sam menjauhkan dirinya dari Lino.

"Tapi aku ini adik ipar mu, tidak seharusnya kau memiliki perasaan padaku."

"Aku tahu, karena itu aku bilang padamu kau tidak perlu menjawabnya, aku juga tidak akan memaksamu untuk membalas perasaanku. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa berbohong."

"Aku harap semua itu tidaklah benar." Ucap Sam kemudian meninggalkan Lino sendiri di dapur.

Setelah Lino mengungkapkan perasaanya pada Sam, jarak diantara mereka mulai terbangun. Setiap kali mereka bertatapan, Sam selalu menghindari tatapan itu. Merasa mulai ada jarak yang terbangun diantara mereka, membuat Lino sedih. Jika akan seperti ini, sebaiknya kemarin ia tidak usah mengatakan perasaanya pada Sam.

Adik IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang