Kukira hanya bintang,
Yang bersinar tak dapat kugapai,
Ternyata kilau matamu juga,
Yang berbinar tak dapat kugenggam.
____________________________**AUTHOR**
Mentari seolah sedang menonton live performance Fajar dari balik kaca. Menyaksikan pemuda yang sedang melakukan rekaman di ruang kaca kedap suara di sana, menemaninya di tempat ini sejak tadi sore, adalah hiburan cuma-cuma bagi Mentari. Sejenak, ia bisa tenang dan melupakan kemelut pikiran tentang keluarga.
Rendy juga ada. Ia sudah berkenalan formalitas tadi dengan Mentari. Namun, belum ada obrolan panjang. Yang pasti, ada Rio pula sebagai salah satu kru rekaman, ia sibuk mengontrol mesin audio sekarang.
Sesekali Mentari perhatikan, Rio kerap memandangi Fajar yang dibatasi kaca itu dengan... tatapan dan senyuman sayang? Sedikit heran, seakan-akan Fajar anaknya yang sangat membanggakan dan membahagiakan. Padahal, tak ada hubungan apa-apa. Fajar saja baru dua kali bertemu dengannya.
Namun, ya sudahlah. Mentari tak terlalu memikirkan. Ia tengah kagum akan vokal Fajar yang sangat merdu walau sebelumnya sudah tahu bagusnya suara pemuda itu karena pernah karaoke bersama.
....
Setelah beberapa jam, sampailah di rekaman terakhir. Tepatnya, genre terakhir yang harus Fajar nyanyikan. Judul lagunya adalah Kau Tak Kembali. Lagu galau yang dipastikan relatable dengan mayoritas orang, apalagi anak muda dan dewasa muda.
Menurut Mentari, seluruh genre yang dinyanyikan Fajar bagus di telinga. Terbukti, ia merupakan pelajar andal. Berlatih mengandalkan tiga versi lagu demo sebagai contoh, sekitar seminggu lewat sedikit saja, Fajar sudah sukses menyanyikan semuanya. Tidak banyak retake, padahal ia baru pemula.
"Okay! It's a wrap. Good Job, Mas Fajar!" seru seseorang, Pak Erwan. Sebut saja Erwan.
Semua orang bertepuk tangan meriah. Mentari melihat Rendy yang tersenyum lebar, kemudian si Rio juga. Pria dewasa itu lagi-lagi tersenyum bangga penuh cinta, membuat Mentari pusing sendiri akibat heran.
"Wih kerennya, Rek! Belum apa-apa saya udah ngefans sama kamu." Erwan memuji Fajar, menghampirinya di ruangan seberang kaca.
"Ah, bisa aja Pak Erwan." Fajar tersenyum malu seraya beranjak dari bilik rekaman.
"Beneran. Ya kan, Yo?" Erwan meminta dukungan dari Rio.
Rio hanya tersenyum tanpa gigi, memberikan dua jempol tanpa bicara apa pun. Seolah tak punya kata-kata lagi untuk mendeskripsikan rasa bangganya.
Apa sih yang aku pikirin? Itu kan urusan Om Rio mau berekspresi kayak apa. Mentari berusaha positif.
"Lama, ya? Tapi seru kan nontonin aku?" Pertanyaan ini berasal dari Fajar setelah ia akhirnya datang menghampiri Mentari.
Gadis itu tak dapat menyembunyikan gembiranya lagi. "Iya! Kamu keren!"
"Tiga lagu, tiga jam. Keren sih, Bang, buat orang yang baru pertama kali rekaman. Keren." Rendy ikut memuji juga.
"Thanks, Ren." Fajar tersenyum lebar, menepuk dua kali bahu teman lebih mudanya.
"Aku gak sabar denger versi audionya, pasti bakal aku puter terus." Mentari kembali berucap semringah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDNIGHT LOVERS ✔️
Ficción GeneralFajar, anak di luar nikah yang dibuang ibunya. Mentari, gadis yang diusir dari rumah karena sebuah fitnah. Keduanya adalah korban, kesepian, dan sebatang kara. Hidup serba sulit baik secara ekonomi maupun emosional. Namun, mereka orang-orang tegar...