Hatiku sakit karena aku tak tahu,
Aku tak tahu apa yang menderaku,
Apakah ini serangan bahagia,
Atau sekadar luka yang baru?
___________________________**AUTHOR**
Beberapa hari kemudian....
Pukul sembilan malam, Fajar kita sedang merebah diri di kasur sambil melihat-lihat eksplor Instagram dan FYP TikTok. Sesekali membalas pesan WA masuk dari Mentari atau dari murid-muridnya, yang tengah meminta penangguhan waktu karena belum hafal not piano yang Fajar ajarkan minggu belakang.
"Dasar anak-anak...," gumam Fajar dengan senyuman lembut.
Terdengar pintu rumah yang terketuk diikuti salam yang merdu.
Dari suaranya... Tante Sania?
"Wa'alaikumsalaaam!" Fajar berseru. Bangkit dari kasur, lantas berjalan menuju pintu depan untuk membukakan.
Setelah pintu ia buka, tampaklah perkiraan yang ternyata benar.
"Eh, Tan? Kok gak bilang dulu mau ke rumah?" Fajar bertanya polos dan sedikit tercengang.
"Sengaja, biar Fajar kaget," jawabnya, tersenyum sungguh cantik.
Fajar turut tersenyum. "Iya, berhasil kok, Tan. Aku kaget, hehe."
Sania terkekeh.
"Ya udah, masuk dulu, Tan," ucap Fajar seraya memundurkan badan.
Sania tersenyum, segera masuk ke dalam rumah. Fajar kembali menutup pintu, lalu menyalakan kipas angin agar tak panas. Jam segini amat banyak nyamuk jika berani membuka pintu rumah.
"Tante bawain nasi goreng. Fajar suka nasi goreng, kan?" ucapnya lembut, seraya memberikan kantong kresek bening berisi satu styrofoam yang tentunya nasi goreng.
"Ya ampun, repot-repot bawa nasi goreng segala." Fajar tersenyum canggung.
"Gak apa-apa, suka-suka Tante dong?" sahutnya santai, seraya berjalan melihat-lihat area rumahku.
Fajar makin tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ini adalah kali pertama Sania berkunjung ke rumahnya.
"Tante, kok tau rumah aku di sini?" Fajar bertanya, menatapi wanita yang sedang asyik menyisir huniannya itu.
"Tante tanya Rio tadi sore. Eh, Fajar kasurnya di bawah? Gak pake ranjang?" Sania menoleh pada Fajar setelah mengintip ke kamar yang terbuka.
"Enggak, Tan."
"Gak dingin, Nak?"
"Udah biasa." Fajar menjawab ringan.
Sania tersenyum sendu. Selanjutnya, berjalan ke dapur. "Eh, ada kompor," gumamnya sendiri. "Fajar bisa masak?" tanyanya, menoleh lagi pada Fajar.
Fajar yang masih berdiri di ujung ruang tamu pun menghampiri Sania ke dapur. Tidak butuh waktu lama sebab rumah itu kecil ukurannya.
"Bisa, tapi yang gampang-gampang aja, Tan," jawab Fajar setelah tiba di sebelah Sania.
"Hebat sekali," puji Sania berbinar-binar. "Kalau Tante, yang gampang pun gak bisa," akunya jujur.
"Gak masalah. Kata Tante, pembantunya Tante banyak, kan? Jadi biar gak bisa masak, gak masalah. Kalau aku mah... boro-boro punya pembantu, jadi pembantu iya." Fajar terkekeh pelan.
Deg.
Seketika, Sania merasa Fajar baru saja menamparnya dengan keras. Padahal, tidak sama sekali karena itu hanya perasaan. Justru Fajar sedang tersenyum sekarang, menertawakan nasibnya yang nahas tapi telah terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDNIGHT LOVERS ✔️
General FictionFajar, anak di luar nikah yang dibuang ibunya. Mentari, gadis yang diusir dari rumah karena sebuah fitnah. Keduanya adalah korban, kesepian, dan sebatang kara. Hidup serba sulit baik secara ekonomi maupun emosional. Namun, mereka orang-orang tegar...