Mengapa aku harus menerima dunia, saat dunia memalingkan wajahnya?
Namun di saat yang sama,
Surya tak pernah bertanya mengapa ia harus bersinar sendirian.____________________
**FAJAR**
Setelah menempuh hari melelahkan, sampailah aku di rumah kontrakan satu kamar ini. Di sini, aku cuma tinggal sendiri. Sejak Papa meninggal ketika umurku 15 tahun, aku benar-benar tak punya siapa-siapa lagi.
Papa tidak punya istri, apalagi anak. Semua keluarganya ada di Padang. Mereka tak terlalu peduli pada Papaku sejak dulu. Hanya sekadar saling telepon saat hari lebaran tiba, itu pun tidak setiap tahun.
Aku sempat tinggal di rumah Om Anto, tetangga kami. Dia menanggung makan dan sekolahku sampai lulus SMA.
Tapi Om Anto dan istrinya... tidak sebaik yang kukira. Mereka memanfaatkanku, menjadikanku seperti pembantu... mungkin budak.
Mereka memang menyekolahkanku, tapi yang kuterima sebagai balasan tidak manusiawi. Belum lagi dua anak mereka yang selalu merundungku dan selalu memanggilku "Anak Haram".
Masih tak habis pikir sampai sekarang. Memangnya menjadi anak haram itu salahku? Memangnya aku ingin jadi anak haram? Kenapa harus aku yang dihina?
Aku bertahan saat itu karena tidak tahu harus ke mana lagi. Aku tinggal dengan mereka sampai lulus SMA, kurang lebih tiga tahun lamanya.
Setelah lulus, Om Anto menawarkan untuk lanjut kuliah, tapi aku menolak. Selain karena mau berhenti jadi budak Om Anto dan istrinya yang saaangat cerewet dan sering menyiksaku itu, aku rasa aku tidak butuh kuliah.
Aku rasa, kuliah tak ada gunanya. Ujung-ujungnya, tujuan kuliah untuk apa? Mencari ilmu? Oke benar, sedikit. Tapi selebihnya untuk apa? Supaya mendapat pekerjaan yang layak, yang gajinya besar.
Lalu aku berpikir, aku hidup di dunia ini cuma sendiri. Siapa yang harus aku bahagiakan dengan gaji besar? Siapa yang harus aku buat bangga dengan prestasi gemilang dan pekerjaan bagus? Tidak ada.
Aku tidak punya motivasi apa pun. Tidak ada siapa pun dalam hidupku. Kosong. Aku punya beberapa teman, tapi teman belum cukup untuk memotivasiku.
Mati-matian kuliah, mati-matian mencari pekerjaan, membanting tulang sedemikian rupa. Untuk apa? Untuk siapa? Tidak ada.
Aku hidup hanya untuk membahagiakan diri sendiri. Selama bisa makan dan bertahan hidup dengan sehat, itu sudah cukup bagiku. Aku sama sekali tak punya ambisi dalam hidup, aku tak butuh bermewah-mewah dengan dunia ini. Diizinkan Tuhan tetap hidup sampai 23 tahun adalah kebahagiaan besar untukku.
Jika bukan karena kebaikan Tuhan yang mempertemukanku dengan almarhum Papa, aku pasti sudah mati membusuk jadi santapan kucing atau anjing malam itu, karena orangtua kandungku sendiri bahkan tak pernah menginginkanku.
Namun bejatnya, meski mereka tidak menginginkanku, mereka tak bisa menahan diri brengsek mereka dari berbuat nista yang akhirnya menyebabkanku harus terlahir di dunia.
Dan setelah membuatku harus ada, mereka malah meninggalkanku di tengah dinginnya malam, di tengah kejamnya dunia.
tring ting tring tring. Suara ponselku.
"Halo."
"Halo, Bang Fajar. Lagi apose?"
"Baru pulang. Kenapa?"
"Besok bisa ke rumah gak, Bang? Ketemu bokap."
"Mau ngapain, Ren?"
"Adalah, Bang... sesuatu. Makanya ke rumah ya, besok. Pulang kampus, gue jemput di tempat kerja lo, ya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/243065855-288-k334587.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDNIGHT LOVERS ✔️
RomanceFajar, anak di luar nikah yang dibuang ibunya. Mentari, gadis yang diusir dari rumah karena sebuah fitnah. Keduanya adalah korban, kesepian, dan sebatang kara. Hidup serba sulit baik secara ekonomi maupun emosional. Namun, mereka orang-orang tegar...