Selama denganmu, ku tak peduli pada apa pun
Lalu saat tak denganmu, rasanya aku bisa jatuh di mana pun
Makanya, jangan tinggalkan aku sampai kapan pun
__________________________**MENTARI**
Intensitas Kiki menelepon dan mengirimikanku pesan makin parah. Aku mulai muak, tapi makin penasaran juga. Aku jadi terpikirkan tentang kondisi ayahku meski sebenarnya aku sudah tidak mau tahu.
Namun setelah kupertimbangkan dan kutanyai pendapat Fajar, aku pun di sini sekarang. Pukul lima sore bersama dia, yang setelah pulang kerja langsung menjemputku di Brown Grass untuk sebuah perjalanan.
"Cantik banget calon istriku sore ini."
"Ah, gombal aja kamu."
Padahal, dalam hatiku sudah kepedean.
Rambutku dicepol asal, memakai celana jins sebetis dan baju rayon putih hijau dengan karet lembut pada dada. Fajar mengenakan celana dan jaket jins, juga kaus hitam. Kami tengah berjalan berdua, mencari sebuah alamat sejak tadi, tapi belum ketemu juga.
"Minggir dikit, Calon Istriku. Jangan ke tengah banget jalannya, banyak motor," katanya, menarik pelan tanganku.
"Jangan suka ngomong gitu di jalanan," protesku pelan.
"Kenapa? Suka-suka akulah," sahutnya bandel.
"Soalnya nanti aku oleng," gombalku receh di bawah langit petang estetik ini.
Dia terbahak. "Bisa aja, sih... aku jadi melting."
Sejujurnya, daripada mengatakan "pacarku", mungkin "calon istriku" memang lebih tepat. Memang fakta aku bukan pacar Fajar. Dia tidak pernah memintaku jadi pacarnya, malah tiba-tiba memintaku jadi istrinya. Berarti, kata-katanya tidak salah.
"Udah ah, serius dulu, Fajar... ini udah bener belom sih jalannya? Jangan-jangan si Kiki salah nge-shareloc." Aku mulai serius.
"Bentar, aku tanya orang dulu," katanya sebelum bertanya pada salah satu warga terdekat, yang tengah lalu lalang di sekitar jalan ini.
Setelah mendapat petunjuk dari lelaki paruh baya yang Fajar tanyai tadi, kami pun berjalan sekitar 50 meter lagi. Kenapa kami tidak pakai motor? Motor Fajar mogok. Dia menitipkannya di warung depan jalan raya, lalu mencari alamat rumah ini dengan berjalan kaki.
Hingga sampai di depan rumah ini.
Rumah Papa dan istri barunya.
Meski sejak tadi aku dan Fajar terus bercanda, sebenarnya aku menyimpan sedikit kegugupan. Sudah tiba begini, aku jadi makin gugup rasanya.
Aku merasa seperti belum mampu bertemu Papa lagi, tapi aku tak ada pilihan lain.
"Jar." Aku menahan tangan Fajar, membuat langkahnya terhenti di depan pagar rumah.
Dia menoleh, menilik wajahku yang sangat gugup ini. Genggamanku pada tangannya mengerat tanpa sadar.
"Aku takut deh, Jar...," ujarku sangat ragu.
"Ada aku, Mentari." Dia tersenyum dengan sorot begitu damai meyakinkan.
Aku pun memeluk lengan kanannya, mulai melanjutkan langkah menuju rumah ini lebih dalam. Membiarkan Fajar membuka pagar dan menuntun langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDNIGHT LOVERS ✔️
Fiction généraleFajar, anak di luar nikah yang dibuang ibunya. Mentari, gadis yang diusir dari rumah karena sebuah fitnah. Keduanya adalah korban, kesepian, dan sebatang kara. Hidup serba sulit baik secara ekonomi maupun emosional. Namun, mereka orang-orang tegar...