Biarkan masa lalu menggantung di belakangmu,
Tak usah dilihat, tak perlu disentuh.
Gapai saja cahaya yang ada di depanmu,
Karena dia yang kan menerangi langkah majumu.____________________
**FAJAR**
Melihat Brandon yang muncul tiba-tiba seperti jin jahat di kedai nasi kuning dekat indekos Mentari, aku langsung menghampiri laki-laki tak tahu malu itu dengan tanpa takut sedikit pun.
"Ngapain lo di sini?" tanyaku segera, mencoba santai.
Brandon sadar akan keberadaanku. Dia menoleh, memandangi wajahku dengan pandangan yang langsung tak ramah. Kami berhadapan di halaman kedai nasi kuning sekaligus rumah Bu Ita.
"Hah, kau lagi," ujar Brandon meremehkan. "Harusnya saya yang cakap macam itu. Kau mau buat apa lagi ke sini?" lanjutnya dengan bahasa Indonesia patah-patah.
"Gak usah balik tanya. Lo mau apa di sini?" Aku menegas, memajukan langkah.
Dia memiringkan rahang bawahnya, masih meremehkan. "I wanna talk with Tari. Not with you. Saye actually dah muak sangat tengok wajah awak."
"But sadly, she doesn't wanna talk with you," balasku singkat.
Brandon diam tak terima. Dia berjalan mendekatiku. "Who are you, actually? Kenapa suka sangat masuk campur? Lebih baik pikirkan bajumu yang banci ini. Buy another shirt supaya lebih jantan," ejeknya seenak jidat. Tidak ketinggalan sorot tajam dan merendahkan.
"Oh, ini?" Kulihat singkat kemeja merah muda yang kupakai. "Ini kemejanya Mentari," sambungku menyeringai. Ingin memanas-manasi Brandon agar makin emosi.
"Kenape awak pakai pakaian die?" Intonasinya menegas, tak sesantai tadi.
"Ya... lo pasti ngertilah. Sometimes a boyfriend uses his girlfriend's things and a girlfriend uses her boyfriend's things. Anyway, am I grammatically correct?" tanyaku santai sambil tersenyum sarkastis.
Aku bicara Bahasa Inggris bukan karena jago dan fasih. Aku hanya mengandalkan pengetahuan yang kudapat selama sekolah, juga dari menonton film-film Hollywood ber-subtitle. Makanya, dengan kerendahan hati, aku bertanya kepada Brandon apa grammar-ku sudah benar. Namun, dia malah menghujaniku dengan tatapan siap melahapku kapan saja.
"I don't give a f*ck with your f*ckin grammar! Ape maksud awak tadi? Awak kekasih Mentari?" tanyanya geram. Ternyata Brandon tidak peduli pada kerendahan hatiku.
Aku tersenyum santai. "Ya ampun... masa gue nanya grammar aja dimarahin? Kan, gue gak jago Bahasa Inggris, makanya mau nanya lo. Lo kan jago?"
Tidak hitung tiga, Brandon sudah menangkap dan menarik kerah kemejaku dengan kasar. "Shut the f*ck up! Saya tak ada waktu bergurau! Cepat cakap betul-betul!" Dia membentak tepat di depan wajahku.
Melihat kilat di matanya yang sangat dekat, darahku ikut mendidih juga.
"Lo terlalu meledak-ledak, tapi lo gak jelas!" balasku membentak. "Gue tau lo pernah pacaran sama Mentari, tapi dia sekarang udah gak ada urusan sama lo. Kenapa lo selalu ganggu dia?" sergapku dengan tajam.
Aku tidak peduli. Sebagai teman yang baik, aku merasa berhak untuk melindungi Mentari dari ancaman apa pun dan siapa pun.
"Diam!" Brandon mencengkeram kerahku semakin keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDNIGHT LOVERS ✔️
Ficción GeneralFajar, anak di luar nikah yang dibuang ibunya. Mentari, gadis yang diusir dari rumah karena sebuah fitnah. Keduanya adalah korban, kesepian, dan sebatang kara. Hidup serba sulit baik secara ekonomi maupun emosional. Namun, mereka orang-orang tegar...