29 - Ketentuan Tuhan

576 82 1
                                    

Buat pembaca lama: bab ini bab baru ya, Beb. Belum ada vote-nya. Minta vote-nya juga, ya... buat ngeramein, hihi terima kasih😊💕

.
.
.
.
.

Kadang yang dulu terang,
Bisa saja berubah gelap
Aku yang dulu berkobar asa,
Kini dipadamkan realita dan rasa

____________________

**FAJAR**

Pukul 12 malam.

Sore tadi, aku mendapat kabar bahwa waktu debut duetku dengan Kevan akan segera tiba. Namun, masih banyak keperluan berkas dan persetujuan ini-itu sebelum debut benar-benar dilaksanakan. Ada pelatihan-pelatihan juga kurang lebih dua bulan.

Berbeda dengan Kevan yang sungguh semangat, aku malah sebaliknya. Panggil saja aku labil sebab harus kuakui, minatku untuk menjadi "penyanyi terkenal" hangus menukik dibakar banyak kenyataan yang tak pernah kuharapkan.

Selain itu, tujuan hidupku sekarang jadi sedikit berubah dari segi bentuk dan perbuatan. Dulu, aku tidak punya cita-cita, tidak punya tujuan hidup yang jelas, hanya terus makan, bernapas, dan bertahan hidup selama belum dicabut nyawa oleh Tuhan.

Tawaran ayah Rendy yang membawaku hingga masuk dapur rekaman Musicy Studio, kujadikan sebagai pelepas penat saja waktu itu sebab aku ingin sibuk tanpa kekosongan. Namun setelah bertemu Mama, lalu berencana menikah dengan Mentari, pandangan dan pola pikirku akan kehidupan jadi berubah.

Aku masih punya impian untuk bekerja lebih baik dari sekarang, tetapi tidak untuk jadi artis terkenal. Soalnya... itu terbayang terlalu sukar. Latar belakang dan hidupku, aku memikirkannya dan semua itu membuatku khawatir berlebihan.

"Halo. Jar?" Mentari akhirnya mengangkat teleponku.

Aku sedang duduk di depan jendela kamar, merokok, dengan lampu yang masih padam. Sehabis bangun dari tidur sore yang tak kurencanakan sepulang kerja tadi, aku masih belum menyalakan lampu kamarku sebab masih nyaman berteman keheningan.

"Mentari, aku bingung, deh."

"Kenapa? Kebiasaan gak pake intro."

Aku tersenyum, lalu mengembuskan asap rokokku. "Maaf, kamu udah mau tidur? Aku ganggu, ya?"

"Belum mau tidur, sih. Besok juga aku shift sore. Aku lagi nonton YouTube, ngabisin kuota." Dia berkelakar santai.

"Oh.... Iya, aku mau tanya pendapat kamu, deh."

"Pendapat apa?"

"Kamu sukanya... aku jadi penyanyi atau enggak?"

"Kamu masih males?"

"Iya."

Dia berpikir sesaat. "Aku sih... suka kamu jadi apa aja yang penting kamu seneng."

Lagi-lagi, ucapannya membuatku tersenyum. Kemudian, ada diam yang menjeda, membuat kesunyian kamarku terasa kian mengental.

"Aku gak tau kalau hidupku tiba-tiba berubah secepat ini, Tar." Aku memulai dengan perlahan. "Waktu aku terima tawaran rekaman itu, hidupku masih hampa. Sekarang, hidupku jadi banyak banget isinya. Ada kamu, ada Mama. Jadi, aku... gimana ya, Tar...."

Aku bimbang, lantas kembali menjeda.

"Iya... terus, Jar?" sambung Mentari karena aku diam lama.

Aku menghela napas. "Aku belum mau menyibukkan diri dengan hal lain dulu. Karena kalau udah jadi penyanyi, pasti aku bakal sibuk banget. Sementara aku mau menikmati hari-hariku sama kamu, sama Mama, sama hidupku yang baru. Dan aku gak tau deh, tapi aku concern sama privasiku, Tar."

MIDNIGHT LOVERS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang