Satu bulan berlalu...Tubuh azizah sudah sehat sepenuhnya, tapi hatinya masih saja meringis sakit tak kala ia mengingatnya.
Benar kata umi, kehilangan, mau sekecil apapun, menyakitkan. Dan itulah yang azizah rasakan.
Anaknya masih gumpalan darah, belum ada ruhnya, tetapi kehilanganya adalah kehancuran yang hebat dan mendalam.
Tapi ada satu hal yang membuat hatinya teguh dan iklas, percaya kalau allah jauh menyayangi anaknya. Seperti kata suaminya, kelak ia akan menjadi setitik cahaya penyelamat untuknya di akhirat.
"Mas, kebiasan deh, ngagetin aja" gaduh azizah, ia agak tersentak saat suaminya tiba tiba merengkuhnya dari belakang.
Arhan terkekeh kecil, tak menjawab, ia melabuhkan kecupan kecupan kecil di bahu istrinya lembut.
Azizah menikmati dekapan yang selalu membuatnya tenang, dengan nyaman ia menyenderkan tubuh di dada suaminya.
"Kamu ingat nggak mas, foto itu diambil kapan ?" Tanya azizah, menunjuk figura besar yang menggantung di tembok kiri kamar.
"Mau ngetes aku nih, ceritanya"
"Pengen tau aja, sekuat apa ingatkan kamu"
Arhan terkekeh, dia sedang di tes, kalau sampai salah, tamatlah riwatanya "yah mana mungkin aku lupa sayang, itu tuh hari yang bersejarah untuk kita"
"Iya kapan ?" Sahut azizah agak ngegas. Nih masalahnya tanggal nikah aja suka lupa, ya gimana momen foto itu diambil.
"Duapuluh agustus" jawab arhan mantap.
"Tepatnya kapan ?" Tanya azizah, ia tidak puas dengan jawaban suaminya.
"Sekitar jam sepuluh, setengah sebelas siang nggak sih sayang ? Foto itu kan di ambil setelah akad nikah kita, aku ingat banget tuh"
Azizah mengangguk, tersenyum, ia puas dengan jawaban suaminya.
Arhan mengehela nafas lega, ia aman, lolos dalam pertanyaan jebakan istrinya.
Azizah berbalik, menghadap suaminya.
"Ada hal yang kamu pikirikan ? Aku liat liat kamu melamun terus sayang" tanya arhan, menoel hidung istrinya gemas.
Azizah tersenyum, lantas menggeleng.
"Yakin ?" Tanya Arhan menelisik, ia tak puas dengan jawaban istrinya.
"Iya mas, masa aku bohong sih, kapan sih aku gak cerita sama kamu, aku kan selalu cerita sama kamu" beo azizah.
Syukurlah arhan tenang mendengarnya, senyum menentramkan tersungging "oh iya sayang, aku mau ngomong ini, lupa"
"Ngomong soal apa mas ?" Sahut azizah, dia jadi penasaran.
"Cobaan yang baru saja kita lewati berat sekali, serta menyakitkan. Aku minta ke kamu, anggaplah badai besar ini sebagai penguat cinta kita ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman hidup, selamanya!
AléatoireSakuel cerita papa arhan, mama azizah, abang shaka, dan kakak reyna, lanjut disini ya. Disini kita bertarung dengan konflin baru, cerita baru yang mungkin agak beda dari cerita sebelumnya. Tapi wajib banget baca "teman hidup" sih, agar nyambung, ngg...